4 Januari 2013

Macet

 


Musuh paling menyebalkan dan membosankan dalam perjalanan adalah macet. Volume kendaraan, baik motor maupun mobil yang makin meningkat dan tidak diimbangi dengan pelebaran jalan raya adalah salah satu penyebab kemacetan. Karena itu, tidak salah apabila hasil riset menyebutkan, bahwa macet adalah pemicu utama stress bagi manusia, khususnya pengguna kendaraan.

Tidak hanya di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, tapi hampir di semua kota hingga ke desa, kemacetan menjadi pemandangan sehari-hari yang "menakutkan". Kini, untuk pergi ke tempat kerja atau sekolah, perlu waktu lebih lama untuk sampai di tempat tujuan. Begitu pula, saat kembali pulang. Baik hari aktif maupun liburan, kemacetan tetap menjadi momok paling mengerikan.

Di satu sisi, pemerintah sudah berusaha keras mengatasi kemacetan dengan melebarkan jalan, membangun jembatan layang "fly-over", membebaskan lahan untuk tol, memberlakukan aturan 3 in 1, hingga yang terakhir, di Jakarta akan diterapkan pemberlakuan nomor kendaraan ganjil-genap.

Tak hanya itu, alat transportasi massal seperti kereta api, busway, bis kota dan sebagainya juga telah dicoba untuk dimaksimalkan pelayanannya agar para pemilik kendaraan bermotor menjadi kapok dan lebih memilih kendaraan umum yang relatif murah dan cepat. Tapi, tetap saja mobil pribadi dan motor  masih menjadi idola transportasi masyarakat.

Melihat daya-upaya pemerintah dalam mengatasi kemacetan itu, tampaknya seperti sudah di ujung tanduk. Bahasa lainnya, kelihatannya pemerintah pusat maupun di daerah telah "kehabisan akal" untuk mengatasi problem kemacetan ini. "Lalu, harus bagaimana lagi?", bingung pemerintah.

Bagaimana tidak bingung, jika macet diatasi, tapi produksi kendaraan terus ditambah dan tiap tahun makin digalakkan agar industri otomotif tidak lesu. Kemudahan untuk memiliki kendaraan baru juga makin longgar. Dengan kredit ringan dan uang muka murah meriah, orang bisa dapat motor baru. Siswa-siswi di sekolah tingkat menengah bahkan di tingkat dasar sekalipun juga mulai bebas berkendara di jalanan.

Tak hanya, hampir di setiap rumah, terparkir kendaraan bermotor, tidak satu biji, tapi lebih. Ada khusus untuk papa, mama, anak hingga cucu. Selain itu, kendaraan lawas alias kuno juga berkeliaran di jalanan, meski seharusnya tidak layak turun jalan. Bahkan, para pecinta motor dan mobil antik kian bergelora dengan munculnya klub-klub motor dan mobil jadul.

Alhasil, volume kendaraan makin menjejali jalan raya. Apalagi, mulai tahun 2013, para produsen mobil dari luar negeri sudah siap menggelontorkan mobil murah berkisar 70-80 jutaan. Ditambah lagi, produksi mobil nasional produksi anak bangsa juga makin menggeliat dan siap-siap memproduksi mobil secara masal. Diperkirakan, produksi mobil otomotif nasional di tahun 2013 akan meningkat hingga 1,6 juta unit dibanding tahun 2012 sebanyak 950.000 unit. (Kompas, 28 Agustus 2012)

Jelas, realitas ini akan kian membuat kemacetan makin tak terbendung. Lahan-lahan parkir akan menjadi bisnis paling basah yang tidak menutup kemungkinan akan adanya kebocoran setoran retribusi ke kas negara. Ditambah lagi, krisis BBM dan harganya yang kian tinggi, juga akan membebani pemerintah akibat subsidi BBM untuk kendaraan baru maupun lama yang jumlah makin banyak.

Faktor alam semisal tingginya curah hujan yang mengakibatkan adanya banyak genangan air dan meluaskan banjir hingga ke jalan raya, makin menambah kesemrawutan kota dan kemacetan. Daerah resapan air gorong-gorong dan selokan juga makin terlihat sempit, bahkan ada yang tersumbat dan ditutup untuk pembangunan jalan.

Semua itu menjadi problem masyarakat di era kemajuan teknologi transportasi yang ternyata tidak diimbangi dengan kebijakan cerdas yang pro terhadap lingkungan. Membabi butanya manusia modern dengan upaya meningkatkan produksi kendaraan serta kebutuhan terhadap transportasi adalah merupakan sesuatu yang harus dibatasi.

Dalam artinya, perlu kesadaran massal baik oleh pemerintah maupun masyarakat untuk secara bijak memiliki dan menggunakan kendaraan sesuai dengan kebutuhan. Semua orang berhak mempunyai dan memakai kendaraan pribadinya dan bahkan produser mobil maupun motor juga bebas memproduksi sebanyak-banyaknya. Namun, kebebasan itu seharusnya memiliki batas.

Jika tidak dibatasi, jalan raya akan terus terasa sempit dan makin menghimpit kehidupan manusia. Lalu, banjir dan bencana alam lainnya akan terus mengancam keselamatan bersama.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar