24 Maret 2012

Takdir BBM

 


Beda dengan era Pak Harto, meminjam judul lagunya Dewi Persik, "diam-diam....diam-diam" harga BBM di era orde baru saat itu langsung dinaikkan tepat pukul 00.00 WIB. Maka, ketika rakyat bangun tidur, mereka langsung menemukan harga BBM naik.

Sebelum keputusan itu didok, sudah ada sedikit pemberitahuan akan naiknya harga bahan bakar minyak, tapi kapannya tetap dirahasiakan pemerintah. Meski sekilas kebijakan ini terlihat tidak demokratis dan terkesan otoriter, tapi paling tidak, dapat mencegah penimbunan BBM yang akhir-akhir ini marak jelang kenaikan harga BBM.

Kini, di era SBY, jauh-jauh hari sudah diketahui tanggal kenaikan harga BBM. Akibatnya, tidak sedikit orang yang lalu berbuat curang dengan cara menimbun, mengoplos, menyelundupkan dan menaikkan harga-harga barang maupun jasa lainnya. Hal ini mereka lakukan sebagai antisipasi naiknya BBM seperti yang dilakukan para sopir Bus dan Angkutan Umum, para penjual bensin eceran yang juga diikuti para pedagang lainnya yang khawatir semua harga akan melambung tinggi pasca naiknya BBM nanti.

Kecurangan-kecurangan itu adalah akibat mereka telah tahu kapan akan terjadi naiknya harga BBM. Tak salah bila ulama tasawuf, misalnya, telah mengatakan: "Ada hikmah yang luar biasa dibalik tersembunyinya takdir". Artinya, bila kita tahu apa yang akan terjadi esok, atau kapan peristiwa yang tidak mengenakkan itu akan terjadi, maka kebanyakan manusia tidak kuat menanggung pengetahuannya sendiri.

Terlepas dari pro-kontra kenaikan harga BBM, yang jelas, posisi bahan bakar minyak saat ini sedang menjadi urat nadi dunia. Sampai-sampai, negara Indonesia ini, menurut pemerintah, akan bangkrut dan jatuh miskin total, bila harga BBM tidak dinaikkan.  Selain itu, setelah distudi banding, ditemukan bahwa harga BBM di Indonesia ini adalah yang paling murah di antara negara-negara Asia lainnya.

Artinya bahwa, jika selama ini harga premium hanya 4.500 perak, padahal normalnya harus 6.000-7.000, maka berarti selama ini pula Pemerintah telah mensubsidi harga BBM. Sebenarnya sih, lebih tepatnya bukan mensubsidi, tapi mengalokasikan anggaran negara dalam jumlah lebih besar hanya untuk kebutuhan BBM.

Karena tekanan harga BBM luar negeri yang kian melambung dan subsidi (baca: alokasi) yang dinilai salah sasaran itulah, maka BBM mau tidak mau, harus dinaikkan demi kesejahteraan rakyat. Ini kata pemerintah.

Seharusnya, pemerintah terus memberi penjelasan dengan bahasa yang mudah diterima rakyat di segala kalangan, bukan hanya di mata analisis atau komentator saja. Komunikasi ini perlu agar timbul kesadaran. Bila rakyat mengerti duduk persoalannya dan mereka paham perkara berat yang dihadapi bangsa, kita semua yakin, rakyat kita akan dengan ikhlas menerima kenaikan harga BBM. Sebab, rakyat kita telah terbiasa menderita.

Ada sebuah pernyataan, masih terkait kenaikan harga BBM, yang tidak bisa atau sulit dicerna oleh nalar pikiran dan logika masyarakat awam. Yakni, "Kenaikan harga BBM ini perlu demi kesejahteraan rakyat".

Pernyataan ini jelas sulit diterima rasio orang awam. Mereka akan bertanya-tanya: "Bagaimana mungkin, bila bensin naik, kita malah akan makin sejahtera?" Jika memang statemen benar dan pemerintah yakin akan hal itu, maka naikkan saja harga BBM setinggi-tingginya, jika itu dapat mensejahterakan rakyat!

Pertanyaan rakyat ini yang harus dijawab Pemerintah dengan sejelas-jelasnya, dengan bahasa yang mudah dan meyakinkan. Bila perlu, dilengkapi data-data akurat. Kita yakin, pemerintah tahu dan bahkan sebagian kecil rakyat kita paham bahwa kenaikan harga BBM nanti akan bisa mensejahterakan rakyat. Sebab, dana untuk mensubsidi harga BBM selama ini yang untuk "nalangi", bisa dialokasikan ke sektor lain yang langsung memberi manfaat mensejahterakan rakyat.

Hanya saja, penjelasan semacam ini kurang memuaskan. Rakyat juga akan kembali bertanya-tanya: "Terus, dana itu dialokasikan kemana? untuk apa? bahkan yang lebih ekstrem, untuk siapa?" Sebab, jangan-jangan dana itu nantinya malah dikorup seperti yang terjadi pada sektor pajak. Rakyat dihimbau bayar pajak, pajak dan pajak dengan slogan "Bayar Pajak, Rakyat Bijak", eh ternyata, setelah pajak dibayar, yang menikmatinya malah oknum pejabat pajak sendiri. Terlalu!

Subsidi untuk BBM selama ini, setelah ditinjau, ternyata hanya dinikmati oleh mereka yang memiliki kendaraan seperti mobil dan motor yang notabene-nya menurut penilaian umum "Yang punya mobil dan motor, berarti orang kaya atau mampu". Benarkah demikian? Jika memang benar, berarti subsidi itu memang salah sasaran.

Tapi masalahnya, ternyata tidak semua yang punya motor adalah orang kaya. Sebab, di zaman seperti sekarang, hanya dengan uang muka 500 ribu, orang bisa beli motor secara kredit atau potong gaji. Buruh-buruh pabrik yang merasa miskin pun juga bisa beli motor. Bahkan, preman, pengemis, hingga pelajar sekolah SD bisa punya motor.

Dengan kata lain, di satu sisi pemerintah bingung dengan harga BBM, tapi di sisi lain, pemerintah membiarkan para produsen mobil dan motor menjual ratusan ribu kendaraan tiap tahun. Akhirnya, konsumsi BBM meningkat dan jalanan makin macet.

Mestinya, harus ada keberanian dan ketegasan untuk membatasi. Batasi subsidi, batasi produksi dan penjualan kendaraan asing di Indonesia, batasi kepemilikan kendaraan bermotor, batasi penggunaan BBM, dan kebijakan lain yang tidak saling berbenturan.

Meski kata "membatasi" ini kurang enak di era "kebebasan demokrasi" saat ini, tapi inilah takdir BBM. Demi kesejahteraan rakyat dan menyelamatkan negara, kita harus membatasi diri untuk tidak berlebih-lebihan dan tidak berbuat bebas memperturutkan nafsu. Berdemo pun harus rela membatasi diri agar tidak emosi dan tidak anarkhi. Demikian pula dalam menyambut akan naiknya harga BBM nanti, semua pihak harus membatasi diri untuk tidak menambah ruwet masalah bangsa.

Inilah takdir, takdir BBM.

2 komentar:
Tulis komentar
  1. yah emang hrsnya pemerintah tegas utk membatasi penjualan motor baik second ataupun yg baru,krn motor yg paling banyak digunakan orang indonesia.membatasi dgn cara membeli cashtidak boleh kredit,dan membatasi pembelian mobil,satu rumah hanya punya 1 mobil maximal,dgn memberi max 1 plat nomor kendaraan ditiap rmh,spt dinegara singapore dan china,yah pemerintah hrsnya bisa meniru kebijakan pemerintah negara lain

    BalasHapus
  2. terima kasih atas kunjungannya, usul yang lugas dan bagus sbg masukan bagi pemerintah. Semoga mereka dengar dan laksanakan!!

    BalasHapus