20 Oktober 2012

Mata Kebencian

 



Dalam ilmu farasah, mata adalah satu organ penting yang dapat dijadikan instrumen untuk mengetahui batin seseorang. Ia laksana cermin. "Dari mata turun ke hati", begitu bunyi sebuah bait lagu dan syair ini ada benarnya. Dengan menatap mata seseorang, bagi yang mengerti ilmu farasah, ia akan mampu melihat sesuatu yang terselubung dan tersembunyi.

Sepandai apapun seseorang berkelit, dari matanya, bisa saja terbaca bahwa dia sedang pura-pura, lagi bergaya munafik, tampak mendukung tapi sebenarnya ingin menjatuhkan. Mata kejujuran dan ketulusan tidak sama dengan mata kebohongan dan kemunafikan. Gerak-gerik mata bisa mempengaruhi raut wajah, lalu pesan dalam kedua mata itu akan keluar melalui mata lisan dan tangan. Karena itu, al-Razi dalam bukunya "ilm al-farasah" mengingatkan agar mewaspadai kebohongan dengan cara melihat gerak-gerik bola mata.

Pepatah Arab mengatakan, "Wa 'ainur ridha 'an kulli 'aibin kalilatun, wa 'ainus sukhthi tubdil masaawiya", "Mata bila dibalut cinta, ia buta terhadap nista. Tapi mata bila diliput benci, ia hanya melihat yang keji". Maksud pepatah ini, orang yang sudah benci ia akan menutup matanya terhadap kebenaran. Sebaik apapun ide dan pikiran yang kita sampaikan, pasti akan ia tolak karena pada dasarnya ia telah berbalut kebencian.

Sebaliknya, orang yang matanya dibutakan oleh cinta, apalagi fanatik buta, ia tidak akan mampu berpikir obyektif dan rasional. Hatinya mungkin mengakui dirinya bersalah, sebab hati nurani sulit berbohong. Akan tetapi, karena ia sudah cinta buta, maka meskipun ia mendengar dan menerima yang salah, tetap saja kesalahan didukung dan dianggap benar.

Ada sebuah ungkapan Arab, "Undzur ma qola wa landzur man qola", lihatlah apa yang diucapkan, bukan orang yang mengucapkannya!. Ungkapan yang begitu populer ini -hingga ada yang menilai hadis- mengandung nilai hikmah yang tinggi.

Yakni, kita hendaknya mengedepankan kualitas dan kebenaran sebuah ucapan daripada orang atau person yang berpendapat. Nasehat ini mengajarkan tentang obyektifitas data dan inilah sesungguhnya yang diperlukan dalam proses berpikir dan berpendapat agar menghasilkan sebuah nalar yang logis dan tidak mengedepankan faktor emosi atau perasaan.

Istilah lainnya, "Meski keluar dari dubur ayam, kalau itu telor, maka ambillah. Tapi, walaupun keluar dari dubur raja, jika tai, abaikan!".

Ada pepatah, "Sepintar apapun bangkai disimpan, akan tercium juga baunya". Demikian pula orang-orang munafik. Ucapannya bisa berbohong, idenya mungkin tampak mendukung, tapi tidak dengan matanya. Di setiap kerdip dan gerak-gerik balik bola matanya, masih tetap menyiratkan kebencian mendalam yang terkadang ia tidak sendiri mengapa ia benci? Kasihan!

Mata tak bisa berbohong, apalagi mata hati. Sekuat apapun daya kita menyembunyikan kebencian, pada akhirnya rasa benci dan sombong itupun akan terpancar di kedua buah mata dan itu akan harus dicegah sejak dini dengan kembali menuruti mata hati. Sebab, kebencian yang tak terobati akan terus menjadi penyakit hingga mata itu tertutup untuk selama-lamanya. Wal-'Iyadzu Billah.

1 komentar:
Tulis komentar
  1. Ass. perkataan imam syafii itu bung kalo tidak salah.

    BalasHapus