17 Oktober 2016

Saat "Kemenangan" Tiba

 

Rasanya, belum lama aku tertidur usai nonton serial sinetron. Tiba-tiba, aku dikejutkan teriakan takbir yang menggelegar seperti petir di siang bolong. Ternyata benar, suara itu berasal dari layar kaca televisiku. Oh, ada siaran langsung.

Tampak, ribuan orang turun ke jalan. Mereka bergembira ria. Entah kenapa, mereka terlihat bahagia? Ada yang menari, berjingkrak, melompat seperti tarian kuda lumping. “Tin...tin...tin…”, raungan suara knalpot terdengar berisik bagai musik disko. Tidak ada yang merasa terganggu. Pokoknya asyik.

Aku pun semakin penasaran, ada apa ini? Ponselku pun terus berbunyi, “Tang, Kling, Crot, Pret”. Hampir semua media sosial yang kuinstal, semisal Whatsapps, BBM, Facebook, Twitter, dan media lain yang semuanya buatan orang kafir, secara bersamaan ikut berbunyi. Karena ingin tahu, aku baca semua pesan itu.

Oh, betapa terkejutnya aku. Ada yang berkicau: “Kelompok yang menang, pasti benar”, “Inilah hari pembalasan”, “Kita menang” dan masih banyak kalimat lainnya yang rupanya hasil copy-paste. Oh, ada apa ini? Apa kiamat sudah tiba? Ada lagi anggota grup WA yang memposting: “Setan pasti kalaaah”. Ah, jadi ingat lagunya Bang Haji, lalu aku pun ingin berdendang.

Tak hanya di tv atau internet, euforia ini juga kudengar dari speaker di mushalla kampungku. Takmirnya memberi instruksi: “Saudara-saudara, hari ini kita wajib bersujud syukur”. Mendengarnya, aku langsung bertanya kepada cicak-cicak di dinding, “Apakah aku sedang bermimpi, atau aku saja yang piknik?

Mataku kembali tertuju ke layar kaca. Tampak jelas tokoh-tokoh yang selama ini akrab di mata pemirsa, sedang memimpin parade yang katanya serasa pulang dari perang Badar. Semua orang tumpek blek, turun ke jalan. Lalu lintas macet total. Wow, ada apa di Jakarta hari ini?

Aku pun memindah cannel tv. Loh, kok para penghuni rusun itu berbondong-bondong menuruni tangga. Kukira mereka akan ikut bergabung dengan massa lain, tapi ternyata tidak. Sebagian besar malah menuju ke pinggiran kali. Mereka ingin segera bernostalgia: makan, minum dan berak di sungai seperti dulu lagi. Aneh!

Ajaibnya lagi, dari ribuan massa yang tumpah ruah di jalanan, terlihat pula kelompok preman bertato dan PSK yang ikut bergabung. Mereka larut gembira karena sejak hari ini, bisa bebas beroperasi lagi. Asyiik..!! Tak hanya itu, oknum aparat yang biasanya malas kerja dan sering diancam PHK, juga bersorak ria karena mulai hari ini, mereka bisa kembali main game di waktu kerja.

Untuk menjawab rasa penasaran ini, aku pun segera meloncat dari tempat tidurku untuk keluar rumah. Oh, ternyata di jalanan sudah ada puluhan anak muda yang siap berkonvoi untuk merayakan hari kemenangan ini. Aku hampiri salah seorang dari mereka untuk mengorek peristiwa bersejarah ini yang hanya terjadi di Indonesia.

“Mas, ada apa ini? Kok ramai banget?”.
“Ini hari kemenangan. Hari yang dijanjikan itu”.
“Hari kemenangan? Apa kita sudah bertanding?”, tanyaku.
“Ya iyalah. Selama ini, kita kan berjihad”
“Siapa musuh kita?”
“Orang kafir yang satu itu dan para pembelanya”.
“Apa mereka manusia?”
“Tidak! Mereka itu anjing dan babi”, jawabnya, ketus.
“Berarti, kalian berperang melawan binatang?”
“Lebih dari itu, mereka itu dajjal, kafir, iblis, setan, dedemit, dan banyak lagi”, kata anak muda tersebut.
“Apakah setelah hari ini, Ibukota akan lebih baik?”, tanyaku.
“Ya jelas lah”, jawabnya, mantap, tanpa perlu berpikir lagi.
“Apa setelah ini, para pengangguran bisa kerja?”
“Ya tidaklah”
“Apa setelah ini, banjir akan berakhir?”
“Ya tidaklah”
“Apa setelah ini, kemacetan bisa teratasi?”
“Ya tidaklah”.
“Apa setelah ini, masalah-masalah di perkotaan juga selesai”.
“Ya tidaklah”
“Lalu, kalian dapat apa?”
“Kami dijanjikan surga”, jawabnya, lalu ia bertakbir.
“Oiya, ngomong-ngomong, siapa sih satu orang yang kalian kalahkan itu?”
“Ahok”, jawabnya dengan nada keras.

“Ayo, Mas, ikut konvoi”, ajak mereka kepadaku.
“Tidak, terima kasih. Nikmati saja pesta kalian hari ini. Aku ingin pulang, meneruskan tidurku yang tadi terganggu. Ternyata, ini semua hanya kemenangan semu, bahkan lucu. Lucunya karena pertempuran ini, tidak imbang.  Sejuta lebih lawan satu orang saja.

Ah, bobo lagi deh.


Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:
Tulis komentar