19 Juni 2011

Rumah Bercahaya

 


Seorang saudara yang baru saja berpindah rumah, bertamu ke rumahku. Ia mengaku senang telah menempati rumah sendiri, meski menurut pengakuannya, status rumahnya itu masih kontak. Sebagai kepala rumah tangga yang menikah 3 tahun lalu itu, hal ini merupakan tangga awal membina keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah.

Memang, menjadi cita-cita kebanyakan orang, apabila telah menikah, ia akan melepaskan diri dari rumah orang tuanya. Ia harus mandiri. Sementara orang tua, terutama wali dari anak gadis yang telah disunting menantu, terkadang masih berat melepas anaknya. Keberatan orang tua semacam ini, wajar dan lumrah. Terlebih lagi, jika keadaan ekonomi putra-putranya masih labil. Jelas, hal itu menjadi pikiran orang tua.

Dalam Islam, tidak ada aturan tentang keharusan berumah tangga dalam arti memiliki rumah sendiri secara mandiri dan harus lepas dari orang tua. Islam juga tidak mengatur apakah suami harus ikut isteri ataukah isteri ikut suami? Semua dikembalikan pada hasil ijtihad dan musyawarah di antara dua keluarga. Kesepakatan yang baik demi kemaslahatan bersama itulah yang menjadi cita-cita Islam dalam mewujudkan keluarga sejahtera.

Kembali tentang masalah rumah yang baru ditempati. Saudara saya itu mengaku agak khawatir tinggal di rumah baru. Pasalnya, katanya, rumahnya masih "kosongan". Saya pun pura-pura tidak mengerti dan bertanya: "Apa yang sampeyan maksud dengan kosongan ini?". "Ya kosongan, tidak ada penangkalnya", katanya.

Dari jawabannya, saya tahu bahwa tebakan saya benar tentang maksud dari term "kosongan". Dengan bercanda, saya pun menjawab, "Yah, kalau masih kosongan, harus diisi. Misalnya, diisi perabot rumah tangga seperti: tv, kulkas, lemari, lukisan, dan sebagainya". "Wah, bukan itu yang saya maksud. Saya kepingin rumah saya ini diberi ajimat atau semacam penangkal supaya aman dari mara bahaya dan kejahatan orang lain", kata sahabat saya itu.

Sebuah rumah, menurut sabda Nabi, akan terang benderang penuh cahaya, apabila disinari oleh 2 hal. Rasulullah saw bersabda, "Nawwiruu buyutakum bis sholaah wa qiroatil qur'an". Kita diperintahkan supaya menghiasi rumah kita dengan 2 hal.

Pertama, Shalat. "Terangi rumahmu dengan shalat", titah Nabi. Shalat akan mendorong seluruh anggota keluarga untuk selalu mengingat dan hanya menyembah Allah. Dengan begitu, semua akan tercegah dari perbuatan keji dan ingkar. Seorang muslim yang shalat, ia akan memiliki jiwa bersih dan hanya berserah diri kepada Allah, sehingga apabila anggota keluarga ditimpa masalah, dengan sangat mudah diselesaikan dengan cara-cara Islami. Yakni, melalui dialog atau musyawarah dengan kepala dingin demi mencapai win-win solution atau kesepakatan yang memuaskan bagi semua pihak.

Kedua, al-Qur'an. "Dan, sinari rumah kalian dengan membaca al-Qur'an", sabda Nabi. Bagaimana pun juga, al-Quran sebagai firman Allah dan mukjizat terbesar bagi Nabi dan seluruh umatnya merupakan senjata paling ampuh. Ia bukan sekedar kitab tuntunan ibadah sehari-hari belaka, tapi juga berperan sebagai penangkal mara bahaya. Al-Quran mampu mencegah seseorang dari perbuatan musyrik, bohong, khianat dan sebagainya. Bila maknanya diresapi, al-Quran bisa menjadi obat pelipur lara, penghibur di saat duka, teman saat suntuk, sekaligus mengembalikan semangat hidup.

Kedua hal di atas -shalat dan al-Quran- seharusnya menjadi prioritas utama bagi keluarga dalam menghiasi rumahnya. Rumah yang terang benderang dengan cahaya shalat dan al-Quran, akan sangat berkilauan di langit. Penduduk langit seperti malaikat akan terpukau dengan keelokan dan keasrian rumah tersebut, meski secara fisik, tampak sederhana.

Kita bisa merasakan rumah yang dihiasi oleh penghuninya dengan shalat dan al-Quran, saat kita masuk ke dalamnya. Serasa teduh, dingin, betah dan menyenangkan. Berbeda dengan rumah yang hanya dibuat maksiat. Rumah yang kering dari bacaan al-Quran, rumah yang penghuni bukan ahli shalat, meski terisi perabotan mewah dan fasilitas lengkap, namun ketika berada di dalamnya, justru hati kita semakin terjauhkan dari dzikir kepada Allah. Hati dan pikiran kita malah teracuni oleh sifat keduniawian dan syahwat. Kita hanya terpedaya dengan keinginan demi keinginan untuk memiliki perabotan yang kita saksikan. Dan, tanpa kita sadari, rumah terdalam kita, yakni hati, telah terkontaminasi dengan berbagai penyakit seperti: iri, dengki, hasut, cemburu, dan sebagainya.

Bagaimana? Sudahkah kita menghiasi rumah kita dengan shalat dan al-Qur'an? Jika dirasa kurang, mari bersama-sama mendesain rumah bercahaya.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar