30 Oktober 2010

Preman Tobat

 

Hari masih gelap. Sekitar pukul 03.00. Seorang pria bertato menghampiri satpam sebuah masjid di kota Malang. Pria itu menyuguhkan sebungkus rokok kepada petugas keamanan sambil berkata, "Pak, tolong bukakan pintu masjid. Saya mau shalat". Satpam yang sehari-hari telah mengenali pria itu sebagai preman pasar, jelas terkejut bukan main mendengar permintaan orang di depannya itu.

"Mas, saya mohon sampeyan jangan ngisruh di masjid ya. Silahkan di tempat lain saja. Saya tidak mau tahu. Kalau di rumah Allah, tolong jangan bikin onar", kata Satpam itu. "Pak, saya bukan mau ngisruh. Saya hanya mau shalat", kata pria itu dengan nada memelas, nada yang sebelumnya tidak pernah ia keluarkan. Biasanya, pria itu sering membentak bila kemauannya tidak dipenuhi. Tapi kali ini, ia justru meminta belas kasihan agar pintu masjid dibukakan untuknya. "Baiklah kalau niat sampeyan seperti itu", kata Satpam itu sembari mengambil kunci utama masjid.

Setelah berwudlu, pria itu memasuki masjid dan ia langsung menuju sof paling depan di bagian pojok. Rupanya, dia hendak shalat. Setelah salam, pria berambut gondrong itu tampak memutar tasbihnya. Kepalanya mulai mengangguk-angguk dan lisannya komat-kamit. Sepertinya, ia telah terbuai dengan alunan dzikir. Tak lama kemudian, terdengar tangis sesenggukan. Air matanya berderai membasahi pipinya. "Ya Allah, ampuni aku", katanya.

Dari kejauhan, si satpam terus mengawasi pria itu. Dia perlu waspada karena khawatir barang-barang waqaf milik masjid diembat atau dirusak pria itu. Tapi, prasangka satpam tersebut, sepenuhnya salah total. Sekitar 20 menit jelang adzan subuh, seorang pengurus masjid yang biasa bertugas sebagai muadzin mulai datang sehingga si satpam itu bisa kembali ke posnya.

Muadzin itu langsung menghidupkan sound system sebagai pengantar waktu adzan tiba. Betapa ia juga terkejut melihat seseorang berambut gondrong tadi mengangkat kedua tangannya. Samar-samar, ia mendengar pria itu berkata, "Allah-ku, ampuni aku. Kau telah berikan apa saja yang aku butuhkan. Kau telah penuhi segalanya bagiku sebagai hamba-Mu. Aku malu kepada-Mu. Aku tak ingin apapun kecuali ridha dan ampunan-Mu".

Hati muadzin itu seperti luluh. Belum pernah sebelumnya ia mengucapkan kata-kata seindah itu selama ia bermunajat di waktu sahur kepada Allah. Ia merasa selama ini sering meminta dan meminta kepada Allah. Ia jarang berterima kasih dan memohon maaf secara tulus kepada Allah. Kini, ia mendengar seorang yang asing baginya, orang yang secara fisik tampak sangar, tapi hatinya benar-benar mulia.

Pria itu memang baru bertobat. Uniknya, pria yang hingga kini masih berprofesi menjaga parkiran di sebuah diskotik malam itu, tiap ia berdinas selalu membawa IQRO', sebuah buku baca-tulis untuk pemula. Jika ia tidak mengerti bacaan satu dua huruf hijaiyah, segera ia bertanya kepada temannya. "Hei Bos, hari gini masih ribut soal huruf Arab", kata temannya bercanda. "Ya sudahlah, tolong dong beritahu saya gimana bacaannya nih? Saya lagi serius", katanya. Bila teman-temannya tidak bisa, biasanya ia bertanya kepada pengunjung diskotik atau siapapun yang ditemuinya demi sebuah huruf.

Bukan hanya semangatnya untuk rajin shalat dan baca al-Quran yang begitu menggebu, tapi juga akhlaqnya pun berusaha ia perbaiki sedikit demi sedikit. Pria kekar itu juga belajar sabar dan menahan emosi. Pernah anak buahnya melapor bahwa salah satu lahan parkirnya diserobot orang lain. Biasanya, jika ia mendengar kabar semacam ini, langsung naik pitam dan menghampiri rivalnya. Tak jarang, dulu ia langsung main pukul dan keroyok. Akan tetapi, kali ini sangat berbeda. Dia hanya menjawab, "Biarlah...boleh jadi itu bukan rizeki kita. Allah akan mengganti dengan yang lain yang lebih baik dan mudah bagi kita".

Mendengar hal ini, anak buahnya hanya bisa geleng kepala, seakan tidak percaya dan bertanya-tanya, "Ada apa dengan Bosnya?". Demikian itulah hidayah Allah. Bila Allah telah berkehendak memberi petunjuk-Nya kepada seseorang, maka tak satupun yang sanggup menyesatkannya. Sebaliknya, jika Allah telah menyesatkan seseorang, maka takkan ada seorang pun yang dapat memberinya petunjukkan.

"Man yahdillahu fa la mudhilla lahu, wa man yudhlilhu fa la hadiya lahu". Wallahu A'lam

Tidak ada komentar:
Tulis komentar