21 Agustus 2013

Melihat Yang Tidak Ada

 


Mata adalah alat untuk melihat segala yang ada. Hanya saja, yang sering terlihat, justru sesuatu yang tidak ada. Menyakini ada, berdasarkan hasil penglihatan, padahal tidak ada, kerapkali membuat kita merasa susah, seakan-akan segala yang kita yakini dan kita lihat, berbeda dengan realita.

Al-Kisah, suatu hari ada seorang anak yang kehilangan uang sebesar Rp 10.000. Dia begitu sedihnya dan menangis sejadi-jadinya. Paman anak tersebut merasa kasihan, kemudian dia menghampiri anak itu.

“Kenapa kamu menangis?” tanya pamannya dengan penuh kasih sayang.

“Uang saya hilang. Rp 10.000.” katanya sambil terisak-isak.

“Tenang saja, nich paman ganti yah… paman kasih Rp 10.000 buat kamu. Jangan menangis yah!” kata pamannya sambil menyerahkan selembar uang Rp 10.000. Namun, si anak tetap saja menangis. Kenapa?

“Kenapa kamu masih menangis saja? Kan sudah diganti?” tanya pamannya.

“Kalau tidak hilang… uang saya sekarang Rp 20.000.” kata anak itu dan terus menangis.

Pamannya bingung…
“Terserah kamu saja dech….”, katanya sambil pergi.

Ayahnya yang baru pulang kantor mendapati anaknya masih menangis.

“Kenapa sayang? Koq menangis sich. Lihat mata kamu, sudah bengkak begitu. Nangis dari tadi yah?” tanyanya sambi menyeka air mata anaknya.

“Uang saya hilang Rp 10.000.” kata anaknya mengadu.

“Ooohhh. Lho itu punya uang Rp 10.000? Katanya hilang?” tanya ayahnya yang heran karena dia melihat anaknya memegang uang Rp 10.000

“Ini dari paman…. uang saya hilang. Kalau tidak hilang saya punya Rp 20.000.” jawabnya sambil terus menangis.

“Sudahlah…. nih ayah ganti. Ayah ganti dengan uang yang lebih besar. Ayah kasih kamu Rp 20.000. Jangan menangis lagi yah!” kata ayahnya sambil menyerahkan selembar uang Rp 20.000.

Si anak menerima uang itu. Tetapi masih tetap saja menangis. Ayahnya heran, kemudian bertanya lagi.

“Kenapa masih menangis saja? Kan sudah diganti?”

“Kalau tidak hilang, uang saya Rp 50.000.”
Ayahnya hanya geleng-geleng kepala.

“Kalau gitu dikasih berapa pun, kamu akan nangis terus.” sambil mengendong anaknya.

***

Kisah ini boleh jadi hanya rekayasa. Tapi dalam kenyataannya, banyak orang yang memiliki sikap seperti anak tadi. Dia hanya melihat apa yang tidak ada, dia hanya melihat apa yang kurang, tanpa melihat sebenarnya dia sudah memiliki banyak hal. Sifat manusia yang selalu merasa kurang padahal nikmat Allah begitu banyaknya sudah dia terima.

Banyak orang mengeluh tidak bisa bisnis, sebab dia tidak punya uang untuk modal. Padahal modal hanyalah salah satu yang diperlukan dalam bisnis. Bisa jadi dia sudah punya waktu, punya tenaga, dan punya ilmu untuk bisnis. Namun dia tidak juga bertindak sebab dia hanya fokus melihat kekurangan, bukannya bertindak dengan memanfaatkan apa yang ada.

Allah telah menciptakan kita sebagai makhluk paling sempurna. Kita telah dilengkapi-Nya segala potensi untuk bertahan hidup dan bahkan mencapai segala cita-cita yang kita mau. Hanya saja, seringkali kita sendiri tidak bisa melihat diri kita. Padahal, jika kita bisa melihat dengan benar siapa diri kita, menurut Nabi, kita akan melihat Allah. Melihat kebesaran nikmat yang dianugerahkan-Nya kepada kita. Oleh karena kita sering melihat yang tidak ada, pada akhirnya kita pun akan sering kehilangan apa yang ada pada diri kita.

Maka, mulailah bertindak dari yang sudah ada! Bersyukurlah jika Anda merasa tersindir dengan kisah fiktif diatas, artinya sudah waktunya kita perlu berubah, sekarang dan jangan ditunda-tunda lagi.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar