29 November 2015

ETOILE DU SAHEL: BINTANG TUNISIA

 


Ahad (29/11/15), seperti biasa, aku berangkat shophing sambil refreshing ke pasar Ahad. Sejak pagi, suasana jalan raya di Sahlul, -tempat apartemenku-, sudah ramai. Padahal, biasanya sepi. Terlihat beberapa mobil sedan ditumpungi suporter sepakbola. Mereka berkonvoi, beryel-yel sambil membunyikan klakson dan mengibarkan bendera klub berwarna merah. "Ah, akan ada pertandingan sepakbola nih", pikirku.
Ternyata, benar. Hari ini akan digelar pertandingan final untuk memperebutkan mahkota juara CAF Confederation CUP, sebuah turnamen untuk tim-tim asal Afrika yang dibentuk tahun 2004 lalu. Juara CAF Confederation (Piala Winner-nya Afrika) akan berhadapan dengan Juara Liga Champion Afrika di tahun depan untuk memperebutkan Piala Super Afrika.
Makanya, warga Tunisia, khususnya orang Sahlul di Sousse sangat antusias menyambut pertandingan akbar ini. Tak heran, ketika ada seorang Tunis berkata kepadaku: "Dukung An-Najm ya...". Aku jawab: "Allah ma'akum ma'al fauzil 'adzim" (Allah bersama kalian, semoga juara). Pria itu segera berucap: "Amin" sambil menengadahkan kedua tangannya ke langit, lalu tersenyum bahagia.
Klub Etoile dalam bahasa Arab, resminya bernama "An-Najm ar-Riyadhi as-Sahili", biasa disingkat ESS. Dalam pertandingan final CAF Confederation kali ini melawan Orlando Pirates asal Afrika Selatan. Pada pertandingan pertama di kandang Orlando, Etoile berhasil menahan imbang 1-1. Selaku tuan rumah di pertandingan kedua ini, Etoile cukup menang 1-0, titel juara telah berada di tangan dan berhak atas hadiah sebesar 660.000 $. Untuk runner up diganjar 460.000 $.
Dalam sejarah klub, Etoile pernah sekali meraih juara CAF Confederation tahun 2006 dan runner up di tahun 2008. Meski bertindak selaku tuan rumah, Etoile harus mewaspadai Orlando Pirates yang dalam semifinal berhasil menjegal juara bertahan Al-Ahly (Mesir). Jika mengacu pada catatan tentang negara terbanyak peraih piala CAF Federation, tim-tim asal Tunisia menempati urutan pertama dengan 4 kali juara dan 3 kali runner up. Disusul Maroko, 3 kali juara dan 1 kali runner up.
Hari ini, rakyat Tunisia menggantungkan nasibnya pada Etoile du Sahel. Mereka berharap sepakbola Tunisia bangkit kembali. Di tangan F. Benzati (pelatih bertangan dingin), Da Silva (Striker asal Brasil) dan M. Sanda (pemain asli Tunisia), Etoile berusaha mewujudkan mimpi rakyat Tunisia pasca revolusi 2010 lalu.
Timnas Tunisia hanya sekali berhasil menjuarai Piala Afrika tahun 2004. Sedangkan dalam perhelatan Piala Dunia, Tunisia berhasil 4 kali lolos ke pesta bola sejagat raya itu (1978, 1998, 2002, 2006). Tahun 1978 di Argentina, meski tersingkir di fase penyisihan grup, namun sejarah mencatat Tunisia sebagai negara pertama asal Afrika yang berhasil meraih kemenangan. Yakni, saat membantai Mexico dengan skor 3-1 dan menahan Jerman 0-0.
Di hari sabtu dan minggu, cafe-cafe yang dilengkapi televisi siaran langsung sepak bola, selalu lebih ramai. Sambil menikmati Alonje Cofee dan rokok, para lelaki tua dan muda asyik ngobrol soal bola. Meski fasilitas bermain bola terbilang pas-pasan, tapi prestasi Timnas dan klub asal Tunisia patut diacungi jempol. Saya menyaksikan sendiri, anak-anak kecil bermain bola di gang-gang sempit, di pelataran apartemen, atau di hamparan lapangan pasir.
Semangat dan kejujuran adalah kunci keberhasilan sepakbola Tunisia. Meski jumlah penduduknya kurang dari 11 juta jiwa, tapi mereka mampu memilih 11 pemain top di atas lapangan hijau. Artinya, dari 1 juta jiwa terpilih 1 pemain hebat. Bandingkan dengan Indonesia yang berpenduduk 250 jiwa, tapi nasib Timnas Garuda amburadul. Belum lagi soal liga yang hingga hari ini, belum jelas nasibnya. Dalam headline surat kabar pagi tadi, aku sempat membaca: “An-Najm..Tuhaqqiq al-hilm 90 daqaiq” (An-Najm siap meraih mimpi dalam 90 menit).

Hingga tulisan ini selesai, pertandingan antara Etoile versus Orlando masih berlangsung. Sebenarnya, hati ini ingin sekali menonton di Stade Olympique de Sousse, stadion kebanggaan warga Sousse yang mampu menampung 28.000 penonton. Jaraknya juga dekat, kurang dari 1 km dan bisa ditempuh dengan naik mobil angkot sekitar 10 menit. Namun, sejak pagi penjagaan aparat keamaan begitu ketat. Maklum, Selasa (24/11/15) lalu baru terjadi ledakan bom di Ibukota Tunisia.
Tapi,….”Treet…tet…teet..”, aku mendengar suara klakson mobil membahana di langit kota Sousse. Sayup-sayup ada suara “Champione…Champione…Ole..Olee…”. Segera aku mencari kabar di laman website. Sport24 memberitakan bahwa Etoile du Sahel berhasil mengalahkan Orlando Pirates dengan skor 1-0. Meski menang tipis, tapi cukup bagi klub “An-Najm” -sesuai namanya- untuk meraih juara dan layak meraih bintang.
Euforia ini pasti terus berlanjut hingga beberapa hari ke depan. Bahkan, saat tulisan ini selesai, tak henti-hentinya warga Sousse beryel-yel meneriakkan kemenangan. Terbukti, bahwa nafas kebebasan warga Tunisia bisa dirasakan di dalam cafe dan dunia sepakbola. Mabruk!! Salam satu jiwa dari Aremania untuk Elang dari Chartage.

Sousse, Tunisia, 29 Nopember 2015

Tidak ada komentar:
Tulis komentar