18 Juli 2010

Pengawasan Pasar Nabawi

 


Fungsi controling adalah bagian terpenting dalam manejemen, selain planning dan implementasi program. Demikian pula dalam manejemen pasar. Pasar sebagai urat nadi kehidupan masyarakat, harus selalu dipantau, diawasi dan terus dievaluasi sehingga proses pembenahan dan perbaikan berlangsung secara berkesinambungan. 

Dengan alur semacam ini, harga dan volume barang dapat stabil, pelaku pasar yang nakal bisa diingatkan, dan aneka penyimpangan dapat mudah ditemukan. Oleh karenanya, fungsi pengawasan tidak bisa diabaikan. Terkadang, para pemegang kebijakan atau anggota dewan, baru turun tangan saat terjadi kasus genting yang itu telah menjadi isu besar. Lebih naif lagi kalau kedatangan mereka hanya tebar pesona. Akibatnya, semua problem jadi berlarut-larut dan boleh jadi sudah terlambat diselesaikan. Kesulitan dan problem itu terus muncul tanpa bisa dikendalikan, sebab bola panas telah berputar. Apalagi, bila sebuah kasus telah ditunggangi kepentingan politik, maka jangan harap ada kemakmuran dan pemerataan!

Dalam manejemen ekonomi Islam, telah jauh-jauh hari, Rasulullah saw memberikan contoh tentang fungsi controling tersebut. Hasilnya, gerak ekonomi di pasar Madinah pada masa beliau saw selalu berlangsung normal dan kondusif. Apa kuncinya? Jawabannya karena Rasulullah saw sendiri yang langsung turun tangan memberi teladan bagi semua umatnya, terutama bagi pelaku pasar. Beliau rela keluar masuk pasar untuk melihat umatnya bertransaksi, bernegosiasi, berbisnis dan sebagainya. Nabi selalu memberi penyuluhan, motivasi, dan yang terpenting lagi, beliau tak henti-hentinya mendoakan umatnya.

Salah satu buktinya, pernah suatu hari, Nabi memasuki pasar, tepatnya menuju ke stand-stand penjualan barang sembako. Tanpa diduga, tiba-tiba Rasulullah mendekati seorang penjual gandum. Setelah sebentar menyapanya, beliau langsung memasukkan sebelah tangannya ke dalam tumpukan gandum yang sedang dijual. Betapa terkejutnya beliau tatkala telapak tangannya menyentuh bagian bawah tumpukan gandum yang telah basah. Ini artinya, beliau menemukan kecurangan.

Gandum itu sengaja dibasahi oleh pemiliknya agar bobot gandum menjadi lebih berat. Selain itu, gandum yang rusak sengaja dicampur dan diletakkan di bagian bawah agar tidak terlihat konsumen. Atas temuan ini, Rasulullah bersabda, "Siapa yang menipu kami, ia bukan golongan umat kami". Penjual itu merasa malu dan meminta maaf kepada Rasul.

Hadis fi'ly dan qauly di atas adalah salah satu sampel saja yang direkam dalam kumpulan sunnah nabawi. Selain itu, masih sering Nabi Muhammad saw melakukan tugas rutin untuk mengontrol pasar. Ketika beliau menghampiri stand milik sepupunya, Ja'far bin Abu Thalib yang masih muda tapi memiliki semangat bekerja yang cukup membara, Nabi berdoa, "Ya Allah, berilah berkah pada dagangannya". Lalu, tak segan-segan beliau mengajaknya berdiskusi tentang bisnis dan berbagai peluang yang bisa diraih. Itulah Rasulullah, Sang Pemimpin yang tiada banding.

Tatkala beliau tengah sibuk dengan adanya kegiatan dakwah dan menerima banyak tamu atau delegasi dari berbagai kerajaan di luar Madinah, Rasulullah saw tidak serta-merta mengabaikan pengawasan pasar. Beliau justru menunjuk orang yang tepat sebagai kepala dan wakil urusan ekonomi pasar.

Mereka adalah Umar bin Khattab sebagai kepala pasar sekaligus bagian keamanan, dan Amr bin Ash sebagai wakil dan bagian administrasi yang mencatat harga-harga barang di pasaran. Kita sama tahu siapakah Umar bin Khattab? Sosok yang teguh memegang prinsip, pemberani, adil, dan tegas dalam memutuskan sebuah perkara. Demikian pula Amr bin Ash yang juga dikenal sebagai orang yang cerdas di bidang matematika dan akutansi.

Dengan pengangkatan Umar sebagai kepala pasar, bisa dikatakan, tidak pernah terjadi kasus penipuan, penimbunan, pemalsuan, kebohongan dan praktek dhalim lainnya yang muncul di pasar Madinah. Para pelaku pasar seperti penjual, pembeli, tengkulak, agen, makelar, semua merasa takut dan menaruh hormat atas kebijakan Umar. Bahkan, para kafilah atau pedagang importir yang masuk ke Madinah, tidak ada yang berani menaikkan harga semau mereka, juga tidak sembarangan memasok barang dalam jumlah besar melebihi kebutuhan, sebab hal itu akan berakibat jatuhnya harga barang di dalam negeri Madinah.

Belajar dari kebijakan Nabi Muhammad saw di atas, sepatut pihak pemerintahan mulai dari tingkat pusat, terutama pemerintahan kota dan kabupaten mengambil hikmah dari sirah nabawiyah dengan cara meningkatkan fungsi pengawasan pasar. Misalnya saja, di setiap pasar dibangun kantor pengawasan dan pengaduan bagi pedagang dan konsumen. Kantor bersama yang dihuni oleh pemerintah, anggota dewan, YLKI, ketua paguyuban pedagang, tokoh masyarakat, dan sebagainya. Saya mengusulkan, kantor itu tidak perlu besar dan megah. Tidak perlu biaya selangit dan pengajuan proyek proposal lagi. Kantor itu cukup menempati satu dua stand yang berlokasi di dalam pasar, bukan di kantor pemerintahan.

Tanpa fungsi controling pasar secara intensif, pasar akan rentan dihinggapi penyimpangan-penyimpangan ekonomi yang dampak buruknya akan langsung dirasakan para pedagang kecil, terutama di pasar tradisional. Jika konsep Nabi ini tidak segera diimplementasikan secara cermat dan menyeluruh, maka tunggulah gonjang-ganjing harga dan stok barang sehingga kesenjangan akan makin jauh, dan keuntungan hanya akan dinikmati para pemilik modal yang notabene-nya adalah para penjajah negeri kita tercinta!.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar