14 Juli 2017

Bu Satiah: Srikandi Muslimat NU

 


Kamis malam Jumat, 13 Juli 2017, NU Ranting Kebalen Kotalama Malang kehilangan salah satu tokoh yang selama ini menjadi panutan bagi ibu-ibu muslimat, mbak-mbak fatayat dan sahabat IPNU-IPPNU. Tokoh itu adalah Ibu Hajjah Satiah.

Allah memanggilkannya di usia senja setelah ia menyelesaikan seluruh agenda perjuangannya. Meski hidup dalam kesendirian, kesepian dan keprihatinan, namun Bu Satiah -demikian nama populernya- tetap bersemangat dan terus aktif di semua kegiatan NU dan pengajian. Rasa lelah dan sakit tidak tampak di raut wajahnya yang teduh, saat ia memberi semangat untuk kaum muda-mudi agar terus berpegang teguh kepada ulama.

Yang tersulit untuk ditiru adalah aspek istiqamah-nya. Shalat berjamaah di masjid, puasa sunnah, ikut pengajian di mana saja meski jaraknya jauh, semua dilakukannya dengan ikhlas. Tanpa support dan bimbingannya, kegiatan rutin untuk ibu-ibu seperti tahlil, yasinan, manaqiban dan istighatsah, boleh jadi sudah lama terhenti. Di tangannya, semua kegiatan keagamaan menjadi sukses, termasuk even pengajian akbar.

Saya masih teringat, setahun lalu, ketika beliau datang ke rumah dan meminta saya untuk mengisi pengajian rutin Muslimat NU yang diasuhnya. Pesannya, "Bimbinglah ibu-ibu dengan materi pengajian dasar, ringan dan mudah, sebab jika ibu rumah tangga agamanya bagus, maka bagus pula seisi rumah itu".

Awalnya saya merasa berat, sebab sudah ada Umi Satiah yang jelas lebih paham daripada saya, terutama terkait psikologi ibu-ibu Muslimat. Namun, karena desakan dari beliau, akhirnya "Bismillah" sayapun menerimanya. Kini, saya baru tahu, bahwa pesannya itu ternyata pesan terakhir yang intinya agar ibu rumah tangga, khususnya ibu-ibu Muslimat, memahami ajaran agama dan mengamalkannya dengan baik dan benar. Dengan begitu, insya Allah, keluarganya akan sakinah, mawaddah dan rahmah berkat barakah para alim ulama.

Jika melihat sikapnya, beliau selalu tenang, santun dan tutur katanya mesti disisipi nasehat. Memang, terkadang keras, lantang bahkan seperti marah. Namun, itu semua dipahami sebagai bentuk kasih sayang seorang ibu bagi seluruh jamaah ibu-ibu muslimat.

Perjuangannya untuk masjid juga tidak setengah-setengah. Semua jiwa raganya telah ia berikan untuk khidmat masjid, apalagi untuk Nahdlatul Ulama (NU). Sejak muda, Ibu Satiah dan keluarganya sudah menjadi "Pembela NU" lahir batin sebagai manifestasi dari rasa ta'dzim dan hormat kepada para kiai.

Masjid Muritsul Jannah dan NU Kebalen Kotalama Malang benar-benar kehilangan sosok sepertinya. Semoga dalam waktu dekat, muncul para generasi penerusnya yang istiqamah mengikuti langkah perjuangan dan pengabdiannya.

Kini, Ibu Satiah telah pergi untuk selamanya. Tapi, jejak-jejak perjuangannya masih akan terus dilalui oleh keluarga, kerabat dan para jamaahnya sebagai amal jariyah baginya yang telah memasuki gerbang kebahagiaan, yakni ridha Allah dan surga-Nya.

Selamat Jalan Srikandi (Wanita Tangguh) Muslimat NU, Ibu Hajjah Satiah, semoga Allah menerima segala amal baiknya dan mengampuni semua dosa dan kesalahannya.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar