11 Juni 2012

Dari Habib Alwi ke Habib Sholeh

 


Meski Masjid Muritsul Jannah Kotalama Malang berada di tengah perumahan padat penduduk, tepatnya di dalam kampung blok muris, namun, jika melihat data sejarah tentang para ulama yang pernah singgah di sana, bisa dikatakan masjid ini memiliki poin lebih.

Pasalnya, tidak sedikit para ulama dan kiai pernah turut andil membina dan memberi pencerahan di masjid yang tahun 2012 ini akan direnovasi. Di antaranya, KH Abdullah Sattar Hilmi (Gondanglegi), KH Yahya (Gading), Kiai Kiromun (Kotalama), KH Abdus Syakur (Tanjung), KH Hamid Umar (Kidul Pasar), KH Hasyim Mudzadi (PBNU), Habib Alwi Al-Aydrus (Tanjung) hingga kini KH Basori Alwi (Singosari) dan Habib Sholeh Al-Aydrus (Malang).

Melihat sederet nama besar di atas pernah singgah di Masjid Muritsul Jannah, maka tak heran bila di tahun 1980an, masjid ini dikenal sebagai masjid jamik-nya warga Kelurahan Kotalama Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. Sebuah masjid yang disegani dan menjadi kiblat bagi masjid-masjid di sekitarnya.

Menyebut nama Habib Alwi Al-Aydrus, pasti nama ini sudah tidak asing lagi bagi warga Malang. Beliau adalah sosok ulama yang alim dan menguasai berbagai bidang studi agama Islam, terutama dalam hal fiqih. Semasa hidupnya, Habib Alwi rujukan bagi para kiai dan "kitab berjalan" bagi umat dalam meminta fatwa atau keputusan hukum tentang suatu permasalahan agama.

Suatu hari, H. Suyuti sebagai takmir masjid, bersama KH Mustaid Imron sebagai tokoh kiai di kampung, keduanya berinisiatif untuk mendatangkan Habib Alwi al-Aydrus supaya berkenan mengisi pengajian secara rutin di Masjid Muritsul Jannah. Namun, melihat "jam terbang" Habib Alwi yang cukup padat dan kegiatan mengajar beliau di ndalemnya yang hampir non-stop, keinginan itu awalnya sempat meragukan.

"Akankah Habib Alwi bersedia?" Pertanyaan ini menyelimuti para pengurus takmir yang saat itu benar-benar berharap Sang Habib berkenan memberi pengajian rutin. Selain jadwal beliau yang padat, saat itu, daerah Kebalen Wetan masih dikenal dengan "Zona Remang-remang". Ada sekitar 7 hotel yang berdiri di pinggir jalan Kebalen dan semuanya bisnis esek-esek.

Apakah dengan faktor di atas, Habib Alwi bersedia ke Masjid Muritsul Jannah? "Kita harus mencoba. Besok pagi, kita berziarah dan matur ke beliau", ucap Kiai Mustaid memberi semangat. Akhirnya, pagi bakda subuh, Kiai Mustaid ditemani H. Suyuti bertamu ke rumah Habib Alwi untuk menyatakan maksud tersebut.

"Wah, Pak Haji... Jadwal saya ini sebenarnya padat. Kalau pengajian rutin di Masjid Muris seminggu sekali, maaf saya tidak bisa. Tapi, kalau sebulan sekali, insya Allah, saya sanggup demi dakwah di Kebalen Wetan", jawab Habib Alwi.

Akhirnya, Habib Alwi pun secara istiqamah mengisi pengajian rutin tiap Jumat Pertama di awal bulan yang diselenggarakan bakda Maghrib hingga Isyak. Setelah shalat Isyak berjamaah, beliau dijamu oleh takmir sambil meladeni para jamaah yang hendak bertanya tentang masalah agama dan pribadi. Usai dari Kebalen Wetan, beliau berangkat ke masjid di Buring Kedungkandang untuk meneruskan pengajian di sana.

Sungguh beruntung, Masjid Muritsul Jannah pernah disinggahi Habib Alwi al-Aydrus, sosok ulama besar di Malang yang namanya bahkan di segani di kalangan para kiai dan ulama. Saat beliau dipanggil oleh Allah swt sekitar tahun 1996, langit kota Malang mendung. Tangis umat membanjiri bumi Arema. Akankah ada penerus dan pengganti Habib Alwi al-Aydrus?

Berbeda dengan manusia pada umumnya. Bila seorang kiai atau ulama meninggal dunia, penggantinya yang sepadan atau paling tidak, penerusnya, belum tentu langsung ada pada saat itu juga. Lain dengan sepeninggal pejabat, wakil dan penggantinya sudah siap bahkan berebut kursi yang ditinggalkannya.

Ternyata benar, pertanyaan di atas baru 10 tahun kemudian. Tepatnya, saat Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim al-Aydrus berkenan memberi pengajian rutin di Masjid Muritsul Jannah sebulan sekali, tiap Jumat Kliwon, bakda Maghrib hingga Isyak. Habib Sholeh ingin meneruskan perjuangan Habib Alwi al-Aydrus di kampung Kebalen Wetan Blok Muris Kotalama Malang.

Yah, untuk melanjutkan perjuangan Habib Alwi dan dakwah di Masjid Muritsul Jannah, Habib Sholeh secara istiqamah berkenan hadir di masjid yang walaupun letaknya di dalam perkampungan dan jumlah jamaah yang hadir tidak lebih dari 50 orang.

Bagi Sang Habib, bukan jumlahnya yang terpenting, tapi kualitas jamaah dan peninggalan karamah serta jejak perjuangan para ulama dan habaib di Masjid Muritsul Jannah adalah jauh lebih penting. Beliau yakin, kelak dari masjid itu akan lahir para generasi penerus yang siap berjuang dengan sepenuh jiwa dan raganya.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar