13 Februari 2012

Ingin Bersama Nabi

 


Pagi yang cerah. Matahari bersinar terang. Debu-debu padang pasir menari dihempas angin sepoi-sepoi. Suasana begitu damai. Satu demi satu, orang berlalu lalang melintasi masjid Sang Nabi. Ada yang berjalan kaki. Ada pula yang naik unta. Mereka ada yang hendak ke pasar, ke rumah kerabatnya, dan sebagainya.

Nabi pun bersiap-siap hendak ke luar rumah. Berdandan rapi seperti biasanya. Jubah putihnya bersih, tapi lebih bersih wajah beliau yang sinarnya melebihi purnama.

Tiba-tiba, dari arah kejauhan, tampak seseorang berlari tergopoh-gopoh. Pria itu sedang menuju kediaman Nabi. Rupanya, ia tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bertemu Sang Nabi yang amat ia kagumi.

Melihat ada pria berlari menuju ke arahnya, Baginda Rasul terdiam. Beliau berdiri kokoh dengan maksud menunggu pria itu datang. "Siapakah gerangan pria yang berlarian itu?"

Tepat di depan Nabi, pria itu menghentikan langkahnya. Nafasnya terengal-engal. Kedua pergelangan tangannya masing-masing memegang lutut. Jelas, pria itu sedang kelelahan hingga ia tak sanggup berkata-kata sedikitpun.

"Oh, kamu, Tsuwaiban. Tenang, tenang", kata Nabi.

Belum sempat pria itu berkata, Nabi bertanya, "Ada apa denganmu? Apakah kamu sakit?".

"Tidak, Ya Rasul. Saya baik-baik saja", jawab pria setengah baya itu.

"Tapi, wajahmu kok kelihatan pucat. Ada perlu apa hingga kamu kesini dengan tergesa-gesa?", tanya Nabi, mengkhawatirkan kondisi sahabatnya itu.

“Saya baik-baik saja, Ya Rasul. Hanya saja, semalam tidak bisa tidur. Ada satu hal yang saya pikirkan dan masalah itulah yang membuatku tidak bisa memejamkan mata sepanjang malam”, kata Tsuwaiban.

“Apa masalahmu?”, tanya Sang Nabi.

“Yang saya pikirkan adalah kelak di akhirat. Saat itu, Anda Ya Rasul, pasti berada di derajat paling tinggi. Anda pasti berada di surga bersama para nabi dan rasul yang mulia. Anda akan bersama orang-orang yang dimuliakan Allah di level tertinggi”. “

“Sementara itu, saya ini siapa? Karena itu, saya khawatir kelak tidak bisa lagi bersama Anda, Ya Rasul. Saya takut kebersamaan saya dengan Anda ini hanya saat di dunia, sementara nanti di akhirat, tidak lagi melihat indah wajahmu, Ya Rasul. Inilah yang menyiksa saya sepanjang malam”.

Demikian panjang lebar Tsuwaiban memaparkan alasan mengapa ia tidak bisa tidur hingga wajahnya pucat pasi meski pagi begitu cerah.

Nabi terdiam, memandang sahabatnya itu dengan penuh kasih sayang.

Tsuwaiban kembali berkata, “Ya Rasulullah, kekasihku. Sehari saja aku tidak melihat dirimu, maka aku merasa ada yang kurang dalam hidupku. Akankah kebersamaan dan keindahan ini terus berlanjut hingga di akhirat”.

“Tenang, sahabatku. Siapapun yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, dijamin ia pasti akan bersamaku, bersama para nabi dan orang-orang shalih”.

Lantas, turun firman Allah swt dalam surah al-Nisa’ ayat 69 dan 70 sebagai respon terhadap siapapun yang merindukan Allah dan Rasul-Nya, yang ingin terus mencintai, melihat dan ketemu Sang Nabi.

“Dan, barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah. Yakni, bersama para nabi, para siddiqin, para syuhadak dan para shalihin. Mereka itulah sebaik-baik teman. Inilah keutamaan dari Allah. Cukuplah Allah Yang Maha Tahu”.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar