3 April 2011

Modal Uang, Pentingkah?

 

Biasanya, seseorang yang hendak menceburkan diri ke dunia bisnis atau berwirausaha, hal pertama yang dikeluhkan adalah tidak ada modal atau dana yang kurang memadai. Tapi, benarkah modal uang itu yang paling esensial? Lebih penting mana antara modal uang, ilmu, teman, atau yang lain?

Pernah seorang teman mengeluh karena masih menganggur. Cari kerja kesana kemari, belum juga dapat. Dia mengaku, kendala utama untuk memulai usaha adalah tidak adanya modal. Sebenarnya, kalau didengar lebih seksama, teman saya itu sebenarnya sudah memiliki modal yang justru paling penting. Yakni, usaha dan tekad kuat untuk merubah nasibnya. Semangat berubah dan berusaha inilah yang menurut saya harganya jauh lebih mahal daripada sekedar ratusan atau bahkan jutaan rupiah. Mengingat, tidak sedikit pemuda yang tetap menikmati masa-masa nganggurnya hingga pada akhirnya pikirannya mati, kreatifitasnya hilang, dan semangatnya lenyap. Orang semacam ini, pada hakikatnya, telah mati sebelum benar-benar mati.

Setelah itu, saya pun bertanya, "Sampeyan mau bisnis apa? Berapa modal uang yang dibutuhkan? Jika berbentuk produk, kemana pemasarannya? Apakah sudah punya banyak rekanan?". Menghadapi pertanyaan-pertanyaan mendasar ini, teman saya itu tidak bisa menjawab. Ia juga kebingungan mau berdagang apa, bagaimana memproduksinya, dan sebagainya.

Jika demikian, saya katakan bahwa membangun bisnis harus dimulai dari perencanaan matang sebab segalanya harus terukur. Berapa modal yang diperlukan? Perkiraan keuntungannya berapa? Kendala dan potensi kerugian yang akan dihadapi apa saja? dan seterusnya.

Sampai di sini, dia mulai paham bahwa ternyata ada hal lain yang jauh lebih penting dari sekedar dana. Saya katakan, bahwa untuk memperoleh modal usaha berupa uang, saat ini, sangat mudah. Kita bisa mengambil tabungan, atau berhutang uang ke teman atau saudara, atau mengajak sahabat yang tajir sebagai mitra bisnis. Bahkan, jika terpaksa, kita pun bisa mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan seperti bank, koperasi, pegadaian, dan sebagainya.

Hanya masalahnya, ketika kita meminta pinjaman kepada siapapun dan kemanapun, pihak debitur atau pemberi pinjaman pasti akan menanyakan estimasi dan peluang usaha yang akan kita jalankan. Saat itu, kita akan dituntut mempresentasikan rencana usaha kita secara transparan dan meyakinkan. Kita harus mampu mendespripsikan keuntungan yang akan kita rauh, peluang dan tantangannya, serta win-win solution yang kita tawarkan. Di sinilah perlunya perencanaan.

Bila kita memiliki rencana yang matang dengan pengukuran yang jelas, maka siapapun pasti tertarik bekerja sama. Entah memberi masukan, mengajak menjadi mitra, memberi informasi tentang pendanaan, atau bahkan memberi kita pinjaman modal dengan bunga (baca: keuntungan) yang lunak dan sama-sama menguntungkan.

Oleh karenanya, tak salah bila ada kalimat: "Perencanaan bisnis adalah separuh dari keuntungan". Sebaliknya, berbisnis tanpa dimulai dari perencanaan dan perhitungan yang terukur, berarti telah mengalami setengah kerugian. Jika membuat planning saja kita tidak mampu, maka tahap selanjutnya, kita pun tidak akan mampu membuat administrasi yang baik. Keluar-masuknya uang juga akan amburadul. Kita merasa produk kita diterima pasar, tapi mengapa kita kok masih tetap belum memperoleh keuntungan? Jawabnya, sangat boleh jadi, itu akibat tidak adanya rencana.

Manusia hanya wajib berencana, dan Allah yang mentaqdirnya. Allah tidak akan merubah nasib seorang manusia atau sebuah bangsa, selama mereka tidak mau berubah. Dan, arah perubahan itu harus dimulai dari perencanaan.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar