18 Mei 2020

Ramadan dan Coronavirus

 

Ada sedikit kesamaan tentang antusias dan sikap manusia terhadap Ramadan dan Coronavirus. Apa itu? Rasa Jenuh! Yah... Rasa jenuh alias bosan.
Menjelang akhir Ramadan ini, seperti biasanya, orang mulai tampak jenuh. Terlepas dari kebijakan social distancing, masjid mulai sepi. Semangat mengaji berkurang, apalagi scr online. Padahal, semakin Ramadan akan berakhir, semakin banyak pahala dan keutamaan disediakan, termasuk Lailatul Qodar.
Tapi, lagi-lagi seperti biasa. Manusia adalah manusia, ada orang yg segera sampai ke titik jenuh. Antusiasnya dlm mengisi Ramadan dg amal ibadah, mulai berkurang, bahkan ada yg berakhir.
Lalu, bagaimana dg sikap manusia terhdp Coronavirus? Hampir sama. Mulai jenuh dan bosan. Entah kenapa? Meski ada PSBB, lockdown, jumlah korban jiwa terus bertambah, dan ancaman kesehatan lainnya, namun manusia tetap manusia. Kembali ke titik jenuh juga. Indonesia Terserah, begitu tagar yg ramai akhir² ini. Jelas, ini bukti dari akumulasi perasaan, dari marah, pasrah, menyerah hingga bosan.
Sebesar dan sebanyak apapun keutamaan dan pahala yg dijanjikan untuk Ramadan, pada akhirnya, manusia juga bosan. Persis dg menyikapi Corona, sebesar dan sebanyak apapun ancaman dan bahaya yg dikemukakan, toh pada akhirnya, manusia juga bosan, sampai ke titik jenuh.
Jika demikian, apa yg selanjutnya harus dilakukan? Sabar. Sabar untuk kembali berjuang.
Sabar tidak hanya terkait dg menghadapi ujian atau cobaan. Sabar juga berhubungan dg menjalankan ibadah dan kebaikan.
Kesabaran perlu kesadaran. Kesadaran harus dg akal sehat. Krn itu, beragama harus dg akal pikiran, tidak cukup dg perasaan, apalagi dg emosi Drakor.
Ya Allah. Terimalah puasa kami dan selamatkan kami semua dari segala bencana dan bahaya.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar