7 Juli 2012

Fidaan

 


Tidak seperti di tempat asal saya, Malang, di daerah Kediri, acara slametan kirim doa kepada orang yang telah meninggal dunia, tidak dinamakan “Tahlilan”, tapi penduduk setempat menyebutnya “Fidaan”.

Secara esensial, antara “tahlilan” dan “fidaan” adalah sama. Yakni, sama-sama kirim doa atau mendoakan orang yang telah meninggal dunia. Harapannya, semoga ahli kubur mendapat maqam terbaik di sisi Allah, memperoleh ridha dan ampunan-Nya, dan sebagainya.

Yang membedakan antara “Tahlilan” dan “Fidaan” adalah tentang doa atau bacaan yang dilantunkan para hadirin. Sebagaimana kita ketahui, bacaan tahlil telah populer di masyarakat. Yakni, dengan membaca tawassul, fatihah, awal surah al-Baqarah, ayat kursi, akhir surah al-Baqarah, surah al-Ikhlas, al-Mu’awwidzatain, lalu dilanjutkan dengan istighfar, bacaan tahlil (la ilaha illa Allah), shalawat, tasbih, tahmid, dan asma-asma Allah.

Sedangkan “Fidaan” juga membaca tahlil di atas, tapi secara singkat. Namun, sebelum rangkaian tahlil tersebut dibaca, para hadirin membaca surah al-Ikhlas sebanyak-banyaknya hingga mencapai angka 100.000 kali. Pembacaan surah al-Ikhlas 100.000 kali inilah yang mereka sebut dengan “Fidaan”. Jumlah sebanyak ini dibaca selama 7 hari dari kematian si almarhum. Dengan kata lain, “Fidaan” ini adalah “Tahlil Plus”. Plus-nya itu adalah membaca surah al-Ikhlas sebanyak 100.000 kali selama 7 hari yang pahalanya dihadiahkan kepada si almarhum.

Uniknya, tuan rumah menyediakan butiran jagung yang digunakan oleh hadirin untuk menghitung bacaan mereka. Setiap butir setara dengan bacaan surah al-Ikhlas sebanyak 10 kali. Jika di akhir acara seseorang bisa mengumpulan 50 butir jagung, berarti malam itu ia telah membaca 500 kali. Setelah acara “Fidaan” usai, masing-masing orang mencatat di kertas hasil bacaan mereka. Pada hari terakhir, biasanya diumumkan jumlah bacaan surah al-ikhlas untuk mengetahui apakah telah mencapai jumlah yang diinginkan. Bila belum, maka pada malam ketujuh atau terakhir ini, tuan rumah mengundang hadirin dengan jumlah lebih agar mampu mencapai bacaan surah al-ikhlas sesuai ketentuan, 100.000 kali.

Kata “Fidaan”, menurut bahasa, berarti “tebusan”. Banyak juga yang menyebutnya Dzikir Fida’. Jika ditelusuri, dzikir fida’ ini bermacam-macam, diantaranya:

  • Membaca kalimat tahlil sebanyak 70.000 / 71.000.
  • Membaca surat Ikhlas sebanyak 1.000 / 100.000, dan lain sebagainya.
  • Dzikir Fida’ bisa dilaksanakan untuk sendiri atau orang lain, dan dapat dilaksanakan dalam satu majelis atau dicicil. Lafadz niatnya perlu dibedakan dan dijelaskan. Sebagaimana diterangkan dalam beberapa kitab diantaranya:

1. Tafsiir As-Shoowi, Juz 4 hal. 498 (Ahmad Shoowi Al-Maliki)

ومنها : اَنَّ مَنْ قَرَأَهَا مِائَةَ أَلْفِ مَرَّةٍ فَقَدِ اشْتَرَى نَفْسَهُ مِنَ اللهِ, وَنَادَى مُنَادٍ مِنْ قِبَلِ اللهِ تَعَالَى فِىْ سَمَوَاتِهِ وَفىِ أَرْضِهِ : اَلاَ إِنَّ فُلاَناً عَتِيْقُ اللهِ, فَمَنْ كَانَ لَهُ قَبْلَهُ بِضَاعَةً فَلْيَأْخُذْهَا مِنَ اللهِ غَزَّ وَجَلَّ, فَهِيَ عَتَاقَةٌ مِنَ النَّارِ لَكِنْ بِشَرْطِ اَنْ لاَ يَكُوْنَ عَلَيْهِ حُقُوْقٌ لِلْعِبَادِ أَصْلاً, اَوْ عَلَيْهِ وَهُوَ عَاجِزٌ عَنْ أَدَائِهَا. (تفسير الصاوى : الجزء الرابع ص : 498)

Sebagian dari fadlilah surat al-ikhlas, sesungguhnya orang yang membacanya 100.000 kali, dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah dan Malaikat akan mengumumkan dari sisi Allah di langit dan di bumi “Ketahuilah! sesungguhnya si fulan adalah hamba yang dimerdekakan oleh Allah, siapa saja yang mempunyai hak yang di tanggung fulan maka mintalah dari Allah”. Surat al-Ikhlas itu akan memerdekakannya dari neraka, tetapi dengan syarat tidak mempunyai tanggungan pada orang lain, atau punya tanggungan tapi tidak mampu membanyarnya.

2. Kitab Khoziinatul Asroor, hal. 157 (Sayyid Muhammad Haqqin Nazili)

وَأَخْرَجَ مُسْلِمٌ وَغَيْرُهُ …. وَفِي رِوَايَةٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ اْلاِخْلاَصِ بِإِخْلاَصٍ حَرّمَ اللهُ جَسَدَهُ عَلَى النّارِ اهـ .(خزينة الاسرار ص: 157)

Imam Muslim dan lainnya meriwayatkan…. dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa membaca surat al-Ikhlas dengan hati yang ikhlas, Allah mengharamkan jasadnya dari api neraka”.

3. Kitab Khoziinatul Asoror, hal. 188 (Sayyid Muhammad Haqqin Nazili)

وَاَيْضًا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ قَالَ لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ أَحَدًا وَسَبْعِيْنَ اَلْفًا اِشْتَرَى بِهِ نَفْسَهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ رَوَاهُ اَبُوْ سَعِيْدٍ وَ عَائِشَةٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا وَكَذَا لَوْ فَعَلَهُ لِغَيْرِهِ أَقُوْلُ وَلَعَلَّ هَذَا الْحَدِيْثَ مُسْتَنَدُ السَّادَةِ الصُّوْفِيَّةِ فىِ تَسْمِيَّةِ الذِّكْرِ كَلِمَةَ التَّوْحِيْدِ بِهَذَا اْلعَدَدِ عَتَاقَةً جَلاَلِيَّةً وَاشْتَهَرَتْ فىِ ذَلِكَ حِكَايَةٌ ذَكَرَهَا الشَّيْخُ اْلاَكْبَرُ عَنِ اْلاِمَامِ أَبِي اْلعَبَّاسِ اْلقُطْبِ اْلقَسْطَلاَنِى نَقْلاً عَنِ الشَّيْخِ أَبِي الرَّبِيْعِ الْمَالِكِى دَالَّةً عَلىَ صِدْقِ هَذَا الْخَبَرِ بِطَرِيْقِ اْلكَشْفِ اهـ .(خزينة الاسرار ص: 188)

Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa membaca kalimat Laa Ilaaha Illallah sebanyak 71.000 maka dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah Azza wa Jalla”. Hadits riwayat Abu Sa’id dan Aisyah r.a. begitu juga kalau dia melakukan untuk orang lain. Hadits ini adalah sebagai sandaran dasar para ulama sufi untuk menamakan dzikir dengan kalimat tauhid dengan jumlah hitungan tersebut dengan nama ‘Ataqoh Jalaliyyah. Cerita tentang kebenaran dzikir ini sudah sangat masyhur, diantaranya yang ditutur oleh as-Syaikh al-Akbar dari Imam Abi al-Abbas al-Qutbi al-Qostholani dari Syaikh Abi Robi’ al-Maliki untuk menunjukkan kebenaran hadits ini dengan cara mukasyafah.

‎4. Kitab Irsyaadul ‘Ibaad, hal. 4 (Zainuddin abdul Aziz Ibnu Zainuddin Al-Malibari)

وَحُكِىَ اَيْضًا فِيْهِ عَنِ الشَّيْخِ أَبِي يَزِيْدَ الْقُرْطُبِى قَالَ سَمِعْتُ فِى بَعْضِ اْلأَثاَرِ أَنَّ مَنْ قَالَ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ سَبْعِيْنَ اَلْفَ مَرَّةٍ كَانَتْ لَهُ فِدَآءً مِنَ النَّارِ. (إرشاد العباد ص : 4)

Diriwayatkan lagi dari Syaikh Abi Yazid al-Qurtubi berkata: saya mendengar dari sebagian atsar (perkataan Sahabat) “ barangsiapa mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah sebanyak 70.000 kali, maka kalimat tersebut menjadi tebusan baginya dari api neraka”.

5. Khoziinatul Asroor, hal. 159( Sayyid Muhammad Haqqin Nazili )

وَيقولُ الفَقِيْرُ أَعْتَقَهُ اللهُ مِنَ السَّعِيْرِ اِنِّي رَأَيْتُ شَيْخًا فىِ المَسْجِدِ الْحَرَامِ فىِ رَمَضَانَ سَنَةَ اِثنَتَيْنِ وَسِتِّيْنَ وَمِائَتَيْنِ وَاَلْفٍ يَقْرَأُ سُوْرَةَ اْلاِخْلاَصِ عِنْدَ بَابِ الدَّاوُدِيَةِ لَيْلاً وَنَهَارً كُلَّ رَمَضَانَ فَقَبَّلْتُ يَدَهُ فَقُلْتُ يَا سَيِّدِى وَمَوْلاَيَ اِنِّىْ اَرَاكَ كُلَّ يَوْمٍ تَقْرَأُ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ أَخْبِرْنِىْ عَنْ فَوَائِدِهِ وَأَسْرَارِهِ فَقَالَ أَعْتَقْتُ رَقَبَتىِ مِنَ النَّارِ يَا وَلَدِىْ وَشَارَ بِيَدِهِ اِلىَ عُنُقِهِ فَقُلْتُ أَجِزْنِيْهَا فَأَجَازَنِىْ وَأَذِنَ لِىْ وَدَعَا لِىْ بِالْبَرَكَةِ فِيْهِ وَفَّقَنِيَ اللهُ وَاِيَّاكُمْ لِقِرَائَتِهَا اَلْفَ مَرَّةٍ وَبِهَا اْلاِجَازَةُ لِمَنْ قَرَأَهَا بِالخَطِّ وَالكِتَابَةِ بَارَكَ اللهُ لَناَ وَلَكُمْ وَفَتَحَ عَلَيْنَا وَعَلَيْكُمْ جَعَلَنِيَ اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلمُخْلِصِيْنَ بِحُرْمَةِ اْلاِخْلاَصِ. (خزينة الاسرار ص : 159)

Al-Faqir berkata (semoga Allah memerdekakannya dari neraka Sya’ir): saya melihat seorang Syaikh di Masjidil Haram pada bulan Romadlon tahun 1.261 sedang membaca surat al-Ikhlas di sebelah pintu Dawudiyyah malam dan siang hari setiap bulan Ramadan. Kemudian aku mengecup tangannya sambil berkata: Wahai Tuanku, aku melihatmu setiap hari membaca surat Ikhlas, berilah tahu padaku tentang faedah dan rahasianya. Kemudian dia menjawab: aku ingin memerdekakan jasadku dari neraka wahai anakku, dan dia mengangkat tangan ke lehernya. Aku berkata: berilah aku ijazah, kemudian beliau mengijazahiku dan memberi izin padaku serta mendo’akan barokah. Semoga Allah memberi pertolongan pada kamu untuk membacanya sebanyak 1.000 kali. Ini merupakan ijazah melalui tulisan bagi orang yang mau membacanya. Semoga Allah memberi barokah pada kita dan membukakan rohmatnya. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang selamat sebab kemuliaan surat al-Ikhlas.

6. Kitab Khoziinatul Asroor, hal. 188 (Sayyid Muhammad Haqqin Nazili)

وَقَدْ نَقَلَهَا أَبُوْ سَعِيْدِ الْخَادِمِى فِى الْبَرِيْقَةِ شَرْحِ الطَّرِيْقَةِ الْمُحَمَدِيَّةِ وَغَيْرُهُ مِنَ الثِّقَاةِ اْلاِثْبَاتِ عَلىَ اَنَّ الْحَدِيْثَ الضَّعِيْفَ يُعْمَلُ بِهِ فِيْ فَضَائِلِ اْلاَعْمَالِ , لاَ سِيَّمَا وَهُوَ مُخَالِفٌ لِلْقِيَاسِ. (خزينة الاسرار ص : 188)

Demikian itu juga dikutip oleh Abu Sa’id Al-Khodimi dari parawali itsbat yang terpercaya yang tersebut dalam kitab Al-Bariqoh, Syarah kitab At-Thoriqotul Muhamadiyyah dan lainnya, bahwa hadits dhoif boleh diamalkan dalam hal Fadloilil ‘Amal (keutamaan amal) meskipun tidak sesuai dengan qiyas.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar