29 Oktober 2012

Nafsu Pergi Haji

 



Siapa yang tidak senang pergi ke tanah suci untuk haji dan umrah? Pasti setiap muslim mendambakan hal itu, baik yang sudah haji apalagi yang belum. Kecuali, orang yang mata hatinya tertutup dari rahmat Allah.

Namun demikian, semangat berhaji ini antara dulu dan sekarang mulai mengalami pergeseran. Orang tua kita dulu, banyak yang mengaku "belum berani" haji dan umrah lantaran tidak siap. Bukan berarti belum punya dana atau uangnya tidak siap. Namun, ketidaksiapan itu lebih bersifat spiritual.

Maksudnya, dulu banyak orang yang belum atau tidak berani haji karena mengaku belum siap batinnya. Mereka merasa belum bersih, belum bertobat secara total dan masih takut akan ancaman "haji mardud", yakni haji yang tertolak oleh Allah yang salah satu tandanya adalah tidak adanya perubahan baik pasca haji.

Kekhawatiran itulah yang menjadi alasan mereka tidak atau belum berhasrat pergi haji walaupun secara finansial tergolong mampu. Kini, rasa khawatir seperti ini mulai luntur. Orang bebas berani dan tanpa rasa takut sedikitpun untuk pergi haji. Tidak peduli apakah ia siap untuk berubah menjadi muslim paripurna ataukah tidak, yang penting pergi haji.

Orang juga tidak peduli lagi; apakah uang yang digunakan haji itu halal ataukah haram? Orang juga tidak perlu lagi menimbang; apakah cara ia pergi haji itu legal atau ilegal, benar atau salah, resmi atau tidak? Yang penting, bisa haji dan umrah.

Parahnya lagi, mereka yang alim di bidang agama, juga ikut bernafsu mendorong kaum awam untuk bersemangat pergi haji, walaupun dengan bekal ilmu agama yang minim. Lebih runyam lagi, mereka yang mengerti halal-haram juga ikut-ikutan bisnis haji dengan mencari jamaah sebanyak-banyaknya, mendorong semangat haji dan umrah sekuat-kuatnya hingga dapat laba sebesar-besarnya.

Motif ini terus menerus bergulir hingga mengakar di masyarakat sampai akhirnya kesakralan haji dan umrah menjadi kering. Pergi haji dan umrah ke Baitullah sudah bergeser menjadi acara wisata, traveling, refresing dan sebagainya. Bahkan, umrah sunnah pun telah menjadi acara bulan madu bagi pengantin baru.

Akibat itu semua, lalu nafsu berhaji dan umrah makin membara. Orang bernafsu haji. Ada yang bernafsu mencari jemaah calon haji, bernafsu membesarkan bisnis hajinya, bernafsu mencari keuntungan berbungkus kain ihram, bernafsu mendorong siapapun bisa berhaji tanpa bekal taqwa kepada Allah dan tanpa perlu persiapan taubat yang sesungguhnya.

Pada akhirnya, oleh karena nafsu yang membara itu, maka animo untuk pergi haji dan umrah pun, makin tahun makin bertambah besar. Dampaknya, porsi yang tersedia sudah tidak lagi mencukupi. Calon jamaah haji harus antri bertahun-tahun. Jumlah pendaftar haji sudah melebihi kuota yang disediakan. Pemerintah pun kewalahan mengatur sistem yang tepat untuk mengatasi masalah ini.

Akibat nafsu itu pula, lalu muncul para agen-agen travel haji ilegal yang cuma cari untung berpayung di bawah nama ibadah.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar