22 November 2009

Kiamat: antara Teks & Visual

 


Peradaban Islam, terutama Arab, adalah peradaban teks (al-Hadharah al-Nushush). Artinya, pasca kodifikasi al-Quran dalam sebuah mushaf dan juga al-Hadits, praktis pengembangan ilmu dan pemikiran klasik berkutat pada tafsir, takwil dan istinbat dari teks-teks al-Qur'an, al-Hadits maupun karya-karya ilmiah para intelektual muslim. Karenanya, penguasaan bahasa, rasa sastrawi dan ilmu-ilmu epistimologi menjadi alat penting dalam memahami teks.

Sebuah teks, apapun bentuknya, mampu merefleksikan segala yang ada hanya dalam rangkaian kata. Bahkan, imajinasi manusia yang tampak tak terbatas, bisa diilustrasikan dalam teks sehingga teks itu mampu membentuk wacana, merubah sikap dan bahkan peradaban.

Dalam kajian seputar kiamat, peristiwa menggemparkan itu telah disebut berkali-kali dalam al-Quran. Kiamat sering dinamakan Yaum al-Qiyamah, Yaum al-Diin, al-Qoriah, al-Sa'ah, al-Waqi'ah, dan sebagainya. Hiponim kata kiamat itu jelas menunjukkan bahwa peristiwa itu telah lama dikenal sebelum Islam. Bahkan, pada beberapa suku bangsa jahiliyah dan orang-orang pedalaman, baik di jazirah Arabia maupun di pelosok dunia yang lain, peristiwa itu telah diyakini atau paling tidak diketahui akan terjadi. Dengan kata lain, hampir semua orang maupun bangsa memahami bahwa kehidupan duniawi ini pada akhirnya akan tamat.

Dalam teks-teks wahyu, kiamat dijelaskan sebagai peristiwa menggemparkan sehingga deskripsi tekstual itu mampu membuat pembaca atau pendengarnya gemetar. Begitu takutnya sehingga kiamat itu mampu membuat orang-orang kafir Quraisy beriman, atau justru mereka menolak Islam karena takut dibangkitkan. Yang jelas, teks-teks tentang kiamat saat itu memberi pengaruh psikologis bagi Mukhatab atau pendengar.

Cara memperoleh pengetahuan bagi manusia, selain melalui akal dan intuisi, yang dominan adalah melalui indera. Maka, ketika teks-teks yang ada divisualisasikan (baca: difilmkan), jelas apa yang ditangkap oleh indera penglihatan lebih kuat daripada pendengaran maupun perasa. Demikian halnya dengan film kiamat 2012 yang dengan animasi film, tokoh, pencahayaan, dan skenario apik, ia sepertinya mampu mewakili pesan teks sehingga penontonnya lebih terpengaruh. Padahal, apa yang ada dalam teks, sebenarnya jauh lebih dahsyat dari alur visual dalam film.

Saya ingin mengatakan, jika orang-orang terdahulu hanya melalui teks, saat mengetahui informasi kiamat, mereka meresponnya dengan berbagai sikap dan perasaan positif untuk lebih bertaqwa, maka apakah film kiamat 2012 sebagai wakil visual peristiwa kiamat juga mampu mempengaruhi penontonnya? Tampaknya, memang iya. Hanya saja, sejauh mana pengaruh itu bisa merubah respon positif manusia untuk bersikap arif dalam menyongsong kiamat yang jelas akan terjadi, sekalipun tidak pada tahun 2012.

Teks maupun film seharusnya menggugah umat manusia untuk lebih mencintai alam dan sesamanya. Informasi kiamat, bencana atau apapun, sepatutnya tidak disikapi penuh ketakutan, stress, pesimis atau lainnya. Informasi itu seharusnya lebih memperkuat keimanan manusia kepada Allah, Sang Maha Kuasa.

Berapa banyak hadis Nabi yang selalu didahului kalimat, "Man kana yu'minu billahi wal yaumil akhir,..." (Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir,..), yang itu menunjukkan hubungan erat antara iman kepada Allah dan mempercayai datangnya kiamat.

Korelasi ini memperlihatkan bahwa percaya akan datangnya kiamat tanpa iman kepada Allah hanyalah sikap bodoh. Ketakutan terhadap dasyatnya bencana akhir zaman tanpa ketaqwaan kepada Allah adalah ketakutan semu.

Jadi, adanya film 2012 yang kini menggemparkan Barat dan orang-orang kafir, seharusnya bisa memalingkan mereka dari cara kebertuhanan mereka yang syirik untuk mencari kebenaran hakiki yang tiada lain adalah Islam. Semoga!

Tidak ada komentar:
Tulis komentar