6 Maret 2011

Ngaji Tanpa Teks

 

"Kira-kira, bagaimana metode ditempuh Rasulullah saw dalam mengajarkan al-Quran kepada para sahabatnya?". Melalui pertanyaan ini, terbersit inspirasi untuk kembali menggali teknik pengajaran al-Quran ala Nabi yang terbukti efektif diterapkan pada 14 abad yang lalu.

Untuk menjawab persoalan ini, ternyata tidak mudah. Diperlukan kajian historis untuk mendeskripsikan metode itu dan yang tidak kalah pentingnya adalah perlu eksperimen agar bisa diimplementasikan di era sekarang. Mengingat, metode pengajaran al-Quran -saat ini- begitu beragam, baik dari aspek nama, strategi, teknik, materi dan lain sebagainya.

Kita tahu, ketika itu al-Quran masih belum dihimpun dalam satu mushaf. Rasul mengajarkan al-Quran secara step by step karena memang ayat-ayat yang diwahyukan Allah juga turun berangsur-angsur. Itupun, secara sistematik, ayat-ayat yang turun juga masih acak. Hari ini turun satu surah pendek, besok turun sepenggal ayat, bulan depan turun lagi beberapa ayat di surah berbeda, dan sebagainya.

Sifat "tadriij" atau berangsur-angsur ini juga tidak lepas dari proses dialektika al-Quran saat merespon peristiwa, pertanyaan atau situasi dan kondisi ketika itu, sehingga sangat masuk akal jika al-Quran turun secara acak dan tema wahyu yang datang pun amat relevan dibutuhkan dengan situasi dan kondisi.

Ketika beberapa ayat diturunkan, Rasulullah saw langsung membacakannya di hadapan para sahabat. Mereka semua pada awalnya menyimak, lalu menirukan pelafalan kata demi kata atau ayat demi ayat. Nabi membaca, para sahabat menirukan. Dengan proses semacam ini, berarti terjadi proses talqin, yakni guru membaca atau melafalkan, murid menirukan bacaan gurunya. Hebatnya lagi, meski ayat-ayat itu -dalam sebuah riwayat dijelaskan- untuk ditulis sesuai perintah Nabi, namun para sahabat yang mayoritasnya adalah buta aksara alias tidak bisa baca-tulis, mereka langsung mampu menirukannya. Dengan kata lain, ada proses menghafal.

Yah, ketika tehnik talqin tadi diterapkan tanpa seorangpun membaca tulisan, berarti tujuan utama pengajaran al-Quran adalah menghafal. Jadi, membaca al-Quran di masa Nabi adalah melafalkan sekaligus juga menghafalkan. Karena itu, tidak salah bila para sahabat banyak yang hafal al-Quran. Sungguh luar biasa meski tanpa teks dan al-Quran masih belum terkodifikasi secara sempurna, namun para sahabat mampu menghafalnya.

Mengapa model pengajaran al-Quran ala Nabi tersebut berhasil? Perlu dipahami bahwa ternyata, modal utama keberhasilan itu adalah adanya semangat dari guru dan murid saat proses belajar-mengajar. Dalam al-Quran surah Maryam dijelaskan, bagaimana sikap para umat terdahulu saat dibacakan al-Quran. Mereka kharru sujjadan wa bukiyyan, artinya mereka mensikapinya dengan sujud dan menangis tatkala ayat demi ayat dibacakan atau diperdengarkan. Mereka begitu antusias, terkesima, bahagia dan menyambutnya dengan penuh semangat.

Karena faktor psikis yang begitu luar biasa, maka tidak mengherankan bila mereka lebih mudah memahami, membaca dan menghafal al-Quran. Lebih jauh lagi, mereka bahkan antusias mengamalkan kandungan ayat yang mereka pelajari. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa pengajaran dengan model apapun, sebenarnya kembali kepada antusiasme para penuntut ilmu. Ketika mereka mencintai al-Quran, mereka akan mudah mempelajarinya, apalagi untuk sekedar membaca atau menghafal. Bukankah Allah telah berjanji, "Sungguh telah Aku permudah al-Quran untuk diingat, adakah yang mau mengingatnya?".

Bila dianalogikan dengan realitas saat ini, ayat-ayat al-Quran yang turun secara berangsur-angsur itu, yang lalu disambut dengan antusias oleh para sahabat, mereka mendengar, melafalkan, mengulang-ulang hingga hafal, kondisi itu hampir mirip dengan munculnya lagu baru saat ini. Tatkala sebuah grup band terkenal merilis lagu atau album baru, maka penggemarnya antusias menyambut, menirukan, melafalkan hingga mampu mendendangkannya meski tanpa teks. Meski mereka tidak paham tentang maksud syairnya, tapi mereka cepat bisa melafalkan dan menghafalkan.

Faktor kedua setelah rasa cinta atau antusiasme di atas, adalah pemahaman para sahabat terhadap isi al-Quran. Sebab, al-Quran diturunkan dengan bahasa yang paling fasih di dunia, yakni bahasa Arab. Sedangkan para sahabat adalah orang-orang Arab sehingga mereka pun jauh lebih mudah dalam memahami ayat. Pemahaman terhadap makna dan faktor ekstrinsik lainnya terkait asbabun nuzul dan konteks yang ada, merupakan nilai lebih yang mendukung keberhasilan pengajaran al-Quran di masa Nabi.

Para sahabat tidak sekedar didesain untuk mampu membaca dan menghafal al-Quran, tapi mereka memang dididik oleh Nabi untuk mencapai tujuan utama, yakni mengamalkan dan mendakwahkan kandungan al-Quran secara total.

Hal lain yang juga perlu dimengerti adalah bahwa masa belajar al-Quran di era Nabi memang lama. 23 tahun yang terbagi atas 2 periode; 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah. Oleh karena itu, bila kini ramai terdengar program "one day one ayat", saya kira program itu cukup bagus diterapkan untuk pengajaran al-Quran. Bagi kalangan dewasa yang telah mengerti huruf dan bisa melafalkannya meski tidak fasih, mereka akan lebih antusias bila disuguhkan model pengajaran al-Quran yang komprehensip


Maksudnya, setelah diperdengarkan satu-dua ayat, mereka melafalkan berulang-ulang hingga hafal, lalu setelah itu kandungan makna dan tafsir ayatnya dijelaskan secara singkat. Hati mereka harus diketuk dan disadarkan, bahwa ketika mereka mengaji atau mengikuti proses belajar adalah waktu paling indah sepanjang hidupnya sebab saat itu adalah saat dimana Allah berkomunikasi dengan mereka melalui ayat-ayat al-Quran yang kini sedang dibacanya.

Nah, ketika secara psikologis tumbuh kesadaran bahwa "mengaji al-Quran" adalah kesempatan berkomunikasi dengan Allah, maka pada akhirnya mereka akan terus menantikan kapan pelajaran al-Quran dimulai? apakah gerangan ayat (pelajaran) dari al-Quran yang hendak Allah berikan hari ini? dan seterusnya. Kerinduan dan antusiasme semacam ini adalah faktor utama keberhasilan pendidikan qur'ani.

"Al-Quran Qodim wahyu minulyo / Tanpo dinulis iso diwoco / Iku wejangan guru waskito / Den tancepake ing jero dodo......".

Tidak ada komentar:
Tulis komentar