23 Oktober 2012

Berantas Calo Haji!

 



Lagi, berita calon haji gagal ke tanah suci. Kabarnya, di tahun 2012 ini mencapai angka 5.000 jemaah gagal haji. Tahun lalu, sekitar tiga ribuan dari berbagai agen travel & tour haji se-Indonesia. Sungguh, hal ini harus menjadi perhatian serius pemerintah. Tidak boleh lagi ada pembiaran karena korban telah berjatuhan.

Jika diusut akar masalahnya, salah satu penyebab kegagalan itu adalah karena ulah para agen haji plus yang "berjudi" dengan non-kuota di luar jatah porsi resmi yang berada di bawah Kemenag RI sebagai penyelenggara resmi. Dengan iming-iming "Daftar Haji Sekarang, Berangkat Tahun ini", jelas costumer atau jemaah calon haji tersihir iklan instan semacam ini. Pasalnya, jika cahaj memilih berangkat haji secara reguler, ia harus menunggu hingga 10 tahun lebih!

Karena itu, meski biaya haji plus lebih mahal 2 hingga 3 kali lipat, bagi yang cahaj mampu, uang tidak jadi masalah asal bisa segera pergi haji, mumpung belum mati, pikir mereka. Pola pikir inilah yang dijadikan "senjata andalan" bagi agen-agen travel haji untuk memainkan bisnis basah bernama "haji plus" alias judi porsi non-kuota haji.

Agen-agen baru pun bermunculan di daerah. Mereka juga mampu mengendus bisnis segar ini. Yah, bisnis sekaligus ibadah, ibadah plus bisnis. Dengan merangkul para ustadz atau tokoh berpengaruh, agen-agen gelap yang lagi belajaran itu, berpromosi mencari calon jamaah haji. Dengan kharisma dan iklan meyakinkan, masyarakat yang awam tentang proses penyelenggaran haji mudah ditipu dan menjadi tumbal bisnis mereka.

Agen atau biro perjalanan haji tidak resmi tersebut, bersama agen-agen kecil lain, berkolaborasi, saling bahu-membahu menjalankan bisnis ilegal ini atasnama "konsorsium", semacam wadah para agen dan biro haji. Sebuah persekongkolan rapi atasnama ibadah!

Jika jatah porsi non-kuota haji didapat oleh sebagian agen, maka jatuh itupun lalu diperebutkan dan dijual-belikan antar sesama agen sehingga harganya makin melangit. Layaknya arisan, para agen di dalam konsorsium itu seakan melelang visa yang didapat oleh sebagian agen kepada agen lainnya. Pada akhirnya, jamaah lah yang jadi korban karena harus beli visa atau jatah non-kuota haji itu dengan harga di luar nalar. Benar-benar sadis!

Kalau diilustrasikan, sederhananya, seperti kasus calo atau makelar tiket untuk penumpang bis atau kereta api di musim lebaran. Tiket yang dijual secara resmi, jumlahnya sudah sesuai dengan porsi atau jumlah kursi penumpang. Inilah yang sah, resmi dan legal. Semua calon penumpang harus membeli tiket dari loket terminal/stasiun yang resmi, tanpa harus menghubungi calo atau agen-agen perjalanan yang tidak jelas izinnya.

Nah, karena keadaan mendesak dan antrian panjang, penumpang pun tergiur untuk mencari jalan pintas. Mereka tidak mau gagal mudik atau harus menunggu hingga tahun depan, apalagi 10 tahun lagi hanya gara-gara tidak dapat tiket atau kehabisan kursi penumpang.

Dalam kondisi tersebut, biasanya ada perlakuan khusus, entah dari pihak dalam atau luar, dengan menyediakan jatah kursi baru. Bisa dengan cara menjual tiket penumpang yang urung berangkat, atau sengaja menambah kursi di gerbong yang ada, atau didatangkan gerbong/armada baru. Nah, jatah porsi inilah yang lalu diperjual-belikan dengan harga selangit karena pasti laku.

Masalahnya, jatah porsi baru itu tidak pasti adanya. Sifatnya untung-untungan, remang-remang. Mirip atau bolehlah disamakan dengan judi alias bisnis gelap yang haram hukumnya. Mengapa haram? Lha iya lah, ditinjau dari fiqih muamalah, haram hukumnya membeli "Kucing dalam Karung".

Kondisi ini yang lalu menjadi rebutan para agen dan biro haji. Mengatasnamakan ibadah, travel gelap itu bersatu padu antar travel. Mereka melebarkan sayap hingga ke daerah-daerah. Lalu, ada konsorsium antar calo alias gang biro haji.

Dalam operasionalnya, mereka tak segan juga mencatut nama-nama agen resmi untuk menggaet mangsa. Jemaah calon haji pun tertipu. Mereka masuk ke dalam perangkap para calo haji yang tidak bertanggung jawab.

Sistem percaloan haji inilah yang wajib diamputasi oleh pemerintah sebelum melebar. Bila perlu, hapus seluruh agen dan travel haji di luar loket resmi pemerintah. Kembali hanya pada satu loket haji, yakni, haji reguler yang hanya ditangani pemerintah! Jika swasta dilibatkan dalam perjalanan haji, maka yang terjadi adalah rebutan "kue" bernama kuota dan visa yang ini jelas bisnis remang-remang, bisnis yang dibungkus bersih dibalik kain ihram.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar