30 Oktober 2012

Bulan Haji, Bulan Madu

 



Bulan Dzul-Hijjah oleh umat Islam dikenal juga dengan "Bulan Haji", yakni bulan perjalanan ke tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah demi memenuhi panggilan Allah. Karena itu, para haji menyambutnya dengan talbiyah, "Labbaika Allahumma Labbaika" yang artinya, "Kupenuhi Panggilan-Mu Ya Allah".

Oleh karena itu, haji harus karena Allah, tulus dan ikhlas memenuhi panggilan-Nya. Tidak boleh ada sekutu bagi-Nya, tidak boleh ada pamrih, niatnya harus suci dan bersih, tidak ada tendensi dan kepentingan apapun selain ibadah. Inilah haji yang hanya ada di bulan Dzul-Hijjah, bulan hari raya akbar.

Tampaknya, motif pergi haji akhir-akhir ini mulai mengalami pergeseran. Tidak sekedar memenuhi panggilan Allah, tapi dicampur dengan kepentingan lain. Padahal, talbiyah yang lengkap diakhiri kalimat, "La syarika laka labbaika", tidak ada sekutu bagi-Mu Ya Allah. Meski talbiyah ini dihafal dan diucapkan, tapi melaksanakan makna talbiyah itu ternyata tidak mudah.

Tidak mudah karena ada pergeseran makna akibat lalai atau kurang mengerti tentang maksud utama haji yang harus tulus dan ikhlas. Kini, haji lebih dipandang sebagai sebuah perjalanan atau wisata yang indah ke tempat bersejarah dan menakjubkan. Karena itu, bulan haji sering juga menjadi ajang bulan madu.

Yah, bulan madu untuk memadu kasih di tanah suci. Ada pasangan pengantin baru yang untuk mengabadikan cintanya, lalu keduanya pergi haji atau umrah. Bahkan, ada yang melangsungkan akad nikahnya tepat di depan Ka'bah. Sesungguhnya, hal semacam ini tidak salah. Namun, kurang tepat jika maksud utama haji hanya sebagai momen bulan madu.

Agen travel haji juga turut andil "mencemari" kemurnian haji dan umrah dengan acara bulan madu yang dibungkus dengan wisata religi. Akhirnya, haji dan umrah kehilangan keramatnya. Dua kota suci, Mekah dan Madinah, menjadi berposisi sama dengan Paris, Hawai, Denpasar, Roma dan kota-kota romantis lainnya bagi sepasang pengantin baru yang berumrah plus honey moon.

Fenomena ini sudah mulai menjadi tradisi kaum berduit dan para selebritis nasional yang usai melangsungkan akad nikah, mereka memprogram bulan madu dalam paket umrah spesial. Akhirnya, sekali lagi, haji dan umrah mengalami pergeseran makna karena motif ibadah yang semestinya murni itu, telah disusupi nafsu berbulan madu.

Memang, tidak bisa dipungkiri, mengadakan perjalanan ke tempat yang indah, apalagi ke kota suci Mekah dan Madinah yang sarat dengan peninggalan sejarah, jelas mengandung kenikmatan batin tersendiri. Kenikmatan ini menjadi lengkap bila bisa dibagi dengan pasangan suami-isteri. Dan itu, sah-sah saja sebagai bagian dari syukur nikmat dan tafakkur atas tanda-tanda kebesaran Allah.

Namun, jangan sampai nafsu memadu kasih itu menjadi motif utama yang mengimami para jamaah haji dan umrah. Sebab, dengan jelas Allah melarang agar tidak ada "rofats" atau nafsu seks di saat melaksanakan haji dan umrah.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar