20 Mei 2011

Aswaja itu apa sih?

 

Iseng-iseng, saat ngopi bareng temen-temen yang usianya masih relatif muda antara 17-25 tahunan, dengan memakai diksi sebuah surah dalam al-Quran, saya bertanya: "Aswaja. Tahukah kalian, apa sih Aswaja itu? Masihkah kalian belum tahu, apa itu Aswaja?".

Para generasi muda itu hanya menggelengkan kepala, tanda belum tahu. Beberapa di antaranya sempat berkata, "Iya, ya. Apa itu Aswaja. Kita sering mendengarnya, bahkan mengaku menjadi bagiannya, tapi kita tidak mengerti hakikat Aswaja".

Inilah fakta betapa pemahaman kita tentang Aswaja sangat minim atau bahkan nihil. Sungguh naif, memang, ketika aneka aliran dan pemikiran abu-abu datang silih berganti di tengah-tengah masyarakat kita, justru pemahaman tentang Aswaja yang itu sangat fundamental, malah ditinggalkan. Jelas, fenomena ini perlu diselidiki penyebabnya.

Jangan-jangan, pemahaman yang minim seputar Aswaja ini hanya gara-gara tidak menyebarkan informasi tentang Aswaja di kalangan generasi muda dan masyarakat pinggiran. Atau, boleh jadi, minimnya para penyuluh tentang Aswaja itu adalah akibat kesibukan para elit agama (baca: ustadz/kiai struktural) yang sibuk dengan politik sehingga umat, terlebih anak-anak muda, menjadi terabaikan. Atau, bisa saja hal ini adalah efek klasik yakni masalah ekonomi dan kesenjangan yang imbasnya juga pada minimnya intensitas dakwah dan pemahaman mengenai Aswaja.

Karena mereka begitu penasaran ingin tahu "Aswaja itu apa sih?", maka saya pun berusaha semampu mungkin menjelaskan sedikit demi sedikit, tentunya dengan bahasa cangkrukan yang mudah diterima.

Aswaja itu adalah kependekan dari "Ahlus Sunnah Wal Jamaah" yang secara etimologi (asal usul kata), terdiri dari 3 buah kata. Pertama, Ahl yang artinya: keluarga, golongan atau pengikut. Kedua, al-Sunnah yang berarti: segala sesuatu yang telah diajarkan Rasulullah saw. Maksudnya, semua yang datang dari Nabi, baik ucapan (qawl), perbuatan (fi'il) maupun pengakuannya (taqrir) dikategorikan Sunnah Nabi. Ketiga, al-Jamaah yakni apa saja yang telah disepakati para sahabat Nabi pada masa Khulafaur Rasyidun (Khalifah Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali).

Jadi, secara ringkas, Aswaja atau Ahlus Sunnah Wal Jamaah bisa didefinisikan adalah para pengikut sunnah Nabi Muhammad saw dan juga kesepakatan para sahabat Nabi di masa khalifah empat di atas. Dari sini, teman-teman saya tampak mengangguk-angguk, tanda mereka mulai mencerna kata demi kata. Agar tidak strees, kami pun menyeruput kopi panas nan nikmat.

"Mengapa mesti ada jamaah? Apa tidak cukup hanya Ahlus Sunnah saja?", tanya salah seorang sambil menghisap rokok dalam-dalam. "Oiya, mesti dengan Jamaah, sebab kata Jamaah ini didasarkan pada sabda Nabi juga, "Man Araada buhbuubatal jannah fal yazim al-jamaah", barangsiapa ingin merasakan hidup damai di surga, ikutilah jamaah", jawab saya.

Oleh karenanya, Syekh Abdul Qadir al-Jailani menegaskan dalam kitabnya, al-Ghunyah li Thalibi Thariq al-Haq (I/80), bahwa yang dimaksud Sunnah adalah apapun yang diajarkan Nabi Muhammad saw baik melalui ucapan, perbuatan maupun ketetapannya. Sedangkan Jamaah adalah sesuatu yang telah menjadi kesepakatan para sahabat Nabi Muhammad saw pada masa Khulafaur Rasyidun".

Lebih lanjut lagi, Syekh Abi al-Fadl bin Abdus Syakur menarik sebuah benang merah dalam kitabnya, al-Kawakib al-Lamma'ah (h.8), bahwa yang disebut Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah orang-orang yang selalu berpedoman pada Sunnah Nabi Muhammad saw dan jalan para sahabatnya dalam masalah akidah keagamaan, amal-amal lahiriyah serta akhlaqnya hati.

Selain kedua tokoh ulama di atas, mayoritas ulama yang kompeten di bidangnya, juga menyatakan hal yang sama. Ini artinya, rumusan tentang definisi di atas merupakan kaidah asasi yang pertama kali perlu dimengerti agar menjadi jelas apa dan siapa Ahlus Sunnah wal Jamaah itu?

"Break sebentar, mari kita ngopi dulu", kata teman saya. Sambil meneguk kopi, tatapannya mengarah ke dalam cangkir yang itu menunjukkan betapa ia tengah berusaha mencerna apa yang dimaksud dengan Aswaja. Maklum, term Aswaja akhir-akhirnya makin diperebutkan oleh beberapa kelompok. Luarnya mereka mengaku Aswaja, tapi sebenarnya, pemahaman dan visi-misi sangat jauh menyimpang dari Sunnah Nabi dan ijma' para sahabat. Mereka lebih mengunggulkan nalar pikirannya sendiri atau ideologi para pendiri pergerakannya daripada sumber asasi agama Islam (al-Quran, as-Sunnah, al-Ijma' dan Qiyas).

Di sisi lain, ada pula yang mengaku Ahlus Sunnah, namun di saat yang sama, malah menafikan Jamaah, menyalahkan para sahabat, menolak bermadzhab, menggugat ulama salaf dan menyalahkan para wali dan orang-orang tua terdahulu dalam mendakwahkan Islam secara kaffah. Inilah yang saya sebut Ahlus Sunnah Wal Bid'ah sesungguhnya!

"Terakhir, saya sudah mengerti apa dan siapa yang disebut Ahlus Sunnah Wal Jamaah? Namun, saya ingin penjelasan lebih tentang ciri-ciri orang-orang Ahlus Sunnah agar saya bisa membedakan siapakah yang disebut Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan kelompok lainnya. Terus terang, saya juga bingung mengapa semua orang mengklaim sebagai Aswaja padahal kelakuannya jauh panggang daripada api", ujar teman akrab saya itu.

"Wah, hebat juga kamu dan saya juga sepakat dengan pertanyaanmu. Aswaja, saat ini, bagaikan roti yang diperebutkan. Atasnama itu, dengan mudahnya sebuah kelompok bertindak semaunya, menghakimi seenaknya, dan melakukan gerakan berbahaya yang mengancam semua umat manusia. Benar-benar kejam, sadis, dan tidak tahu malu", kata teman lain dengan muka geram.

"Sabar, sabar, kang", kata kami berusaha meredam dan mencairkan suasana. Paling tidak, sebagai pembeda, ada 3 ciri khas yang dimiliki orang-orang Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Ketiga sikap inilah yang selalu diajarkan Rasulullah saw, para sahabat dan para ulama kita terdahulu.

Pertama, Prinsip al-Tawassuth (sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrem kanan). Hal ini didasarkan pada firman Allah, "Demikianlah, Kami jadikan kalian umat pertengahan sebagai umat yang adil dan pilihan agar kalian kelak menjadi saksi atau tolak ukur penilaian atas sikap dan perbuatan manusia pada umumnya, dan supaya Allah swt menjadi saksi atas kamu semua" (QS. Al-Baqarah: 153).

Kedua, Prinsip Tawazun (seimbang dalam segala hal, termasuk dalam penggunaan dalil aqli/rasional/logis maupun dalil naqli/tekstual). Prinsip ini sesuai firman Allah, "Sungguh, Kami telah mengutus para rasul Kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan Kami telah turunkan bersama mereka al-Kitab dan al-Mizan (neraca penimbang keadilan) supaya manusia dapat menegakkan keadilan" (QS Al-Hadiid: 25).

Ketiga, Prinsip al-I'tidaal (tegak lurus) berdasarkan firman Allah swt, "Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu para pembela kebenaran karena Allah dan saksi yang menegakkan keadilan. Jangan sampai kebencian kalian pada suatu kaum menjadikan kalian tidak berlaku adil. Berlaku adillah karena keadilan itu lebih mendekatkankan kepada taqwa. Bertaqwalah sebab Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan" (QS. Al-Maidah).

"Bagaimana, Anda hafal ketiga prinsip tadi, tawassuth, tawazun dan i'tidal. Inilah 3 ciri utama para penganut Ahlus Aunnah Wal Jamaah. Are you understand?".

Satu dua orang mengangguk dan mengaku hafal. Tapi, hampir semua belum puas dan tetap penasaran ingin tahu tentang Aswaja hingga ke akar-akarnya. Saya pikir, rasa keingin tahuan ini merupakan kekayaan yang mahal harganya. Bukankah salah satu syarat untuk memperoleh ilmu adalah "al-Hirsh" atau rasa penasaran, rakus, terus ingin tahu, dan tidak kenal menyerah. Justru saya sendiri yang akhirnya menghentikan obrolan di warung kopi itu.

"Ya sudah, kita lanjut kapan-kapan tentang penjelasan ketiga prinsip yang menjadi ciri Ahlus Sunnah Wal Jamaah".

5 komentar:
Tulis komentar
  1. perlu ada yang mengibarkan bendera, aku seorang moslem, tempatku jelas ada di sana. melakukan perintah kebenaran dan menjauhi larangan.titik.

    BalasHapus
  2. Benar, Mas Umar. Kita seorang muslim yang berserah diri kepada Allah swt, kita rela Allah sebagai tuhan, Nabi Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agama.

    BalasHapus
  3. jujur, baru detik ini (ketika membaca tulisan ini) aku mngerti bnar apa itu aswaja yg slalu disebut2 dlm pergerakan mahasiswa islam.

    BalasHapus
  4. Terima Kasih, Mas Jamaluddin Djavu, semoga bisa memberi pencerahan

    BalasHapus
  5. Saya belum mengerti pada bagian ini:
    ---------------------------------------------------------------------------
    "Di sisi lain, ada pula yang mengaku Ahlus Sunnah, namun di saat yang sama, malah menafikan Jamaah, menyalahkan para sahabat, menolak bermadzhab, menggugat ulama salaf dan menyalahkan para wali dan orang-orang tua terdahulu dalam mendakwahkan Islam secara kaffah."
    ---------------------------------------------------------------------------

    Apakah bisa dijelaskan lebih detail, kelompok mana yang seperti itu?
    Lalu seperti apa prakteknya yang dimaksud :
    - menafikan Jamaah,
    - menyalahkan para sahabat,
    - menolak bermadzhab,
    - menggugat ulama salaf dan
    - menyalahkan para wali.

    Terimakasih sebelumnya atas jawabannya.

    BalasHapus