28 Agustus 2009

Tentang Status Amil Zakat

 


Definisi Amil Zakat (QS. 9:60), menurut ulama fiqh, adalah orang2 atau petugas yang diangkat oleh Imam/Penguasa Islam atau Qadhi/hakim untuk memungut, mengurus dan menyalurkan zakat, baik zakat fitrah atau maal. Amil Zakat yg telah didaulat oleh Imam/Qadhi, posisinya sama dengan mustahiq. Sebab, pada hakekatnya, mereka adalah wakil mustahiq. Karenanya, petugas Amil Zakat termasuk dari 8 golongan yang berhak menerima zakat. Hak zakat yg diterima mereka pun diukur sesuai dengan "ujrah mitsil" atau upah minimum harian yg biasa berlaku, tidak boleh lebih.

Bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Siapakah Imam/Qadhi tersebut sebab Indonesia bukan negara Islam? Apa status, hak dan kewajiban Amil-amil Zakat yg tidak diangkat oleh Imam/Qadhi? Untuk menjawab ini, ada beberapa hal yang perlu dicermati.

Pertama; Imam adalah penguasa negara Islam yang semua hukumnya disesuaikan dengan hukum Islam (fiqh muamalat). Imam berhak mengangkat Amil Zakat dan hanya petugas/badan yg telah di-SK oleh Imam yang bisa disebut Amil Zakat. Selain imam, ada qadhi atau hakim yaitu orang yang juga diberi wewenang mengangkat Amil Zakat sekalipun bukan di sebuah negara Islam. Dalam kondisi Indonesia yang mana pemerintahannya -menurut para ulama- disebut "waliyyul-amri bis-syaukah", maka Depag RI berposisi sebagai Qadhi/Hakim. Jadi, jika ada organisasi penyalur zakat telah dibentuk/disahkan Depag RI, maka dialah yang disebut dengan Amil Zakat.

Kedua; Badan Amil Zakat, panitia, organisasi atau apapun namanya yang ada di Indonesia, bila mereka tidak diangkat oleh Imam/Qadhi (baca: Depag RI), maka status mereka bukanlah Amil Zakat! Panitia penyalur zakat yg dibentuk oleh Takmir Masjid, Ponpes, Kampus, Sekolah, Ormas Islam, atau lainnya, status mereka bukan Amil Zakat. Untuk membedakannya, panitia/badan zakat yg bukan Amil Zakat bentukan Imam/Qadhi (Depag) itu saya sebut saja dengan "Penyalur Zakat".

Ketiga; Sebagai konsekwensi perbedaan antara Amil Zakat (Bentukan Depag) dan Penyalur Zakat adalah bahwa Amil Zakat adalah "Wakil Mustahiq" (orang yg berhak menerima zakat). Jadi mereka berhak mengambil harta zakat sebatas ujrah atau bayaran atas pekerjaaannya. Sedangkan Penyalur Zakat yang bukan dibentuk Depag RI mereka adalah "Wakil Muzakki" (orang yg membayar zakat). Tak ubahnya seperti misalnya saya sebagai muzakki menyuruh teman untuk menyalurkan zakat fitrah saya kepada fakir-miskin. Maka, teman saya itu bukan Amil Zakat. Ia tidak berhak mengambil sebutirpun dari beras zakat fitrah saya. Ia hanya wakil saya sebagai muzakki. Demikian juga dengan panitia/badan/organisasi penyalur zakat yang "ilegal" (Tidak diangkat secara resmi oleh Pemerintah/Depag), maka mereka bukan Amil Zakat. Mereka hanya petugas sukarelawan yang dengan tulus ikhlas membantu orang-orang kaya (muzakki) menyalurkan zakatnya.

Maka dari itu, Penyalur Zakat itu tidak berhak mengambil sedikitpun dari harta zakat. Mereka tidak berhak menerima zakat atasnama Amil. Segala biaya operasional zakat juga tidak boleh diambil dari uang zakat. Biaya transportasi, pembukaan rekening bank, beli timbangan, tas kresek, stempel, plakat, brosur dan lain sebagainya tidak boleh diambilkan dari harta zakat. Apalagi untuk gaji para penyalur zakat. Gaji mereka tidak boleh diambil dari harta zakat.

Dengan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa persamaan antara Amil Zakat dan Penyalur Zakat bisa jadi terletak pada tata menejemen organisasi dan deskripsi kerja saja. Tapi perbedaan antara Amil Zakat dan Penyalur Zakat terletak pada: 1) Status Legalitas Pengangkatan oleh Qadhi/Depag atau tidak, 2) Amil Zakat adalah wakil mustahiq, jadi mereka berhak menerima zakat sebesar ujrah mitsl. Sedangkan Penyalur Zakat adalah wakil muzakki sehingga mereka tidak berhak menerima zakat sepeser pun.

Oleh sebab itu, jika badan/panitia zakat belum diangkat oleh Depag RI sebagai petugas negara yg sah, lebih baik mereka memposisikan diri sebagai LSM atau petugas sukarelawan yang ikhlas bekerja untuk umat. Bila tidak mau, mereka berhak mengajukan diri kepada Depag RI untuk diangkat sebagai Amil Zakat.

Untuk hal ini, lebih baik Depag RI membuat standariasasi atau semacam akreditasi atau sertifikasi untuk menguji kelayakan badan zakat atau orang-orang yang mengajukan diri itu. Hanya saja untuk program ini, saya khawatir hanya akan menjadi proyek semu yang ujung-ujungnya untuk mengambil keuntungan pribadi/golongan, sedangkan para mustahiq atau orang-orang yang berhak menerima justru tetap terlantar dan nasib mereka tetap tidak bisa terangkat oleh daya ekonomi zakat. 

Wallahu A'lam

7 komentar:
Tulis komentar
  1. setuju dengan tulisan ini
    tapi sekarang menjamur panitia zakat yang menamakan diri sebagai amil.......padahal panitia itu menamakan dirinya sebagai amil....(biar dapat bagian zakat????)

    BalasHapus
  2. benar, mungkin saja panitia itu tidak mengerti statusnya sendiri sehingga mereka menyebut/menganggapnya termasuk dalam jajaran mustahiq,
    trims

    BalasHapus
  3. Kalau boleh tau....ta'birnya/ refrensinya mhn di cantumkan berkaitan deng hal tsb

    BalasHapus
  4. aku sih kurang setuju jika panitia zakat tidak diberi bagian atas zakat sebab, negara ini bukan negara islam dan kenyataan di desa-desa tiak ada yang namanya amil di tunjuk pemerintah, kalau demikian orang awam akan zakat siapa yang mengurusi pasti tak sesuai sasaran sedang orang yang tahu ilmu zakat kalau tidak dapat lisensi pemerintah tidak sah jadi amil, lalu siapa yang mau mengurusi zakat ini, kan bisa kacau jadinya, tolong direnungkan jangan hanya terpaku pada teks, tapi apa maksud amil itu secara umum dan bisa diterima masyarakat, memang idealnya ditunjuk pemerintah, tapi buktinya pemerintah diam aja?

    BalasHapus
  5. Tenang, masih ada solusi. Panitia yg tidak ditunjuk oleh pemerintah, jelas bukan Amil spt yg dimaksud dalam al-Quran dan teks-teks fiqih. Oleh karenanya, sebaiknya penitia bentukan takmir atau bentukan swadaya tersebut dipilih dari kalangan faqir-miskin. Nah, mereka nanti berhak atas bagian zakat, tapi "BUKAN ATASNAMA AMIL". Mereka berhak dapat zakat "ATASNAMA STATUSNYA sebagai FAQIR atau MISKIN".

    Demikian, semoga menjadi solusi

    BalasHapus
  6. Gampang minta d sk kan oleh lazisnu ato baznas dll yg berwenang, inti berbuat pakai ilmu biar d terima, stju dg ilmu d atas sdah sesuai

    BalasHapus
  7. Benar diantara panitia ada musthiq dimana mustahil nanti diberi upah yg sesuai dgn jumlah panitia, jd masang panitia dapat ujroh misil

    BalasHapus