28 Desember 2017

Kembali ke Qur'an dan Sunnah?

 

Seruan "Kembali ke Quran dan Sunnah" sesungguhnya baik dan idealnya memang begitu. Tapi, akan tetapi, sebagaimana diketahui, al-Quran dan as-Sunnah (Hadis Nabi) sebagai teks suci dan pedoman hidup lebih banyak mengatur hal-hal yang masih bersifat global (mujmal), tidak bersifat teknis sehingga untuk memahami teks al-Quran dan Hadis Nabi, tidaklah mudah. Tidak semua urusan ada juklak dan panduannya dalam al-Quran dan hadis.

Perlu seperangkat ilmu alat untuk bisa memahami ayat al-Quran dan matan hadis sehingga muncul ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu bahasa, dan banyak lagi. Selain itu, ada kualifikasi khusus bagi siapa saja yang berkompeten menafsiri ayat dan hadis, mengambil hukum (istinbat), dan sebagainya dengan syarat dan standar yang cukup tinggi sehingga tidak setiap orang mampu memenuhinya.

Ada mujtahid mutlaq, mujtahid madzhab, ada mufassir, muhaddis, al-hafidz, al-musnid dan gelar-gelar lain menurut spesifikasi keilmuan dan bidangnya masing-masing. Jadi, tidak cukup hanya gelar 'ustadz', apalagi 'dai' alias penceramah yang piawai berorasi atau beraksi ria.

Oleh karena itu, ajakan 'Kembali ke Quran dan Hadis' sejatinya hanya omong kosong belaka. Bagaimana mungkin kembali ke Quran dan Hadis, jika yang dimaksud 'hanya' kembali ke 'Terjemahan Mushaf al-Quran' dan 'Terjemahan Kumpulan Hadis Nabi'? Ini sama saja bohong!

Bukankah terjemahan itu juga produk ulama? Bukankah terjemahan itu juga hasil tafsir, takwil dan interpretasi manusia? Jika mau kembali ke 'Quran dan Hadis' saja, ya perlu belajar lama dan itu pun tidak menjamin akan memiliki kemampuan mumpuni setaraf Imam Syafi'i, Imam Maliki, Imam Nawawi, dan ulama-ulama lainnya.

Jadi, seruan 'Kembali ke Quran Hadis' saja itu sebenarnya mengandung agenda terselubung. Yakni, kita digiring untuk meninggalkan para kiai dan alim ulama yang jauh lebih kredibel, lalu dicekoki tafsiran baru yang hanya berpijak dari terjemahan dan pemikiran dangkal yang sama sekali jauh dari hasil tafsir, takwil, ijtihad dan konklusi para ulama yang telah diakui kredibilitasnya.

Intinya, jangan percaya ajakan 'Kembali ke Quran Hadis' jika ujung-ujungnya ternyata mengajak untuk menjauhi para kiai dan alim ulama, lalu digiring untuk berpindah mengidolakan para dai dan ustadz seleb yang memahami ayat maupun hadis cuma modal terjemahan saja

Tidak ada komentar:
Tulis komentar