Sudah hampir sebulan, kurang lebih enam desa di lima kecamatan kabupaten Probolinggo, Jawa Timur diserbu ulat bulu (desiciria inclusa). Ratusan bahkan ribuan ulat merayap di pepohonan dan rumah warga. Ulat bulu telah merusak 8.887 pohon tanaman dan menyebar ke rumah penduduk. Selain di Probolinggo, ulat-ulat bulu juga menyerang kecamatan di Jombang dan Banyuwangi. Dinas pertanian setempat juga kewalahan menghadapi fenomena aneh dan mengerikan ini.
Di Bojonegoro, paling tidak, sudah dua kecamatan yang kini diserang wabah ulat berbulu ini, yakni Kecamatan Kota Bojonegoro dan Dander. Ulat bulu bahkan merambah Kantor Pemkab Bojonegoro. Sejumlah pegawai mengaku merasa jijik dengan banyaknya ulat yang merayap di dinding kantor dan ruang kerja. Aktivitas belajar-mengajar di beberapa sekolah, juga terganggu dengan adanya ulat bulu tersebut. Begitu gegernya, sampai-sampai, Gubernur Jawa Timur menyerukan siaga satu atas serangan ulat bulu.
Menurut pakar hama IPB, jika ulat tidak dibasmi dengan bener, maka ribuan ulat itu akan muncul lagi dua bulan ke depan. Jika dibiarkan ulat akan jadi kepompong, terus jadi kupu-kupu. Setelah itu kupu-kupu akan bertelor lagi dan menghasilkan ulat baru. Satu ekor ulat bulu bisa menghasilkan 600 ulat baru. Deputi Kepala Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT, Listyani Wijayanti, menyalahkan cuaca ekstrem sebagai pemicu keluarnya ulat-ulat bulu.
Selain ulat bulu, kelelawar juga ikut-ikutan berdemonstrasi. Binatang yang biasanya beroperasi di malam hari itu, kini berani menampakkan diri di bawah teriknya matahari. Pohon-pohon kelapa milik warga di Sulawesi menjadi sasaran kemarahan para kelelawar. Diduga, makhluk berwajah menyeramkan itu, sengaja bermigrasi karena tempat hunian asal mereka digusur dan diluluh lantahkan manusia.
Sangat boleh jadi, alasan ulat bulu pun sama dengan kelelawar. Ketika habitat atau tempat berdomisili mereka diusik dan dilebur, tak ada hunian lagi kecuali ke rumah-rumah dan perkebunan manusia. Mereka marah, kesal, dan jengkel dengan ulah manusia yang seenaknya sendiri merusak alam dan lingkungan. Ekosistem yang secara natural harus dilestarikan, justru dikhianati oleh manusia demi keuntungan materi.
Ada lagi, fenomena tentang terdamparnya ikan paus di beberapa pantai yang ada di Indonesia dan menjadi tontonan massa. Biasanya, ikan raksasa itu lebih tenang berada di dasar laut. Namun akhir-akhir ini, entah mengapa ikan paus tutul, satu demi satu, tergeletak dan segaja melakukan penampakan di daratan. Apakah raja ikan itu memang berniat bunuh diri karena stress akibat lautan mereka dicemari, ataukah ikan-ikan sekedar mengirim pesan "warning" supaya manusia tidak terus-menerus memperkosa kekayaan alam tanpa diimbangi upaya pemeliharan dan pelestarian lingkungan?!
Ular piton pun juga tak mau kalah. Setelah ditemukan di Kabupaten Pasuruan, Jember, dan di beberapa desa lainnya, ular raksasa itu seakan menebar pesona. Secara sengaja, ular itu justru ingin ditangkap oleh manusia. Boleh jadi, ular piton itu sangat frustasi dan ingin pindah profesi. Yah, ular mematikan itu sangat ingin ditangkap, lalu dijebloskan ke kebun binatang dan dipamerkan di hadapan pengunjung tempat wisata. Dengan demikian, ular itu akan menjadi selebritis yang selalu dipuja, ditonton dan terus diberi makan tanpa perlu usaha sendiri.
Bila ular piton itu ditanya, "Mengapa kamu mengorbankan dirimu untuk ditangkap menjadi budak manusia?". Jelas, mereka akan menjawab, "Inilah jalan saya satu-satunya. Saya sudah tidak memiliki tempat tinggal lagi. Gorong-gorong, selokan, sawah dan kebun yang biasa saya huni dan tempat saya mencari makan, telah dicemari manusia. Mereka merampok sandang pangan kami. Akhirnya, kami tak punya pilihan lagi kecuali mengorbankan kehormatan dengan menjadi budak manusia".
Ulat bulu, kelelawar, ikan paus, ular piton, hanya beberapa perwakilan dari binatang yang ekosistem dan lingkungan mereka telah dirusak manusia. Selain mereka, telah banyak binatang yang sudah menjadi budak manusia. Burung-burung diburu, suaranya dijual, bulunya dipamerkan, semua demi uang dan uang. Monyet pun diajak berdansa, dipaksa menari demi uang dan uang lagi.
Al-Qur'an menjelaskan, bila selama ini kuda, sapi, kerbau, kambing dan aneka binatang ternak sengaja ditundukkan oleh Allah untuk manusia, maka itu semata-mata karena rahmat atau kasih sayang Allah terhadap umat manusia. Demikian pula dengan binatang-binatang liar dan serangga. Allah sengaja menyediakan mereka untuk manusia supaya manusia menjadi khalifah atau pemimpin yang bisa mengatur, menjaga, memelihara dan merawat mereka dan alam sekitarnya.
Jika kini, para animal memberontak, berdemontrasi dan melakukan perlawanan, kita patut khawatir, jangan-jangan, sedikit demi sedikit rahmat Allah telah dicabut dari negeri tercinta ini. Buktinya, hewan pun mulai muak dan hilang kesabaran terhadap tingkah polah manusia yang tidak pernah mau bersadar. Seharusnya, sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi, manusia memberikan teladan bagaimana melestarikan alam, menjaga keberlangsungan ekosistem dan habitat makhluk lain semisal binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Nyatanya, hutan-hutan digunduli. Pohonnya digergaji dan kayunya dijual secara ilegal. Pantai-pantai disulap menjadi tempat wisata, namun kebersihannya tidak dijaga. Sampah-sampah berserakan sebagaimana aurat dipertontonkan, lalu kerusakan lingkungan malah diterjemahkan menjadi pembangunan dan kemaslahan ekonomi. Sebuah kebohongan publik dari pihak manusia yang sebenarnya telah lama dimengerti para binatang dan tumbuhan. Kini, mereka semua berdemontrasi dan saling berkolaborasi untuk memerangi umat manusia.
Lihat, ribuan sawah gagal panen dan petani pun meradang hanya gara-gara tanaman padi berteman dengan wereng, belalang dan tikus. Kebun dan sawah itu, tampak sengaja menyerahkan hasil panennya untuk binatang, tidak lagi mendistribusikannya kepada manusia, sebab tanaman dan tumbuhan itu tidak tahan melihat kebohongan dan kerusakan yang dilakukan umat manusia.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar