9 Januari 2013

Hukum Mati Pemerkosa

 


Kasus pemerkosaan tidak hanya menggegerkan India, Nepal dan beberapa negara lain, tapi juga di Indonesia. Setelah kasus pemerkosaan di angkotan umum, baru-baru ini yang lebih memprihatinkan adalah pelecehan seksual terhadap bocah SD hingga korbannya meninggal dunia, sementara pelakunya belum tertangkap.

Dalam Islam, hukum bagi pezina saja yang dilakukan suka sama suka, apalagi bagi telah berkeluarga, hukumannya adalah hukum mati dengan cara dirajam. Dulu, pelakunya dipendam dalam tanah, kecuali bagian kepala, lalu masyarakat melemparinya dengan batu hingga yang bersangkutan tewas.

Sepertinya, memang tampak tidak manusiawi dan sangat kejam. Tapi, jika dinalar secara sehat tentang dampak perzinaan itu, ternyata sangat kompleks dan merugikan. Zina, selain memalukan bagi pihak keluarga, juga merusak garis keturunan. Selain itu, jika sampai hamil dan melahirkan bayi, oleh masyarakat, bayi yang tidak berdosa itu dijuluki "anak zina" yang ini sangat merugikan.

Masih banyak lagi, akibat negatif dari perzinaan, termasuk juga menularnya penyakit kelamin yang membahayakan kesehatan. Lalu, bagaimana dengan pemerkosaan yang dialami oleh kaum perempuan, apalagi korbannya juga anak-anak? Jelas, tindak perkosaan merupakan kejahatan kemanusiaan yang sangat kejam.

Akibat dari perkosaan itu, si korban akan mengalami trauma berkepanjangan, masa depannya seakan hancur, ia bisa saja dikucilkan oleh orang-orang di sekitarnya dan itu adalah siksaan yang sangat memilukan.

Demikian juga dengan perasaan orang tua korban dan keluarganya. Jika kasus pemerkosaan menimpa mereka, maka bukan hanya perasaan marah saja yang mereka rasakan, tapi juga perasaan malu dengan masyarakat.

Oleh sebab itu, pemerintah dan para penegak hukum harus segera mengambil tindakan tegas terhadap para pemerkosa. Hukuman yang tepat bagi pemerkosa yang terbukti melakukan tindak asusila ini adalah hukuman mati, tidak ada yang lain. DPR juga harus segera menyusun rancangan undang-undang agar wanita dan anak-anak dapat terlindungi dari tindak asusila dalam bentuk apapun, terlebih lagi pemerkosaan.

Hukuman penjara selama 5, 10, 20 tahun atau bahkan seumur hidup, tidaklah cukup efektif mengatasi kasus perkosaan yang semakin tahun semakin meningkat. Hukuman memang harus menimbulkan efek jera. Namun, efek jera dalam perkosaan semestinya adalah ditujukan bagi orang lain agar tidak melakukan pemerkosaan. Sementara bagi pelakunya, tetap harus dihukum mati.

Hukum tidak hanya bertujuan menimbulkan efek jera. Tapi, lebih daripada itu, hukum harus bertumpu pada asas keadilan. Adilkah jika pelaku perkosaan hanya dihukum penjara selama 5 tahun, misalnya, sedangkan korbannya harus menanggung aib sepanjang hidupnya?

Semestinya, para hakim, penegak hukum dan pembuat undang-undang memikirkan akibat traumatik yang dirasakan korban dan keluarganya. Coba saja, bagaimana bila kasus perkosaan itu menimpa keluarga presiden, menteri, hakim, jaksa, polisi, anggota DPR, dan seterusnya? Pasti, akan sangat menyakitkan bukan?

Oleh karena itu, undang-undang pidana tentang hukum bagi pemerkosa di Indonesia harus segera diubah. Hukuman yang adil dan tepat bagi pelaku pemerkosaan yang terbukti berdasarkan saksi dan alat-alat bukti lainnya, hanya satu. Yakni, hukuman mati. Titik!

Jika pemerintah RI dan para penegak hukum masih saja ribut dengan pro-kontra hukuman mati, sementara korban-korban pemerkosaan tiap hari bertambah di berbagai daerah, maka sesungguhnya negara ini telah tidak mampu menegakkan hukum dengan seadil-adilnya.

Indonesia harus berani mempelopori hukuman mati bagi pemerkosa demi penegakan hukum yang seadil-adilnya dan penegakan hak-hak asasi manusia. Wacana tentang perlindungan hak-hak wanita dan perlindungan terhadap anak-anak, hanya akan menjadi wacana kosong yang cuma ramai dibicarakan, tapi negara tidak mampu bertindak tegas terhadap pelaku perkosaan.

Kemana lagi para korban dan keluarganya meminta keadilan, jika tidak kepada negara? Keadilan yang dimaksud tentu adalah hukuman yang seberat-beratnya dan hukuman itu adalah hukuman mati. Jika negara tetap diam, tidak segera menetapkan hukuman mati dan berfikir terlalu lama dalam mengambilkan tindakan tegas dan adil ini, maka jangan salahkan keluarga korban dan masyarakat bila mereka akan menegakkan hukum dengan cara mereka sendiri.

Oleh sebab itu, untuk yang terakhir kalinya, penulis melihat, bahwa hukuman mati bagi pelaku pemerkosaan di Indonesia harus segera diterapkan. Jika hukuman mati bagi pemerkosa telah disahkan dan dijalankan di negeri ini, maka asas keadilan dan penegakan hak-hak asasi manusia akan segera terwujud. Selama hukuman mati itu belum ada, itu artinya, negara ini telah tidak mampu dalam menegakkan hukum yang adil karena melakukan pembiaran terhadap tindak kejahatan kemanusiaan.

2 komentar:
Tulis komentar
  1. ternyata bapaknyalah pelakunya...what the hell..semoga pemerkosaan dan pencabulan terhadap anak2 dibawah umur bisa dikenai hukuman mati, karena walapun di penjara atau dikebiri, mereka itu orang2 sakit yang gak akan bisa sembuh, pasti .mereka akan punya cara lain memuaskaan hasratnya walaupun suddah dikebiri, namanya juga disorientasi sexsual..kalo perlu di bunuh2in aja orang2 kayak gitu..lebih kejam mereka dari binatang..

    BalasHapus
  2. rapist so is not have feelings , and if there is a convicted rapist seberatnya I wish her ​​and I really do not like rapists
    http://www.sanadomino.com

    BalasHapus