18 November 2009

Ketika Cinta Bermaksiat

 

Mahabbah atau Cinta memang sulit dimengerti, sebab membatasi makna cinta tampaknya tidak mungkin, mengingat ia adalah abstrak, tak terbatas, terkait dengan perasaan, emosi dan berbagai gejolak jiwa yang terus berubah. Walaupun demikian, dalam batasan tertentu antara laki-laki dan perempuan, cinta bisa dipahami sebagai perasaan suka kepada lawan jenis yang bermula dari syahwat (zuyyina linnas hubbus syahawat).

Dengan cinta, pria dan wanita diharap bisa menyatu dalam ikatan pernikahan yang dengan itu, manusia terus eksis. Dalam hubungan asmara antara pria dan wanita yang belum terikat dalam pernikahan, cinta selalu dipuja dan terkadang dijadikan "kambing hitam" (baca: justifikasi) untuk pelampiasan hawa nafsu belaka. Saat kata-kata cinta yang terangkai dalam bait-bait puisi menenggelamkan kedua insan dalam hubungan bebas tanpa ikatan dan batasan, maka saat itu cinta telah dinodai dan dikhianati. 

Pria atau wanita yang telah mengikat jalinan "cinta" (baca: pacaran), tapi salah satunya masih tidak siap dimintai pertanggungjawaban untuk segera menikahi pasangannya, maka sesungguhnya itu adalah kebohongan, kebodohan dan sikap pecundang. Jika memang cinta itu indah, penuh berkah, lalu kenapa tidak diikat dalam pernikahan dengan sesegera mungkin. Ijab-Qobul, serah-terima dalam akad nikah bisa menjadi bukti ikrar dari masing-masing pasangan untuk saling berbagi, berkorban dan berjuang. 

Terkadang, cinta yang berdesir masih dalam hubungan pacaran, seringkali dimaknai dalam tahap perkenalan, persiapan dan pemantapan sebelum ke jenjang pernikahan. Dan hal ini, seringkali dimaknai tahap ta'aruf. Jika itu alasannya, lalu bagaimana dengan istilah bahwa "cinta itu buta" atau "cinta tak kenal pamrih"? Maka, cinta yang sesungguhnya, ia berjalan cepat, mungkin cukup hanya dengan sekelebatan mata, tapi itu sudah menjadi data otentik untuk meyakinkan diri dalam memastikan dan melangkah ke jenjang pernikahan, tanpa perlu percobaan atau pacaran yang sia-sia. 

Al-Quran memerintahkan untuk menikah, setelah itu, Allah akan menurunkan sakinah, mawaddah dan rahmah. Yaitu, ketentraman, cinta dan kasih-sayang. Maka, cinta, asmara atau apapun namanya antar pria dan wanita sebelum mereka masuk ke dalam ikatan pernikahan, itu semua bukanlah cinta yang hakiki, tapi nafsu birahi yang dibungkus atasnama cinta untuk bermaksiat.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar