18 Januari 2011

KBIH dalam Sorotan

 

Ternyata, calon jemaah haji yang mendaftar dan ikut dalam kuota haji Kementerian Agama Indonesia, masih diklasifikasikan menjadi 2 golongan. Pertama, jemaah haji yang ikut KBIH. Kedua, jemaah haji mandiri alias tidak ikut KBIH. Tahun 2010, saya memilih "Haji Mandiri", tidak ikut KBIH manapun.

Mengapa jemaah haji ikut KBIH? Belum cukupkah informasi, bimbingan dan pelayanan haji yang disuguhkan Kantor Urusan Ibadah Haji sehingga KBIH harus ada? Apakah perbedaan antara Haji KBIH dan Haji Mandiri? Apa keuntungan dan kerugian dari adanya KBIH itu? Dan, masih banyak lagi persoalan yang bisa diketengahkan untuk menyoroti eksistensi KBIH dan penyelenggaraan ibadah haji.

Alasan utama para jemaah haji ikut KBIH tentunya karena mereka menginginkan bimbingan, pendampingan, dan layanan yang prima. Umumnya, mereka adalah jemaah yang belum pernah pergi haji. Jangankan ke Luar Negeri seperti Saudi Arabia yang merupakan salah satu negara maju, pergi ke kota besar seperti Jakarta saja, ada yang belum pernah. Tentunya, minimnya pengalaman ini yang mendorong mereka lebih ikut KBIH agar mereka tidak bingung saat tiba di tanah suci.

Alasan lainnya tentu karena kebanyakan mereka masih awam tentang ilmu manasik haji sehingga harapan mereka terhadap KBIH begitu tinggi supaya mereka dapat menggapai haji mabrur. Selain itu, para jamaah juga tidak mengerti prosedur pendaftaran dan tetek bengek lain yang berhubungan dengan urusan administrasi seperti pendaftaran SPIH, pengurusan paspor, pembukaan rekening haji, dan sebagainya. Untuk kemudahan ini, mereka lalu rela membayar berapa saja ke pihak KBIH agar perjalanan haji menjadi mudah, lancar dan selamat mulai dari pemberangkatan hingga pemulangan ke tanah air.

Saya melihat banyak KBIH yang telah menjalankan tugasnya itu. Mereka layaknya "kepanjangan tangan" Pemerintah atau Kemenag Urusan Haji. Mulai dari bimbingan ibadah hingga hal-hal terkecil seperti pendampingan ziarah dan shoping di tanah suci, juga mereka layani. Biasanya, KBIH yang memiliki komitmen tinggi untuk khidmat dan ibadah akan selalu peduli dengan jamaahnya dan tidak "kentara" kalau mereka berbisnis.

Namun, ada juga sedikit atau mungkin juga banyak, KBIH yang hanya berorientasi pada bisnis. Sementara tentang bimbingan manasik haji, malah terbengkalai.

Suatu saat, seorang teman haji bercerita bagaimana mudahnya ia mencium Hajar Aswad, padahal kami sangat sulit. Ia mengaku hampir setiap thawaf, jika mau ia bisa mengusap dan mencium Hajar Aswad. Mendengar pengakuannya, saya pun curiga. Keesokan harinya, saya berangkat ke Masjidil Haram dengan teman haji itu. Di dalam masjid, saya bertanya tentang bagaimana tehnik mencium Hajar Aswad yang mudah. "Oh...gampang. Lho, itu lihat... Tidak begitu sesak kan?", katanya. Ternyata, teman saya itu menunjuk Rukun Yamani yang memang diusap oleh para jemaah haji, tapi tidak seramai di Hajar Aswad. Akhirnya, saya pun menjelaskan bahwa apa yang dikiranya selama ini Hajar Aswad, bukanlah Hajar Aswad, tapi Rukun Yamani. Jadi, wajar bila relatif lebih mudah karena ia lebih sepi.

Pengalaman di atas adalah salah contoh saja dari sekian peristiwa naif yang menunjukkan betapa KBIH tidak/belum maksimal dalam melayani bimbingan manasik haji. Padahal, teman saya itu ikut KBIH dengan membayar 2 juta rupiah!

Jadi, KBHI itu Kelompok Bimbingan Ibadah Haji atau Korban Biaya Ibadah Haji?

1 komentar:
Tulis komentar
  1. http://www.beritaempat.com/kualitas-layanan-haji-rendah-dpr-tekankan-profesionalitas-dalam-penyelenggaraan-haji/

    BalasHapus