7 Juli 2013

Sambut Ramadan dengan Pentung!

 


Tiap menjelang datangnya bulan suci Ramadan, berita tentang sweeping atau operasi suci terhadap warung, restoran, klub malam, dan sebagainya selalu menghiasi media massa. Jelas, berita konflik ini sedikit banyak juga menodai kekhusyukan umat Islam dalam menyambut bulan suci penuh berkah.

Biasanya, pelaku sweeping dan operasi tersebut adalah ormas Islam tertentu atau kelompok yang mengatasnamakan "pembela Islam". Dengan dalih jihad dan amar ma'ruf nahi munkar, aksi kekerasan itu dihalalkan. Kelompok-kelompok ini juga mengklaim telah menempuh jalur hukum yang benar, telah melapor ke pihak berwajib, tapi aksi-aksi itu tetap saja berulang tiap tahun.

Salah satu alasan mereka nekat berbuat demikian, karena mereka menilai pihak berwajib lambat dalam menertibkan jam-jam operasional tempat-tempat yang dinilai menodai kesucian bulan Ramadan. Karena lambat itulah, atau karena merasa tidak dihiraukan, mereka lantas melakukan aksi dengan caranya sendiri, yakni, kekerasan. Sekali lagi, atasnama amar ma'ruf nahi munkar.

Bisakah tindakan seperti itu dibenarkan? Kemanakah negara dan pihak berwenang saat ada sekelompok orang dengan pongahnya merusak hak milik orang lain, mengintimidasi, bahkan mengacung-acung pentungan untuk memaksakan program dan kehendak mereka sendiri?

Mestinya, kelompok-kelompok yang merusak keamanan dan menebar kekacauan atasnama apapun, termasuk atasnama amar ma'ruf nahi munkar dan Islam, harus segera ditertibkan. Pemerintah dan pihak berwenang harus segera mencegah agar mereka tidak anarkhis. Jika mereka tetap tidak mau menggubris, maka harus diamankan. Bila tetap saja membangkang, sangat perlu dibekukan atau dibubarkan!

Di sisi lain, pemerintah dan aparat keamanan juga tidak boleh menutup telinga terhadap aspirasi dan keinginan mereka agar suasana ibadah umat Islam di bulan Ramadan tidak tercemari oleh kemaksitan. Bagaimanapun juga, menjaga ketentraman umat beragama dalam menjalankan ibadahnya adalah tugas negara. Pemerintah berkewajiban menciptakan suasana toleransi antar umat seagama dan antar umat beragama.

Oleh karenanya, sebelum kelompok-kelompok bonek itu bertindak anarkis, pemerintah juga wajib menertibkan dan mengatur bagaimana baiknya warung, restoran, klub malam, dan sebagainya itu turut andil menghormati Ramadan mulia.

Yang jelas, aksi mengamankan adalah kewajiban pemerintah dan pihak berwenang saja, bukan ormas dan kelompok tertentu. Jika aksi-aksi kekerasaan itu dibiarkan terus berlanjut dan bahkan berulang-ulang tiap tahun hingga menjadi agenda rutin kelompok tertentu, maka pembiaran ini menunjukkan pemerintah dan pihak keamanan lemah. Mestinya, negara harus kuat, berani, berada di atas dan tidak boleh kalah.

Sangat disayangkan, Indonesia yang merupakan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, justru segelintir mereka menyambut kesucian Ramadan dengan pentungan. Aksi-aksi kekerasan kerap menjadi tontonan yang tidak mendidik, meski atasnama agama dan berdasarkan dalil-dalil suci.

Mari kita sambut Ramadan dengan "Marhaban" yang maknanya kita sambut dengan suka cita, rasa syukur dan lapang dada. Memiliki wawasan yang luas, pandangan yang rahmat, bijaksana dan suci hati maupun diri.

Telah lewat masanya kita sambut Ramadan dengan pentungan atau dengan aksi-aksi anarkis dan cara-cara brutal ala koboi gurun. Aksi ini justru menodai Ramadan sekaligus bukti kelemahan dalam menahan hawa nafsu dan angkara murka.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar