6 Januari 2011

Indonesia = Luna Maya

 

Suatu hari, ketika saya bersama isteri jalan-jalan di pertokoaan "Aswaq al-Haram" yang berjajar di sekitar Masjid Nabawi, saya menghentikan langkah di "Dukkan al-Aqmisah", sebuah toko baju dan gamis. Kebetulan ada sebuah jubah yang cukup menarik untuk saya beli.

Tatkala saya memasuki toko itu, sang penjual menyambut kami dengan ramah. "Mari Tuan, murah-murah, liat-liat", katanya. "Wah, rupanya orang-orang Arab sudah banyak yang bisa berbahasa Indonesia, meski cuma beberapa kalimat dan kosakata yang diperlukan untuk jual-beli. Saya pun makin merasa nyaman melihat-lihat aneka jenis jubah".

"Indonesia?", kata penjual toko yang usianya sekitar 40 tahunan. "Aiwah", jawab saya. "Indonesia, Quwais. Indonesia Luna Maya", katanya, sambil tertawa. Dia tampak gembira berbeda dengan saya. Meski tersenyum, tapi saya cukup terkejut dengan kalimat "Indonesia Luna Maya". "Ta'rif Luna Maya?", tanya saya. "Aiwah. Hurmah Jamilah. Ajiib, ajiib. Indonesia Ajiib", jawabnya yang berarti: "Jelas saya tahu siapa Luna Maya? Wanita menarik. Indonesia adalah Luna Maya".

Walaupun penjual Arab itu bicara dengan gaya bahasa sanjungan, tapi pada dasarnya, jawaban pria itu -secara balaghah- jelas mengandung makna ejekan. Sebab, kata "Luna Maya" di sini bukan berarti hanya isim 'alam yang menunjukkan tasybih atau penyeruapaan akan keindahan alam Indonesia yang dinisbatkan pada sosok dan fisik artis bernama Luna Maya yang memang cantik. Akan tetapi, kata "Luna Maya" adalah istilah dan identitas yang mewakili karakter atau tingkah lakunya yang pertengahan tahun lalu sempat menggegerkan Indonesia hingga ke Mancanegara.

Sebagaimana kita tahu, video mesum artis asal Bali itu bersama teman zinanya, Ariel, benar-benar mencoreng nama baik Indonesia dan juga umat Islam. Mengingat, secara KTP mereka mengaku muslim. Video itu, rupanya juga menarik perhatian dunia hingga orang-orang Arab pun tidak  mau ketinggalan mengunduh dan menontonnya.

Selain di Madinah, di Mekah pun saya bersama Jemaah haji lain yang serombongan juga mengalami hal sama. Ceritanya, ketika kami -jemaah haji yang bernaung di kloter 60- sedang ramai berebut minum gratis yang digelar di sebuah lapangan tepat di depan hotel, tiba-tiba, seorang jamaah teman kami meminta tambahan susu cair pada minumannya kepada si pelayan Arab. "Susu.. Haliib, Zid", kata jemaah itu dengan bahasa Arab komunikatif. Tiba-tiba, sang pelayan itu berkata: "Tibgha ziyadah. Haliib Luna Maya...? Ha..ha..ha...", "Anda minta tambah susu, susu Luna Maya?"....

Kebetulan, merek susu cair dan teh celup yang paling populer di Mekah adalah bermerek "Luna". Awalnya, kami tidak mengerti apa yang dimaksud pelayan berkulit hitam itu. Setelah ia menunjukkan label "Luna" pada teh susu, lalu ia tambahi dengan kata "Luna Maya", akhirnya kami pun mengerti hingga meledaklah tawa kami semua. Tapi, di dalam hati, saya sempat menggerutu, "Sialan juga negro Arab ini yang menghina negara kita yang miskin hanya gara-gara Luna Maya".

Yang jelas, pengalaman mendengar kata "Luna Maya" di Mekah dan Madinah itu, yang lalu dihubungkan dengan "Indonesia", merupakan pertanda betapa buruknya nasib bangsa kita. Kita sebagai muslim terbesar di dunia seakan tercoreng hanya perbuatan zina segelintir orang. Kita tidak lagi dikenal sebagai negara sunni yang memiliki banyak wali. Kita tidak lagi dikenal sebagai muslim terbanyak bermadzhab Syafi'i dan berhaluan pada pikiran al-Ghozali yang amat menguasai kajian fiqih dan dunia sufi. Ironis! Wajah negara kita telah tercoreng akibat nista yang takkan bisa termaafkan selamanya.

Sekali lagi, reputasi negara kita benar-benar jatuh. Harga diri dan kehormatan kita sangat tidak berharga. Untuk mengembalikan ke keadaan semula, tidaklah semudah membalik kedua telapak tangan. Pepatah Arab berkata: "As'ab min raddi asy-Syakhbi fii adh-Du'ari". Maksudya: "Lebih sukar daripada mengembalikan susu ke dalam tetek". Apalagi, ini adalah teh-susu merek "Luna......"!!!

Wallahu A'lam

Tidak ada komentar:
Tulis komentar