Iklan

4 November 2023

Jokowi: Single Fighter

 


Single Fighter itu petarung tunggal. Banyak sih artinya. Tapi di sini, saya lebih suka memaknai “orang yang dikeroyok”, dan itu layak disematkan pada Jokowi. Yah, sejak Pak De menjabat Walikota Solo, lalu Gubernur DKI, hingga Presiden, pria berbadan kurus dan berwajah ndeso itu selalu dikeroyok, dibully, dikuliti dan dihajar dari kanan-kiri, atas-bawah, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Tapi, dia tetap kokoh layaknya kayu jati.


Sejak mengawali karier politiknya, Jokowi sudah kenyang dihantam oleh lawan politiknya, baik dari dalam maupun luar partai pengusungnya. Terlebih lagi, saat ia mulai menginjakkan kakinya di ibukota, badai itu makin besar. Tahun 2014 hingga 2019, tak henti-hentinya Jokowi menjadi obyek yang selalu diserang, bahkan di saat pandemi sekalipun. Kini, di akhir masa jabatannya sebagai Presiden periode kedua, Jokowi lagi-lagi menjadi ‘pesakitan’. Bedanya, kali ini penyerangnya adalah orang-orang yang dulunya loyal dan cinta Jokowi, lalu merasa dikhianati.


Republik rasa kerajaan. Nepotisme dan Politik Dinasti. Itu narasi yang disematkan pada Jokowi. Salahkah? Bisa iya, bisa tidak. Tidak salah karena siapa sih yang berpolitik, termasuk di dalam parpol, yang tidak melibatkan keluarga dan membangun kerajaan? PDIP sebagai partai besar, juga rasa dinasti. PKB juga sama, ketumnya adalah keponakan Gus Dur. Golkar juga iya, ada ‘nasab’ ideologis dengan Orba. Partai lain juga ‘setali tiga uang’, karena membangun partai politik, sejatinya ya membangun dinasti.


Yang tampak hari ini, sebagian kawan Jokowi berbalik menjadi lawan, dan yang dulu lawan belum tentu juga jadi kawan. Tidak ada lawan dan kawan abadi dalam politik. Bisa jadi, gonjang-ganjing ini juga bagian dari strategi politik. Kelihatannya berseteru, padahal bersatu. Atau sebaliknya, terlihat bergandengan tangan, tapi sebenarnya saling jegal. Itulah politik.


Rakyat saat ini sedang damai. Indonesia baik-baik saja kok. Memasuki tahun politik, rakyat biasa seperti saya akan menikmati pesta demokrasi dengan riang gembira, sambil menonton politisi saling cakar-cakaran. Semua tahu, ketiga pasangan capres-cawapres itu adalah orang-orang baik yang ingin berbuat baik untuk Indonesia maju, adil dan sentosa. Bahkan, semuanya memiliki visi yang sama, yakni ‘meneruskan apa yang telah dicapai Jokowi’, single fighter.


"Andai kamu benar 99 kali dan salah hanya 1 kali, orang-orang itu akan tetap mengabaikan kebenaranmu dan menyembunyikannya. Mereka justru mempublikasikan (satu-satunya) kesalahanmu itu". (Imam Syafi'i)




Tidak ada komentar:
Tulis komentar