2 Mei 2011

Pak Tani

 

Nabi Muhammad saw pernah bersabda, "Tidak boleh membeli dagangan petani sebelum ia masuk pasar". Hadis singkat ini, rupanya tidak banyak diketahui oleh umatnya kini, atau memang pura-pura tidak tahu. Akibatnya, nasib petani selalu memprihatinkan.

Para petani selalu merasa resah saat panen tiba. Biasanya, musim panen disambut suka-cita, namun kini, karena harga beli terhadap padi, jagung, dan segala yang mereka tanam, benar-benar tidak sesuai dengan harapan. Setelah lama mereka menggarap sawah yang merupakan kekayaan satu-satunya, dengan jerih payah dan peluh tiada henti, tapi saat padi menguning, mereka telah dihampiri cukong-cukong nakal yang dengan segala kekuasaan dan modal yang dimiliki, para cukong itu bebas menentukan harga. Para petani benar-benar tidak memiliki pilihan lagi selain pasrah.

Atasnama harga pasar, membeludaknya barang, dan minimnya tingkat daya beli, para cukong dan agen-agen kolonialis bebas bermain harga. Ketika petani mengancam tidak akan menjual hasil panennya, para cukong pun balik mengancam akan mengimpor beras dari luar negeri dengan harga yang jauh lebih murah dan kualitas lebih baik. Sekali lagi, petani hanya bisa pasrah.

Meski para petani telah membeberkan harga produksi mereka yang tinggi akibat mahalnya pupuk, sulitnya bercocok tanam karena kondisi cuaca yang kurang bersahabat, akan tetapi mereka juga tidak mampu menentukan nasibnya sendiri.

Para pedagang yang dahulu cukup menunggu di pasar tradisional dan menjual harga dagangannya berdasarkan harga pasar seiring dengan tingkat kebutuhan, permintaan dan stok barang, kini para pedagang dan pemilik modal justru menjemput bola. Mereka turun langsung ke sawah, kebun dan ladang petani.

Lebih dari itu, sebelum panen tiba, para saudagar dari kota sudah diperkenankan memborong semua hasil panen. Jelas, petani senang karena nasibnya tampak tidak terkatung-katung karena mereka pikir setelah panen nanti, pemborong sudah siap di depan mata dan bayangan akan harta melimpah sudah tampak titik terangnya. Padahal, di balik ini semua, petani telah dijajah. Secara tidak langsung, para petani itu telah dijadikan buruh yang ditekan di bawah kontrak.

Para pemilik modal besar dan pihak industri justru kini malah menguasai lahan petani. Jika perlu, mereka membeli tanah ladang dan semua hasil panen petani hingga ke akar-akarnya. Karena itu, lalu bahan-bahan mentah tidak banyak masuk ke pasar tradisional. Pabrik-pabrik industri bebas mengangkut hasil panen petani lalu mereka mengolahnya kembali menjadi barang jadi. Setelah itu, mereka memasoknya ke mall-mall dan supermarket yang juga pemilik modal besar.

Pada tahap selanjutnya, justru aneka bahan mentah, kebutuhan pokok dan produk jadi yang dipamerkan di etalase mall-mall, harganya malah jauh lebih murah dan kualitasnya juga lebih baik daripada yang ada di bedak-bedak pasar tradisional milik rakyat kecil. Karena itu lalu para konsumen pasar tradisional termasuk pedagang kecil dan petani sendiri beralih ke pasar modern. Maka, yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin dan tertindas.

Jika melihat runtutan di atas, kesalahan sistemik ini, salah satunya karena tidak adanya aturan yang jelas dan kebijakan yang tegas. Atau lebih jelasnya, karena hadis Nabi tentang larangan menjemput bola atau memborong hasil panen petani sebelum mereka masuk pasar, telah dilanggar bersama-sama demi menerapkan kaidah bisnis "Meraup untung sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya".

Era globalisasi yang ditandai dengan derasnya arus informasi dan komunikasi tanpa batas, bagaimanapun juga akan berdampak merugikan bagi pemilik modal yang pas-pasan dan masyarakat petani atau buruh yang selalu ditempatkan pada kelas bawah.

Sebaliknya, para pemilik modal dan kekuasaan, dengan segala daya dan dana yang dimiliki, mereka bebas melakukan apapun, termasuk memborong hasil panen, menyewa lahan, membeli aset-aset rakyat hingga ke akar-akarnya.

Jadi benar, sekecil dan seremeh apapun larangan agama dalam pandangan manusia, namun jika larangan itu dilanggar, pasti akan memberi efek negatif. Dampaknya bukan hanya dirasakan si pelakunya saja, tapi juga bisa menyakiti, menciderai dan merugikan orang lain yang tak berdosa dan tak berdaya.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar