27 Mei 2012

Perempuan Masjid

 


Dalam al-Quran, satu-satunya perempuan yang diceritakan sebagai hamba Allah yang terus-menerus beribadah sambil mengabdi di tempat ibadah adalah Siti Maryam. Ibunda Nabi Isa itu, sejak muda hidupnya telah diwaqafkan untuk mengabdi di tempat ibadah. Sehari-hari, beliau berdiam diri di mihrab hingga keajaiban demi keajaiban datang bertubi-tubi.

Salah satu keajaiban yang diabadikan dalam al-Quran adalah bagaimana Siti Maryam yang dalam bahasa Ibrani dikenal Maria itu, setiap hari mendapati makanan telah tersedia di mihrab, tempat ia beri'tikaf. Tanpa harus belanja ke pasar atau memasak, tiba-tiba rizeki itu telah ada dengan sendirinya atas izin Allah swt.

Melihat keajaiban ini, ayahnya tampak heran dan bertanya-tanya, darimana gerangan makanan itu? Siti Maryam cuma bisa menjawab, "Ini rizeki dari Allah".

Mengagumkan! Inilah bukti bahwa seseorang yang telah mewaqafkan dirinya demi tempat ibadah, pasti Allah sebagai pemilik rumah, tidak akan tinggal diam. Dia Yang Maha Kuasa jelas akan menjamu dan memuliakan orang tersebut.

Selain itu, yang lebih mengagumkan lagi, ternyata sosok mulia itu yang namanya begitu diharumkan al-Quran (baca: Siti Maryam) adalah seorang perempuan. Bukankah sangat amat langka ada perempuan menjadi aktivis masjid yang dengan sepenuh hati  mengabdikan diri untuk rumah Allah? Apalagi, tirakat ini telah dijalani Siti Maryam sejak muda beliau.

Tak heran bila kemudian, dari rahim perempuan mulia seperti ini, lahir bayi yang mulia juga, yakni seorang nabi. Dialah Isa bin Maryam. Artinya bahwa, peran seorang perempuan sangat vital dalam membentuk generasi penerus yang handal dan berkualitas.

Pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah pentingnya sosok perempuan yang hatinya selalu terikat dengan masjid yang merupakan rumah Allah. Dalam konteks kekinian, tidak harus ada perempuan-perempuan yang menjadi biara di masjid dan sehari-hari menetap di mihrabnya. Namun, paling tidak, sebuah masjid perlu dukungan maksimal dari ibu-ibu, para perempuan dan pemudi yang ikhlas berkarya dan mengabdi demi memakmurkan masjid Allah.

Inilah yang sepatutnya menjadi bahan renungan. Mengingat, masjid-masjid yang ada di sekitar kita, sudah mulai jarang dipenuhi kaum perempuan kecuali hanya saat shalat tarawih dan hari raya. Sementara itu, pada saat shalat fardlu sehari-hari, atau ketika pengajian digelar di masjid, peminatnya dari kaum perempuan sangat minim. Jika pun ada, kebanyakan adalah perempuan yang sudah tua atau janda-janda saja.

Perempuan yang disebut aktivis saat ini hanya dilihat dari peran dan keberaniannya saat turun jalan, berdemontrasi, memperjuangkan dan meminta hak-haknya, mensetarakan gendernya saja melalui orasi, diskusi atau seminar. Perempuan aktivis yang dinilai aktif adalah yang berkarier, punya pekerjaan dan penghasilan sendiri, dan sebagainya.

Mereka itu baik dan tidak salah. Hanya saja, keberadaan ibu-ibu atau perempuan yang istiqamah shalat berjamaah di masjid, hati dan pikirannya selalu terikat dengan rumah Allah, peran mereka inilah yang jarang diapresiasi. Padahal, para ibu-ibu itu tengah berjuang keras menampilkan teladan yang baik bagi anak-anak dan keluarganya.

Sayangnya, peran perempuan dan ibu-ibu yang terikat hatinya dengan masjid, kini sudah jarang ada. Terutama, ibu muda dan kaum remajanya sudah jarang ke masjid. Sungguh, ini memprihatinkan!

Melalui tulisan ini, mari masjid Allah dijadikan sebagai pusat peradaban, dan mendesain sebuah peradaban yang mulia dan maju, dibutuhkan peran ibu-ibu dan kaum perempuan. Mengingat, di bawah telapak kaki mereka lah, surga yang indah. Nirwana ini, sesungguhnya bisa juga diwujudkan di dunia melalui rumah Allah, masjid.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar