Iklan

Tampilkan postingan dengan label MK Balaghah I -Ma'ani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MK Balaghah I -Ma'ani. Tampilkan semua postingan

6 Maret 2015

Materi Kuliah Ilmu Balaghah I (Ma'ani)

Deskripsi Mata Kuliah
Mata Kuliah ini bertujuan untuk memberi pemahaman mahasiswa tentang:
  • Pengertian Ilmu Ma'ani, pembagiannya, obyek kajian, dan manfaatnya
  • Kalimat dalam perspektif Balaghah, bagian-bagiannya, dan variasi hubungan lafal dan makna dalam kalimat 
Materi Kuliah
  1. Pengertian Balaghah
  2. Aspek Balaghah
  3. Balaghah dan Linguistik Modern
  4. Sejarah Singkat Ilmu Balaghah
  5. Musnad dan Musnad Ilaih
  6. Ta'riif (me-ma'rifatkan Musnad Ilaih)
  7. Tankiir (me-nakirahkan Musnad Ilaih)
  8. Dzikr (menyebut Musnad Ilaih)
  9. Hadzf (membuang Musnad Ilaih)
  10. Washl, Fashl, Qashr
  11. Ijaaz
  12. Ithnaab
  13. Musawah
Referensi

  • Jawahir al-Balaghah (جواهر البلاغة)
  • al-Balaghah al-'Arabiyah - Mustafa Shawi al-Juwaini (البلاغة العربية) Klik Disini
  • al-Talkhis fii Wujuuh al-Balaghah (التلخيص في وجوه البلاغة). Klik Disini
  • Tashiil al-Balaghah (تسهيل البلاغة). Klik Disini
  • al-Idhah fii Ulum al-Balaghah (الايضاح في علوم البلاغة). Klik Disini


21 Desember 2013

Musawaah

Musawaah adalah apabila lafal dan makna dalam sebuah kalimat, ukurannya pas. Tidak lebih besar maknanya daripada lafal (ijaaz) atau tidak lebih banyak lafalnya daripada makna (ithnaab). Dengan kata lain, kalimat yang pas, tidak ijaaz dan tidak ithnaab, maka ia dikategorikan musawaah.

Berikut bagan tentang penjelasan "musawaah".



21 Desember 2011

Ithnaab

Terkadang, seseorang berbicara panjang lebar, tapi kalimat-kalimat yang panjang itu bertele-tele, tidak bermakna. Kalimat panjang bertele-tele itu disebut "tathwiil" dalam ilmu ma'ani. Berbeda dengan "ithnaab". Ithnaab adalah kalimat yang panjang tapi tetap bermakna. Menambah beberapa kata terkadang diperlukan untuk memberi perhatian lebih, mengkhususkan, memberi sisipan, dan sebagainya.

Pada bagian ini, tergambar jelas tentang ithnaab, apa definisinya? bagaimana bentuknya? apa tujuannya? mengapa diperlukan ithnaab?







Ijaaz

Dalam pembahasan variasi hubungan lafal dan makna, ada 3 hal utama yang dikaji dalam ilmu ma'ani, yaitu:
  1. Ijaaz, yaitu apabila lafalnya lebih sedikit daripada maknanya. Dengan kata lain, makna yang terkandung dalam sebuah lafal/kalimat jauh lebih banyak/luas daripada jumlah kata/kalimat itu sendiri.
  2. Ithnaab, yaitu kebalikan dari ijaaz, bahwa lafal/kata-kata yang terucap dalam sebuah kalimat lebih panjang atau lebih luas dari makna yang terkandung di dalam ujaran tersebut.
  3. Musawaah, yaitu apabila antara lafal dan maknanya sepadan.
Berikut ini, akan dijelaskan gambaran tentang ijaaz yang dalam ilmu ma'ani mengandung makna tertentu tentang mengapa seseorang hanya mengeluarkan ujaran atau lafal yang singkat, padat padahal maknanya luas.










Washl, Fashl dan Qashr

Dalam hubungannya dengan analisis pembentukan antar kalimat, ada kalimat yang satu dengan kalimat yang lain disambung yang disebut dengan "washl" (menyambung). Tentu ada tujuan tersendiri dalam menggabungkan 2 buah kalimat ini.

Sebaliknya, ada pula kalimat yang satu perlu dipisah dengan kalimat lainnya yang disebut "fashl" (memisah), dan hal ini pun memiliki tujuan tersendiri. Salah satunya, agar tidak terjadi salah paham apabila kalimat-kalimatnya disambung.

Tentu, tujuan utama dari belajar bab ini agar audiens memahami ucapan mutakkalim. Misalnya, tentang apakah uraiannya itu masing "nyambung" dengan uraian sebelumnya, atau jangan-jangan ia telah membicarakan hal lain.

Selain itu, pada bagian ini akan dijelaskan juga tentang bagan "Qashr" yang berarti "mengkhususkan" sebuah kata/kalimat tertentu. Seperti biasa, terkadang pembicara/penulis ingin memberi penekanan tertentu pada ujaran-ujarannya, dan hal itu tentu memiliki tujuan. Salah satunya agar menjadi perhatian para audiens.

Berikut bagan-bagan penjelasan tentang "washl, fashl dan qashr"











Membuang Musnad Ilaih (Hadzf)

Musnad Ilaih, selain disebutkan (dzikr) dan memiliki tujuan tertentu, ia juga bisa dibuang (hadfz) dan inipun memiliki tujuan tertentu bila dilihat dari perspektif ilmu ma'ani. Dengan mengetahui tujuan-tujuan ini, mukhatab (audiens) bisa mengetahui maksud ujaran si mutakallim (pembicara).

Berikut gambar tentang penjelasan musnad ilaih yang tidak disebutkan atau dibuang (hadzf).



Menyebut Musnad Ilaih (Dzikr)

Menyebut musnad ilaih dalam sebuah kalimat, dalam ilmu ma'ani, ternyata memiliki tujuan-tujuan tertentu. Sebuah kalimat yang lazimnya tidak disebut, tapi kok kemudian disebutkan, maka di situ pasti ada beberapa tujuan yang dari analisis ilmu balaghah bisa diketahui apa yang menjadi tujuan pembicara (mutakallim) kepada audiens-nya (mukhatab).

Berikut ini gambar tentang penjelasan Dzikr Musnad Ilaih.




Me-Nakirah-kan Musnad Ilaih

Pada pembahasan sebelumnya, musnad ilaih sebagai unsur utama kalimat, ada yang berbentuk ma'rifat dan bentuk makrifat itu memiliki tujuan-tujuan tersendiri. Demikian pula ketika musnad ilaih dalam bentuk nakirah, maka dilihat dari perspektif ilmu balaghah juga memiliki tujuan tersendiri yang itu disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Berikut ini gambaran tentang musnad ilaih dalam bentuk nakirah.




Me-Makrifat-kan Musnad Ilaih

Berikut ini, bagan mengenai macam-macam bentuk musnad ilaih ketika makrifat dan tujuan-tujuannya dilihat dari ilmu balaghah (ma'ani).










Musnad dan Musnad Ilaih

Pada bagian ini, akan dijelaskan secara visual (via gambar) tentang musnad dan musnad ilaih yang dikaji para ahli balaghah untuk mengetahui unsur-unsur sebuah kalimat yang pada tataran selanjutnya, unsur-unsur itu dapat dijadikan bahan analisis lebih lanjut.









2 September 2011

Balaghah dan Linguistik Modern


Linguistik berasal dari bahasa latin, lingua. Dalam bahasa Perancis berpadanan dengan kata langue dan langage. Sedangkan dalam bahasa Italia berpadanan dengan kata lingua dan dalam bahasa Spanyol berpadanan dengan kata lengua.

Secara leksikal, kata linguistik bermakna bahasa. Sedangkan secara terminologis, linguistik mempunyai pengertian sebagai berikut:

1-   Linguistik adalah penelaan bahasa secara ilmiah. (Kamus Pringgodigdo dan Hassan Shadily, 1977)
2- Linguistik adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai obyek forma bahasa lisan dan tulisan yang mempunyai ciri-ciri pemerlain. (Chaedar Alwasilah, 1993)
3-   Linguistik adalah ilmu yang mempelajari bahasa. (Al-Khully, 2003)

Linguistik, ilmu bahasa, dibedakan menjadi 2 macam. Pertama, linguistik murni, teoritis, pure, nadzary. Kedua, linguistik terapan, praktis, tathbiqy.



Pertama, Linguistik Teoritis, yaitu ilmu bahasa yang membahas unsur-unsur utama tentang bahasa itu sendiri.

Ketika bahasa mencakup kajian tentang suara atau bunyi bahasa berdasarkan hakikat bahasa adalah bunyi “al-Lughah hiya al-shawt”, maka lahir ilmu fonologi atau ilm al-ashwaat (ilmu yang mempelajari tentang bunyi). Ilmu Bunyi ini berkembang luas hingga muncul ilmu fonetik, dan ketika ilmu dihubungkan dengan penelitian terhadap al-Qur’an, muncul ilmu tajwid, ilmu qiraat, dan sebagainya.

Ketika dalam kajian bahasa juga dibahas tentang teori pembentukan kata, lalu lahirlah ilmu morfologi atau ilmu sharaf. Ilmu ini membahas pembentukan kata, derivasi kata, struktur kata, kata plural dan tunggal, kata ganti atau dhamir, dan sebagainya.

Ketika bahasa mengkaji hal yang lebih luas daripada sekedar bunyi dan kata, tapi juga kalimat, maka diperlukan ilmu nahwu atau ilmu sintaksis yang bertugas untuk mempelajari susunan kalimat, kedudukan kata dalam kalimat, bentuk-bentuk gramatis dalam kalimat, dan sebagainya. Di Indonesia, ilmu nahwu paling berkembang luas, terutama di dunia pesantren. Berbagai literatur mulai dari ringkas dan mudah hingga yang luas dan mendalam, juga dipelajari.

Pada tahap selanjutnya, bahasa pun tidak sekedar membahas kalimat, kata atau bunyi. Namun, bahasa juga membahas makna. Bahkan, makna dinilai sebagai hal terpenting dari bahasa, mengingat bahasa sekedar sebagai alat komunikasi, dan dalam berkomunikasi pesanlah yang disalurkan oleh pemberi pesan kepada penerima pesan. Pesan itu adalah makna, dan makna dalam linguistik dibahas dalam ilmu khusus, yakni ilmu semantik (ilmu makna).

Ilmu Semantik ini makin berkembang luas. Pada awalnya, ia hanya membatasi pada pembahasan makna tiap kata sehingga lahir ilmu vocabulary atau ilmu mufradaat. Di sana, makna kata dikupas tuntas, dicari pengembangan makna dari sebuah kata, penyempitan makna, perluasan, makna ganda, makna denotatif – konotatif, dan sebagainya.

Pada perkembangan selanjutnya, kumpulan makna itu perlu dihimpun, diklasifikasikan, dan disimpan. Atas dasar ini, muncul ilmu leksikologi atau ilmu ma’ajim. Yakni, ilmu perkamusan sebagai pengembangan ilmu kosakata. Dalam ilmu ini, dibahas model-model kamus, tehnik penulisan dan penyusunan kosakata, jenis-jenis kamus, dan sebagainya.

Pada perkembangan selanjutnya, semantik pun turut diperluas kajiannya. Bahwa, bahasa tidak hanya sekedar membahas bunyi, kata, kalimat dan makna. Tapi, lebih daripada itu, ada hal lain yang juga penting dikaji yang itu juga mempengaruhi pemaknaan bahasa, penggunaan kata dan penyampaian bunyi atau intonasi berbahasa. Hal itu adalah konteks. Yah, konteks atau siyaaq dinilai sebagai hal urgen untuk dipelajari. Untuk mempelajari konteks itulah diperlukan ilmu pragmatik, yakni ilmu yang membahas konteks atau wacana berbahasa.

Melihat bagan di atas, tampaknya, ilmu balaghah tidak masuk dalam kajian linguistik. Padahal sebenarnya, ilmu balaghah yang terdiri dari ilmu ma’ani, ilmu bayan dan ilmu badi’, telah ada dalam bagan linguistik di atas.

Ilmu Balaghah yang membahas makna kalimat dan konteksnya (ilmu ma’ani), secara ontologis dan epistemologis, ada kesamaan dengan ilmu pragmatik. Ilmu Ma’ani juga terkait dengan semantik dan bahkan, ketika ilmu ma’ani membahas bentuk-bentuk kalimat khabari dan insya’i, ia masih terkait juga dengan ilmu sintaksis (nahwu), ilmu morfologi (sharaf) dan ilmu fonologi (aswaat).

Demikian pula, ketika ilmu balaghah membahas tentang makna kata yang meliputi tasybih, majaz, kinayah (ilmu bayaan), maka ilmu ini juga memiliki titik temu dengan ilmu leksikologi dan ilmu mufradaat. Termasuk juga, ketika ilmu balaghah bagian ketiga (ilmu badi’) yang membahas keindahan kata dan makna, maka ini juga juga hampir sama kajiannya dengan ilmu semiotika atau ilmu usluub yang sejatinya juga membahas gaya bahasa.

Dengan demikian, bisa dikatakan, bila kita mempelajari ilmu balaghah secara paripurna meliputi ketiga bidangnya (ma’ani, bayan, badi’), maka sebenarnya kita telah mempelajari linguistik murni secara lintas kajian. Oleh sebab itu, Muhammad Al-Khuli berusaha memposisikan balaghah dalam bagan di bawah ini



Meski demikian luasnya kajian balaghah dan ia berada di mana-mana, kan tetapi, untuk mempelajari balaghah di era kini, perlu juga dihubungkan dengan ilmu linguistik modern, mengingat linguistik modern yang terus berkembang, terutama pada obyek kajiannya yang sering dikaitkan dengan tindak tutur dan tindak berbahasa masa kini.

Sedangkan balaghah yang hanya mempelajari obyek kajiannnya terbatas pada ayat-ayat al-Qur'an, hadis Nabi, puisi (syair) maupun prosa (natsr) ulama balaghah klasik, maka kondisi semacam itu tidak akan banyak membantu penguasaan bahasa secara luas. Di sisi lain, belajar balaghah yang terbatas pada kajian “tempo doeloe” juga akan mempersempit balaghah itu sendiri dan membuatnya stagnan.

Kedua, Linguistik Praktis, yaitu ilmu bahasa yang membahas semua unsur bahasa, lalu ilmu linguistik murni itu dihubungkan atau digabung dengan ilmu lain.

Misalnya, gabungan antara linguistik dan sosiologi melahirkan sosiolinguistik (ilm lughah ijtima’i); gabungan ilmu tentang jiwa atau psikologi dengan ilmu bahasa melahirkan psikolinguistik (ilm lughah nafsi); dan sebagainya.

Selain cabang di atas, bagian lingustik terapan tidak hanya sosiolinguistik dan psikolinguistik, tapi masih banyak yang lain, seperti: geolinguistik (ilm lughah jughrafi). Paedagogik-linguistik, leksikografi, matematika-linguistik, dan seterusnya.