3 September 2011

Beda Afwan & Shafhan

 


Di sela-sela lebaran, di tengah suasana saling memaafkan, ada orang bertanya, "Saya telah bermaaf-maafan dengan seseorang yang pernah menyakiti hatiku. Dengan lantang dan senyum, saya pun telah memaafkannya. Tapi mengapa, saya belum juga bisa melupakan kesalahannya?".

Saya kira, pertanyaan orang itu juga sering dialami oleh kita. Dalam lisan dan tulisan, kita memaafkan orang yang mengambil hak kita atau pernah melukai perasaan. Tapi, pada dasarnya, di dalam otak bawah sadar kita dan di dalam lubuk hati paling dalam, kesalahan orang itu belum juga hilang. Bahkan, setelah melewati lebaran bertahun-tahun, kita pun masih belum bisa melupakannya.

Bukan hanya melupakan, dalam beberapa kesempatan, kita pun sering menyebut kesalahan orang itu di hadapan orang lain. Sehingga, pada setiap lebaran tiba, kesalahannya memang secara lahiriyah kita maafkan, tapi noda itu masih membekas dalam jiwa kita. Ada apa sebenarnya?

Inilah perbedaan antara "al-Afwu" dan "al-Shafhu". Dalam al-Quran, Allah memerintahkan kepada kita, "Fa'fuu washfahuu". Yang artinya, maafkan dan bukalah lembaran baru. Jadi, sangat beda antara "afwan" (maaf) dan "shafhan" (membuka lembaran baru).

Perbedaan itu sama dengan ketika kita menghapus coretan di kertas. Dengan afwu, bekas tinta itu masih belum bersih sepenuhnya, meski kita menghapusnya berkali-kali. Lain halnya, jika kita membuka lembaran baru. Pasti, yang kita temukan adalah kertas kosong yang putih, bersih dan jernih. Bekas coretan pasti tidak kelihatan lagi.

Karena itu, jika di hari lebaran ini, kita hanya sebatas pada "afwu" memberi maaf saja, tanpa membuka lembaran baru, jelas kesalahan orang lain tidak bisa sirna dari ingatan dan hidup kita. Ketika itu yang terjadi, maka sebenarnya, kita belum benar-benar bersih seperti bayi yang terlahir kembali.

Tatkala kita bisa melupakan dan sama sekali tidak ingat kesalahan orang lain, dan yang ada hanyalah masa depan yang cerah, maka itulah sebenarnya orang yang 'aidzin (kembali ke fitrah) dan faizin (orang yang menang karena mampu membuka lembaran hidup baru). Lain halnya, jika kita masih belum bisa melupakan, atau bahkan di waktu-waktu yang akan datang, dengan mudahnya kita mengungkap kembali kesalahan saudara kita, maka sesungguhnya hari yang kita rayakan saat ini adalah perayaan semu yang belum sampai ke puncak kemenangan.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar