1 September 2020

Bapak Tupan: Sang Muadzin

 


Bapak Tupan, marbot masjid Muritsul Jannah Malang itu, hari ini, Senin, 31 Agustus 2020, bertepatan 12 Muharram 1442, telah berpulang ke haribaan Allah swt. Untuk selamanya.
Tulisan ini, untuk mengenang dan mengapresiasi pengabdian dan dedikasinya selama hidup terhadap masjid Muritsul Jannah, sekaligus sebagai saksi, bahwa Almarhum Bapak Tupan adalah hamba Allah yang shalih.
Dua hari lalu, Sabtu malam, setelah pengajian rutin al-Qur'an, Bapak Tupan tiba-tiba mendekati saya dan H. Sonhaji (putranya) lalu bersalaman dan meminta maaf. Tidak seperti biasanya. Bahkan, subuh hari ini, beliau masih shalat berjamaah seperti biasa, lalu bersalaman meminta maaf ke semua jamaah. Ini juga tidak seperti biasanya. Rupanya, beliau sudah merasa, bahwa waktunya pergi telah dekat. Inna lillah. Pagi tadi, beliau menutup mata untuk terakhir kalinya.
Tupan. Nama itu sangat pendek. Tidak ada awalan, juga akhiran. Hanya, Tupan. Tapi, pengabdiannya untuk masjid sebagai marbot, sungguh panjang. Sejak muda, hingga kini tutup usia di umur 80 tahunan, beliau tidak pernah berhenti menjaga dan merawat masjid. Hidupnya benar-benar diwakafkan untuk masjid.
Masih teringat kisah kakek saya, Abah Suyuti. Dulu, ketika Pak Mat -mertua Bapak Tupan meninggal dunia-, Pak Tupan langsung berbisik ke Abah saya, "Pun kuatir, Abah. Kulo siap ganteni Pak Mat" (Jangan kuatir, Abah. Saya siap menggantikan Pak Mat sebagai marbot masjid).
Janji itu, ternyata dipegangnya hingga akhir hayat. Pak Mat, mertua Pak Tupan, berprofesi rombeng alias mencari, membeli dan menjual barang bekas sehingga ia dikenal Pak Mat Rombeng. Tapi, orang tua asal Pamekasan Madura itu, tidak pernah lelah menjaga masjid. Setelah dia pergi, Pak Tupan tampil sebagai penerusnya. Allah tidak salah pilih.
Pak Tupan, meski berprofesi sebagai pengayuh becak, sejak menikah hingga kini, namun profesi yg melelahkan itu, tidak sedikit pun menyurutkan niatnya berkhidmat di rumah Allah. Beliau orang pertama yg datang ke masjid setiap pagi, sebelum subuh, untuk membuka pintu masjid, lalu menghidupkan sound system, diteruskan adzan dan iqamah. Beliau juga orang terakhir yang keluar dari masjid. Bakda isyak, setelah sepi dari jamaah, Pak Tupan membersihkan masjid, lalu mengunci pintu-pintunya. Itu semua dilakukan tiap hari!
Tidak banyak orang yg mampu mengikuti jejaknya. Setiap jam 11 siang, beliau pasti bersikeras pulang ke rumah, demi bisa membuka masjid dan beradzan. Tidak peduli ada pelanggan yg memesan jasa becaknya. Beliau lebih memilih jalan menuju masjid. Inilah mungkin, namanya adalah Tupan.
Dalam al-Quran, kata "Tufaan" disebut 2 kali. Surah al-A'raf 133 dan al-Ankabut 14. Keduanya berarti air bah yg besar yg sengaja diutus Allah untuk membantu para nabinya melemahkan orang-orang zalim. Dalam ilmu alam, Tupan identik dengan angin dan badai besar. Kekuatan ini, ternyata benar² dimiliki Bapak Tupan yg mampu menghalau segala hal yg merintanginya untuk memakmurkan masjid.
Meski dalam organisasi masjid, saya berposisi ketua takmir, tapi bagi saya, Bapak Tupan lah The Real Takmir. Pengabdiannya tak tertandingi.
Sekali lagi, meski namanya pendek, Tupan, tapi "leher"nya kelak di akhirat sangat panjang, karena hampir setiap waktu, adzan yang berkumandang dari Muritsul Jannah berasal dari pita suaranya.
Almaghfur lah, Kiai Basori Alwi beberapa kali menyebut Pak Tupan kelak berleher panjang sebab istiqamah adzan dan mengajak orang salat. Ini persis hadis Nabi, "Para muadzin adalah orang yg paling panjang lehernya di hari kiamat" (HR. Muslim)
Berleher panjang, maksudnya, menurut Imam Suyuti, orang yg mulia. Menurut Imam Ramli, orang yg cepat masuk surga. Menurut Imam al-Munawi, orang yg istimewa karena bersyahadat di setiap adzan sebanyak lima waktu shalat.
Bapak Tupan, tidak hanya marbot dan muadzin, tapi juga sosok yg istiqamah mengikuti pengajian rutin di masjid. Setiap ada pengajian, siapapun kiai dan narasumbernya, Pak Tupan selalu hadir. Sehingga, semua kiai mengenalinya.
Sungguh, tidak banyak orang yg mau dan mampu mengikuti pengajian rutin di masjid. Tapi, Pak Tupan, sejak muda hingga tutup usia, benar² memakmurkan masjid lahir-batin.
Kini, beliau telah pergi untuk selamanya. Masjid Muritsul Jannah, rumah Allah ini, akan selalu merindukan, mengenang, dan kelak membawanya ke surga. Selamat jalan. para kiai dan muassis masjid, telah menyambutmu di pintu surga. Insya Allah. Amin.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar