16 April 2017

Arsitektur Masjid Salib?

 

Ramai di medsos, berita tentang Masjid Raya Daan Mogot Jakarta yang dibangun oleh Pemprov DKI. Menurut kabar dari Bumi Datar, gaya arsitektur masjid itu setelah dilihat dari langit, ternyata bernuansa "salib". Orgamen pintunya juga "salib", bahkan ada lambang "zionis" di bagian depan masjid. Omaigaat... benar-benar masjid "Dhiror" itu Kak Emma.

Yah, begitulah politik. Pokoknya semua yang ada sangkut pautnya dengan Jokowi atau Ahok, mesti dibumbuhi "pesan teologis", entah itu kafir, liberal, syiah, komunis, munafik, neraka, dan stigma ngeri lainnya. Jangankan bangun masjid, andai bangun surga pun, tetap dikira taman bermain anak dan janda, hehehe...

Dalam sejarah arsitektur Islam, desain masjid yang ala islami-syar'i itu tidak ada juklaknya, sebab gaya arsitektur itu produk budaya. Umat Islam bebas membangun masjid model apa saja, lha wong bumi ini semua telah dijadikan masjid untuk umat Nabi Muhammad saw. Bahkan, jika mengacu pada model arsitektur masjid nabawi di era Nabi masih hidup, ya berarti model masjid itu sederhana banget, hanya berupa bangunan persegi panjang, tanpa kubah (dome) dan tanpa menara. Begitu kata Cresswell dalam Early Muslim Architecture.

Menurut catatan sejarah, kubah (dome) baru ada di Masjid Umar di Yerusalem sekitar tahun 685 M sampai 691 M. Pada era berikutnya, tradisi kubah menjalar ke wilayah Iran dan Asia Tengah, Turki, Mesir, dan India. Di tanah Arab, kubah masih relatif jarang digunakan. Bahkan, bila diruntut lebih jauh, kubah sudah muncul pada masa imperium Romawi, sekitar tahun 100 M. Salah satu buktinya adalah bangunan Pantheon (kuil) di kota Roma yang dibangun Raja Hadria pada 118 M-128 M.
Lalu, apa kubah-kubah masjid yang ada sekarang mau disebut "tasyabbuh"? Yang bisa jawab, ambil sepedanya, hehehe...

Penggunaan kubah tercatat mulai berkembang pesat di periode awal masa Kristen. Struktrur dan bentang kubah pada waktu itu tidak terlalu besar, seperti terdapat pada bangunan Santa Costanza di Roma. Pada era kekuasaan Bizantium, kaisar Justinian mulai membangun kubah kuno yang megah. Dia menggunakan kubah pada bangunan Hagia Sophia di Konstantinopel. Gereja yang kemudian beralih fungsi menjadi masjid dan kini menjadi museum ini adalah salah satu bukti bahwa kubah bukanlah dari peradaban Islam murni. Bahkan di Moskow Rusia, ada juga bangunan katedral yang menjadi ikon kota Moskow dengan kubah pada bagian atasnya, sehingga dalam pandangan sekilas akan terlihat sangat mirip bangunan masjid. Lalu, apa katedral Moskow itu juga "tasyabbuh" dengan Islam? Makin pusing dah, Kak Emma...

Belum lagi tentang menara. Secara leksikal, kata "menara" berasal dari "Manaraah" yang akar katanya adalah "naar" alias api. Dulu, peradaban zoroaster (majusi) menyembah api yang diletakkan di menara, makanya disebut menara karena memang tempatnya api. Jadi, menara berfungsi sebagai tanda untuk melakukan ritual. Pada perkembangannya, menara berfungsi sebagai benteng pengawas dalam menghadapi perang, menara mercusuar, menara untuk meletakkan sound system agar suara adzan bisa terdengar jauh, hingga saat ini ada menara pemancar sinyal ponsel, hehehe....

Lalu, mana yang tasyabbuh, arsitektur Islam apa arsitektur kafir? Ayo, jawab Kak Raisa....

Karya seni itu merupakan produk budaya. Seni akan indah dan suci, jika tidak dikotori dengan intrik politik kotor bin najis yang mempolitisasi agama untuk memuaskan nafsu kekuasaan.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar