26 November 2015

LEDAKAN API & AIR DI TUNISIA

 


Selasa (24/11/15), terjadi 2 ledakan besar di Tunisia. Pertama, ledakan berupa air. Untuk pertama kalinya, selama 45 hari saya tinggal di kota Sousse, hujan turun deras sekali, tidak seperti biasanya yang hanya gerimis.Tapi di siang itu, sekitar pukul 10 pagi waktu setempat, tidak hanya air yang membasahi bumi, tapi juga es disertai angin yang bertiup kencang layaknya badai gurun. Langit benar-benar hitam pekat. Kabarnya, sehari sebelumnya terjadi gerhana matahari di ibukota Tunisia.
Langit Tunisia yang biasanya terlihat cerah dan indah menjadi gelap tertutup awan pekat. Melihat derasnya air, saya yakin hujan akan segera reda. Benar, tak sampai sejam, hujan telah berhenti. Uniknya lagi, tiba-tiba langit terang benderang dan matahari mulai menampakkan dirinya, walaupun jalanan masih basah dan penuh genangan air.
Menurut warga Tunisia, hujan deras hari itu adalah tanda peralihan dari musim panas ke musim dingin. Pantas saja, beberapa hari terakhir ini, suhu udara terasa dingin hingga mencapai 11 derajat celsius. Di masa peralihan, cuaca sering tidak menentu. Namun, saat bulan Desember nanti tiba, cuaca akan stabil menjadi dingin terus hingga Pebruari-Maret.

Ledakan kedua berupa api. Bukan musibah kebakaran, tapi benar-benar bom yang meledak menjelang maghrib di jantung Ibukota Tunisia. Tepatnya di Jalan Mohammad V, dekat kantor Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pariwisata. Awalnya, kabar ini saya terima dari teman yang tinggal di kawasan Makal Zaim, Old Tunis, melalui pesan WA. Lalu, segera saya melihat kabar di tv nasional, Tunisia Nat-1.
Ternyata, yang diledakkan adalah sebuah bus yang mengangkut "Al-Amn Al-Riasy" (Paspamres) alias Pasukan Pengaman Presiden. Ledakan itu berasal dari halte bus di dekat bekas markas partai presiden Zine el-Abidine Ben Ali. Nah, saat bus berhenti, tiba-tiba "Boom".
Menurut stasiun tv setempat, akibat ledakan tersebut, 11 orang luka-luka dan 12 orang meninggal dunia. Menurut versi surat kabar online, ada perbedaan jumlah korban tewas. BBC menyebut 12 orang, Aljazeraa 14 orang, dan Elwatannews malah merilis 15 orang kehilangan nyawa.
Pemerintah memastikan bahwa semua korban tewas adalah anggota Paspampres, bukan warga sipil. Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi menetapkan status darurat nasional selama 30 hari dan jam malam (hadzar tijwal) di ibukota mulai pukul 21:00 hingga 05:00. Selain itu, perbatasan dengan Libia ditutup selama 15 hari. Sementara itu, pihak KBRI menghimbau agar WNI di Tunisia tetap waspada dan menghindari perjalanan jauh.
Kelompok ISIS mengklaim berada di balik serangan mematikan itu. Melalui pesan pada media sosial, ISIS menyatakan mengirim bomber bunuh diri. "Ransel dan ikat pinggang berisi bahan peledak seberat 10 kg digunakan," kata Kementerian Dalam Negeri Tunisia seperti dikutip dari BBC. Gedung Putih mengecam keras serangan ini yang ditengarai sebagai teror lanjutan pasca serangan di Paris beberapa hari yang lalu.
Sebenarnya, hari Selasa itu, kami dijadwalkan bertemu Rektor Universitas Zaituna di kota Tunis. Namun karena beberapa hal, pertemuan tersebut ditunda hari Selasa depan, 1 Desember. Akhirnya, siang itu kami isi dengan acara mendesain materi ajar untuk mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora, Sousse.
Saya sempat berdialog dengan beberapa mahasiswa terkait serangan bom bus di kota Tunis yang jaraknya masih 140 km dari Sousse. Mereka juga mengecam ulah "Irhabiyah" (terorisme) dan menyesalkan penyalahgunaan "Islam" untuk menghalalkan segala cara. Di mata warga Tunisia yang moderat, terorisme adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak sedikitpun ada celah pembenarannya di agama mana pun, apalagi Islam yang secara esensial menyerukan salam dan kedamaian.
"Apakah kira-kira itu ulah Wahabi-Salafi?", tanyaku. Salah satu mahasiswa menjawab: "Fa man?" (Siapa lagi?). Salafi Tunis adalah nama baru dari Wahabi. Sebuah gerakan reformasi keagamaan dalam Islam yang mengusung visi pemurnian akidah dari segala takhayul, bid’ah dan khurafat, disingkat TBC. Dinamakan Wahabi karena dinisbatkan kepada Syekh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792 M), pendiri gerakan ini, di Saudi Arabia.
Atasnama "Purifikasi" (pemurnian agama), mereka memberangus apapun yang dinilai terjangkit TBC oleh pemikiran mereka yang kerdil. Menurut catatan yang saya baca, sejak revolusi Tunisia pecah tahun 2010, banyak situs bersejarah dibakar oleh Salafi Tunis. Sebut saja, komplek makam ulama sufi terkenal Syekh Sidi Abu Said al Baji, di pinggir utara ibukota. Makam guru Syekh Hasan Syadzili (w 1258 M) itu diobrak-abrik dan dibakar tahun 2013 lalu.
Sebelumnya, mereka juga membakar makam dan zawiyah Sayidah Manubiyah di Manuba, Sidi Hasyani di Kota Manzil Abdurrahman, Sidi Abdul Qodir di Manzil Bouzlifah, dan beberapa lainnya. Makam mendiang Presiden Habib Borguiba di Monastir juga diserang.
Jika PBNU pernah menyatakan bahwa Indonesia darurat Wahabi, maka statement itu bukan isapan jempol. Tidak hanya Indonesia dan Tunisia, tapi dunia mesti mewaspadai gerakan terorisme atasnama apapun, terlebih lagi atasnama Islam. Para pemuja TBC harus diposisikan sebagai "musuh bersama" atas kemanusiaan sebelum air dikalahkan api.
Semoga guyuran air hujan di Soessa, selain petanda datangnya musim dingin, sekaligus menjadi isyarat bergulirnya semangat dan kesadaran baru untuk meredam api kemarahan dan kebodohan.
Sousse, Tunisia, 26 Nopember 2015

Tidak ada komentar:
Tulis komentar