Ternyata, mengucapkan titel "sayyidina" sebelum nama Nabi Muhammad saw, bisa menjadi masalah sosial. Gara-gara "sayyidina", seseorang bisa dikucilkan dari kelompoknya, atau kelompok yang satu menyalahkan kelompok lainnya. Sedemikian gawatkah masalah sayyidina itu?
Pernah suatu saat, seusai memimpin tahlil, saya ditegur oleh seorang jamaah, "Kenapa sampeyan tadi saat mengucapkan shalawat tidak menyebut "Ya Rabbi shalli 'ala sayyida Muhammad" (يا رب صل على سيدنا محمد), kok cuma "Ya Robbi shalli 'ala Muhammad" (يا رب صل على محمد)? Apa sampeyan sudah jadi Muhammadiyah ya? Apa sampeyan sudah tidak lagi menghormati Nabi Muhammad, kok menyebut namanya njambal (tidak menambah gelar kehormatan)?
Dari pertanyaan ini, dapat diketahui sedemikian rentangnya jarak antar kelompok muslim dan ormas Islam di Indonesia ini. Hanya dari sebuah kata "sayyidina", klaim kebenaran dan penghakiman terhadap status sosial sudah dengan mudah disematkan.
Akhirnya, dengan sekenanya, saya menjawab, "Kalau sampeyan tadi mengikuti keseluruhan bacaan tahlil, ada kok beberapa redaksi shalawat Nabi yang saya sisipi "sayyidina". Bahkan, kalau kita membaca syair diba' misalnya "Ya Rabbi shalli 'ala Muhammad, Ya Rabbi shalli 'alaihi wa sallim" (يا رب صل على محمد * يا رب صل عليه وسلم), dalam syair yang panjang dan berulang-ulang itu, para jamaah diba' juga tidak menambah kata "sayyidina". Sebab, kalau ditambah "sayyidina", kaidah qofiyah atau not syairnya bisa berubah dan tidak indah lagi. Lalu, apakah para jamaah diba' itu juga sampeyan klaim sebagai kelompok Muhammadiyah atau kelompok lain yang tidak membolehkan ucapan "sayyida"?
Sementara itu, dalam kesempatan yang lain, ada juga kelompok atau ormas Islam yang menyatakan bahwa mengucapkan "Sayyidina" itu tidak diperintah oleh Nabi sehingga, lagi-lagi, disebut "Bid'ah". Apa dasarnya? Mereka mengutip sebuah hadis tentang pertanyaan seorang sahabat, "Ya Rasul, bagaimana kami bersholawat kepadamu?". Nabi menjawab, "Katakan: Allohumma sholli 'ala Muhammad wa alihi" (قل اللهم صل على محمد وآله).
Lebih dari itu, kelompok yang anti "Sayyidina" ini, malah memfatwakan bahwa menambah lafal "Sayyidina" dalam tasyahhud akhir tepatnya dalam membaca shalawat di dalam shalat, adalah membatalkan shalat. Alasannya, selain redaksi tasyahhud dan shalawatnya tidak sesuai dengan hadis di atas, juga karena ada dasar hadis lain yang melarang pengucapan lafal "Sayyidina".
Benarkah ada hadis atau dalil yang melarang pengucapan lafal "Sayyidina" tersebut? Jika memang ada, apakah juga berdampak membatalkan shalat dan juga mengakibatkan shalawat tidak terima Allah? Sungguh mengerikan!!
Ternyata, hadis yang biasa dikutip dan dijadikan dasar pelarangan "sayyidina" itu dalam shalat maupun shalawat adalah hadis "Laa tusayyiduuni fis sholat" (لا تسيدوني في الصلاة). Artinya, "Jangan kalian mengucapkan sayyidina kepadaku di dalam shalat".
Bila hadis di atas dianalisis secara bahasa, dalam kajian morfologis (ilmu sharaf), kata "sayyid" berasal dari "saywidah (سيودة)", lalu huruf "wawu" pada kata itu ditukar ke huruf "ya" sehingga ada 2 huruf ya' yang berjejer (سييودة). Karena itu, lalu kedua huruf ya' itu diidghamkan (digabung). Akhirnya, menjadi kata "sayyid" (سيد). Oleh karena itu, yang benar seharusnya "laa tusawwiduuni (لا تسودوني)" bukan "tusayyiduni (لا تسيدوني)" sebab kata (سيودة) inilah yang merupakan akar kata dari "sayyid".
Intinya, redaksi hadis "La tusayyiduuni (لا تسودوني)" itu sudah tidak tepat secara morfologis. Dengan kata lain, tidak mungkin Nabi Muhammad salah memilih kata, apalagi statemen itu terkait dengan hukum yang harus dituangkan dalam redaksi kalimat yang jelas, ringkas dan tidak boleh salah.
Selain dilihat dari analisis bahasa, hadis yang secara tektual melarang mengucapkan "sayyidina" dalam shalat itu, statusnya "Hadis Mawdu' alias “Hadis Palsu" yang sanadnya tidak jelas, konteksnya tidak diketahui dan redaksi kalimat (matan)-nya juga salah. Hadis dhaif (lemah) saja tidak bisa dijadikan dasar hukum dalam fiqih, terlebih lagi yang bersifat larangan yang bisa mengakibatkan batalnya shalat, apalagi hadis mawdu' (palsu), maka jelas tidak bisa dipakai dasar hukum. Artinya, pihak-pihak atau kelompok yang anti-sayyidina dan berpijak pada hadis palsu ini, sungguh salah paham.
Mengutip pendapat Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki, ada 4 alasan untuk menolak pendapat yang melarang penyebutan "sayyidina", yaitu:
1- Tidak ada keterangan tegas dan jelas tentang pelarangan tersebut.
2- Pihak yang berpendapat batalnya shalat akibat mengucapkan "sayyidina" adalah pihak yang tidak pernah mempunyai dasar hukum dan dalil.
3- Ketiga imam madzhab (Imam Hanafi, Imam Maliki dan Imam Syafi'i) sepakat tentang disyariatkannya "sayyidina".
4- Banyak ulama salaf (spt. al-Bakr bin Muhammad Syatha pengarang kitab I'anah, Imam al-Ramli penulis kitab Nihayah al-Muhtaj, dll) yang mengatakan bahwa hadis di atas (tentang larangan sayyidina) adalah hadis yang batal atau ditolak secara hukum.
Oleh karena, tidak masalah kita mengucapkan "Sayyidina Muhammad" baik di dalam maupun di luar shalat. Sama sekali tidak membatalkan shalat dan shalawat, juga tidak ada larangan tentang hal itu. Malahan, pengucapan "sayyidina" merupakan bagian dari penghormatan kita sebagai umat kepada junjungan kita, Sayyidina Muhammad saw.
Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri mengatakan, “الأولي ذكر السيادة لأن الأفضل سلوك الأدب”. Artinya, yang lebih utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi saw) karena ini adalah cara lebih utama dalam beradab kepada Nabi. (Hasyiyah al-Bajuri, I/156)
Perlu ditambahkan, hadis Nabi riwayat Abu Hurairah:
أنا سيد ولد آدم يوم القيامة، وأول من ينشق عنه القبر، وأول شافع وأول مشفع.
Artinya, "Aku adalah gusti (penghulu) anak Adam pada hari kiamat, orang pertama yang bangkit dari kubur, orang pertama yang memberi syafaat dan orang pertama yang diberi hak untuk memberikan syafaat" (Shahih Muslim, 4223)
Hadis di atas jelas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad sendiri menyebut pribadi beliau dengan "sayyid", apalagi kita umatnya. Jelas, kita sangat dianjurkan menyebut gelar-gelar beliau sebelum namanya, walaupun beliau saw tidak memintanya.
Anehnya lagi, hadis riwayat Abu Hurairah di atas, yang jelas-jelas kualitasnya shahih, juga masih dikritik oleh pihak yang anti-sayyidina. Menurut mereka, Nabi menyebut dirinya sebagai sayyid itu adalah di akhirat, bukan di dunia. Jadi, kita semasih di dunia, tidak boleh menyebut sayyidina kepada beliau.
Benar-benar alasan yang aneh dan menggelikan. Untuk menjawab hal ini, Sayyid Muhammad Al-Maliki menegaskan, bahwa siyadah atau sayyid itu bukan khusus bagi Nabi di hari kiamat saja. Akan tetapi, Nabi adalah sayyid sejak di dunia hingga akhirat.
Bagi saya, Nabi Muhammad saw bukan sekedar utusan Allah, pemimpin agama, atau penyebar Islam, namun lebih dari itu, beliau adalah kekasih Allah dan kekasih kita sebagai umatnya. Kecintaan kita kepada Allah dan Nabi Muhammad, harus melebihi kecintaan kita terhadap apapun di alam semesta ini. Penghormatan kita pun, termasuk dalam menyebut namanya, juga harus perfect, sempurna, dengan gelar dan sebutan terindah dan termulia.
Memang, tanpa kita menyebut "sayyidina" pun, beliau telah tetap sebagai makhluk paling mulia. Bahkan, sebanyak-banyaknya manusia tidak percaya kepada Nabi, tidak bershalawat kepadanya atau bahkan menentangnya, sedikit pun hal itu tidak mengurangi kemuliaan Nabi Muhammad saw. Sekali lagi, beliau tetap no. 1 dengan atau tanpa sayyidina.
Akan tetapi, bagi kita umatnya, jelas tidak sama antara orang yang menghormati Nabi dan orang yang kurang menghormati Nabi. Dan, penghormatan tertinggi terhadap Nabi adalah ittiba' atau mengikuti beliau, mencintai, menteladani dan menjalankan ajaran-ajaran agama yang disampaikannya melalui ayat-ayat al-Qur'an dan hadis.
So, saya hanya ingin mengatakan: orang atau kelompok yang tidak mengucapkan "sayyidina" tidak mesti dan tidak serta-merta mereka itu tidak menghormati Nabi. Sebaliknya, orang atau kelompok yang mengucapkan sayyidina dalam shalat maupun shalawat, maka ucapan itu sama sekali tidak terlarang, tidak pula membatalkan shalat maupun shalat, dan bukan bid’ah!!!.
Yang pasti, jika kelompok yang anti dan pro sayyidina masih terus-terusan bertengkar, justru itulah bukti kelakuan tidak menghormati Nabi Muhammad saw yang cinta damai dan merindukan persatuan di antara umatnya.
Semoga, dengan tulisan ini, kata "Sayyidina" tidak lagi menjadi "masalah".
Visit my web
www.taufiq.net
betul banget! yang lebih penting adalah apakah perilaku kita, ucapan kita sudah sesuai dengan tuntunan nabi. mungkin ada yang menyebut nabi dengan panggilan yang termulia, tetapi kelakuannya macam setan, apakah itu tidak sama saja dengan menipu nabi?
BalasHapusاللهم صل وسلم وبارك على سيدنا ومولانا وحبيبنا وقرة أعبننا بنينا محمد وآله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
BalasHapusAssalamualaikum :
BalasHapusDari Abdillah bin Asy-Syakhkhir, dia menceritakan bahwa ayahnya menceritakan: Datang seorang pria menghadap Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam. Pria tersebut menyatakan kepada beliau: “Engkau adalah sayyid Quraisy.” Maka Nabi shallallahu `alaihi wa sallam menyatakan kepadanya: “Yang dikatakan as-sayyid itu adalah Allah.” Kemudian pria menyatakan lagi kepada beliau: “Engkau itu adalah orang yang paling utama omongannya dari kalangan mereka dan paling agung kedudukanmu. Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam menyatakan: “hendaknya kalian menyatakan tentang aku seperti yang dikatakan oleh Allah (yakni sebagaimana Allah menggelari beliau, yaitu Nabiyullah dan Rasulullah) dan jangan sampai setan menyeret dia kepada tipu dayanya.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya jilid 4 hal. 24 – 25)
Alquran :
warafa'naa laka dzikraka (QS 94:4)
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu
Allah sudah meninggikan sebutan/pangilan bagi Muhammad saw, yaitu "Rasulullah" Allah sudah memberikan namanya untuk Nabi Muhammad saw.
Apakah anda percaya, bahwa perkataan Allah nilainya adalah yang tertinggi, dan tidak ada satupun manusia yang menyamakan apa yang Ia firmankan dan apa yang dan tidak ada satupun melampau ciptaanNya.
Alquran :
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".[QS 17:88]
Fakta : Tidak ada di dunia ini manusia yang menamakan dirinya atau menamakan anaknya dengan Rasulullah. hanya Nabi Muhammad saw sajalah yang mempunyai nama itu, dan nama itu diberikan oleh Allah sang Maha Pencipta. Kalau Allah sang Maha Pencipta sudah memberikan sebutan kepada Nabi muhammad saw, maka tidak ada satu manusia pun yang menyamai ketinggian nama tersebut. Jadi kenapa kita sebagai sebagai makhlukNya memberikan panggilan-panggilan lain kepada Nabi Muhammad saw?. Apakah sebutan yang kita berikan dapat menyamai ketinggian nama yang sudah diberikan kepada oleh Allah swt?.
Tentu saja tidak, tentu lah nama yang kita berikan lebih rendah derajatnya dari sebutan Rasulullah. Jadi kenapa kita tetap memanggilnya dengan yang lebih rendah?
Apakah panggilan Nabi Muhammad di antara sahabat-sahabatnya? yaitu Rasulullah dan Nabiullah.
Jadi sebut saja Rasulullah, Allah menjamin ketinggian nama tersebut. Atau anda tidak setuju dengan isi ayat Alam Nasyrah ayat 4 "Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu"
Atau anda ingin tetap teguh dengan memberikan gelar keduniawian kepada nabi Muhammad saw?
Jadi memberikan nama yang lebih rendah adalah bertentangan dengan Alquran dan Hadits.
Imam Syafii, Imam Hambali, Imam Maliki, Imam Hanafi masing-masing berkata : Kalau ada fatwa-fatwa ku yang bertentangan dengan Allah dan Rasul, mohon buang fatwa itu dari dunia ini.
Wasalamualaikum
Terima Kasih atas komentarnya. Benar, gelar Rasulullah untuk Sayyidina Muhammad adalah yg mulia dan itu menunjukkan kerasulan serta kenabiaan beliau. Demikian juga dengan gelar "Habibullah" atau "Kekasih Allah" yang hanya disematkan kepada Nabi Muhammad saw, tidak pada rasul lainnya. Tapi, tidak salah kan kalau kita menyebut Rasulullah Sayyidina Muhammad saw ? bahkan, ini lebih istimewa.
BalasHapusMaksudnya disini adalah tatkala kita menyebut nama "Muhammad" (nama asli atau isim 'alam dalam kajian ilmu nahwu), akan lebih baik bila kita menambahnya "Sayyidina Muhammad" dan bukan berarti Sayyidina vs Rasulullah. Selain itu, penyebutan Rasulullah, secara umum, mengacu kepada setiap rasul yang diangkat Allah sebg rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad dan juga rasul-rasul lainnya, bila konteksnya adalah keseluruhan rasul/nabi. Yang menjadi permasalahan di kalangan masyarakat adalah persoalan penyebutan "Sayyidina" sebelum nama "Muhammad".
Tentang ayat 4 surah al-Syarh yg dimaksud disana, menurut riwayat Ibnu Abbas, adalah dianggungkannya penyebut nama Nabi "Muhammad" yg bersamaan dgn asma "Allah" spt dlm adzan, iqomah, tasyahhud, hari idul fitri dan idul adha, hari Arafah, dls (Tafsir Qurtubi)
wassalam
Yang berkomentar tidak menampilkan namanya itu adalah pengecut, sudah jelas di sana dibedah dalam ilmu nahwu dan shorofnya, makanya mas (ANONIM)pelajari kaidah2 bahasa arab,mulai dari nahwu,shorof,ma'ani bayan balaghoh,arud,qowafy dan ilmu2 lughot arab lainnya, kalau anda tak mempelajari ilmu2 yg saya sebutkan maka anda akan menterjemahkan Al-qur'an atau hadits secara serampangan.......Ayo kang H. R. Taufiqurrochman, MA, jangan ragu
BalasHapusTerima Kasih, Mas Ahmad Rifa'i Al-Banteny
BalasHapusSemoga yang memuliakan Rasulullah dengan berlebihan (menyebutnya sayyidina), Rasulullah pun kelak akan melebihkannya dalam memuliakan dan menyayangi umatnya. Amin
orang2 yang tidak mau menyebut sayyidina di depan nama nabi mulia sayyidina muhammad saw,dengan segala macam alasan!adalah orang bodoh dan tidak berakhlaq.bagaimana mungkin nabi memerintahkan untuk menyebut sayyidina?sedangkan ia adalah seorang yang rendah hati< hhanya kita yang harus tahu diri.apalah kita dihadapan nabi mulia?
BalasHapusterima kasih telah berkunjung dan memberi komentar, semoga mereka dan kita semua diberi petunjuk untuk terus memuliakan Rasulullah saw dan semoga dimuliakan Allah swt karena memuliakan kekasih-Nya.
BalasHapusyang menegur dengan kata pertanyaan diatas " sampean udh jadi Muhammadiyah ya? " Lucu saya membacanya, berarti yang bertanya itu bukan beragama Islam karena bukan pengikut nabi Muhammad, sering juga saya mendapat pertanyaan seperti itu sampe bosan saya menerangkannya,.......
BalasHapusperkataan sayyidina tidak bisa diletakkaan didepan nama rasulullah Muhammad SAW selain tidak pernah dicontohkan beliau, juga mendapat larangan tegas dari Allah SWT, (maaf saya lupa surah dan ayat berapa ; mohon dicerahkan) yang berbunyi " Janganlah kamu jadiikan panggilan kepada Rasul itu sama dengan kemu memanggil kepada sebagian yang lain" Panggilan kepada Abu Bakr, Umar, Ustman dan Ali memakai kata sayyidina, mengapa pula paggilan kepada nabi disamakan dengan mereka?, bukankah panggilan kepada nabi itu mengandung nilai ibadah? maka panggillah nabi itu sesuai dengan yang dijarkan beliau kepada umatnya, yaitu Allahumma shalli ala Muhammad wa ala ali Muhammad.......sayidina bisa juga berarti pemimpin atau penghulu daerah, atau dengan kata lain bisa juga diartikan kepala desa dan lain sebagainya
BalasHapusKalau lah kepala desa kita bernama Drs. Imam Santoso, kalo di Arabkan menjadi sayyidina Drs. Imam Santoso....wah kacau kalau begini,
anonim (tanpa identitas/takut x ya didebat) : terserah anda mengatakan orang bodohlah yg tak menyertakan kata sayyidina di depan nama nabi, dan kami yg tidak menggunakan kata sayyidina tidak pernah menganggap org bodoh yang menggunakan kata sayyidina. Percuma anda memuliakan nabi tapi anda tidak mencontoh rasulullah SAW, karena beliau tidak pernah mengajarkan kalimat buruk kepada sesama muslim lainnyaa. Lebih baik anda belajar yang bagus lagi ya.....
BalasHapusاللهم آت سيدنا محمد الوسيلة والفضيلة والشرف والدرجة العالية وابعثه مقاما محمودا الذي وعدته
BalasHapusPernah suatu waktu saya mengisi ceramah di suatu majlis...
BalasHapussetelah selesai, saya di puji sebagian banyak jamaah... sampai saya yang bodoh ini dipanggil ustadz.
Sayapun malu dan bilang..
Ah, jangan memanggil saya dengan sebutan ustadz... Tapi jamaah tetap saja memanggil saya seperti itu..
Pertanyaan : apakah kerendahan Hati Rosul itulah yang menyebabkan kenapa Rosul tidak mau disanjung.. Atau mungkin ada alasan lagi..?
Trus, apakah jamaah yang memanggil saya dengan sebutan ustadz tadi salah..? Apakahbagaimana....?
seharusnya kita kembali ke kaidah awal, kalau kita ahlussunah berarti kita harus memakai apa yang ada di alkuran dan hadist,..dalam hal2 ibadah yang sudah dicontohkan sebaiknya kita mengikuti petunjuk nabi jangan ditambah maupun dikurangi, dalam hal2 duniawi sah2 saja kita menyebut kalimat sayyidina, misal dalam ceramah,.. semoga kitaberibadah sesuai sunnah nabi kita...amin...
BalasHapusassalamualaikum....
BalasHapussaya orang awam yg buta dan sama sekali tak tau smoa hadist n tafsiran AL-quran... yg saya tau cmn ALLAH thu satu... dan Nabi MUHAMMAD SAW. utusan ALLAH dan kekasih ALLAH....
hnya cmn gr2 sepele bgini Umat Islam Terpecah belah bgini... pdahal syarat untuk memeluk islam thu smua sama bail iku muhammadiayah ato bukan...
smoa sama2 mengucapkhn kalimat 2 syahadat yg sama...
sebelum nya saya mnt maaf klo ada kata saya yg salah... yg bnar dtng nya dr ALLAH dan yg salah dtng nya dr saya sendri...
wasslam..
bersatulah ummat Islam... kuatirkan saja kehadiran pro yahudi di Indonesia.. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين. sudah jelas yan gpake sayyidina niatnya baik dan yang tidak juga baik.. kenapa hal yang baik ini harus dinodai dengan perseteruan..
BalasHapusuntuk ulama wahabi jangan pangil ustaz karena dia pernah melarang pada gurunya untuk memanggil kedanya ustaz panggil saja nama aslinya misalnya si amir si ali atau sebagainya nama asli saja
BalasHapusSaya awam dalm ilmu agama.hanya ingat hadist nabi yang saya dapat sejak SD..
BalasHapusYang bunyinya ",,,jangan di tambah dan jangan di kurangi" mohon koreksi,soalnya hanya tau garis besarnya saja tentan hadist tersebut.
Saya tidak menggunakan lafal sayidina hanya takut menyelisihi hadist nabi.
Jadi menggunakan yang baku saja.
Komenta" di atas kox banyak yang nginjek bara api yah,kox ngotot" gitu.ati" mas bro,setan sangat mudah menyesatkan kita dengan ilmu.
Sekian komentar takbermutu ini semoga bermanfaat bagi saya pribadi ,dan bagi yang di berikan hidayah oleh Alloh dalm hatinya.
Aamee,,,,,,
yok kita berbicara islam, bukan organisasi.salam damai
Allah suka orang Islam selawat terhadap nabi. Diakhirnya akan Allah bertanya, bilakah insan berselawat ke atas diri dan keluarganya? Bukankah nabi itu maksum, dan di akhirat nanti hanya Allah sahaja yang akan menyelamatkan insan!!!
BalasHapusAssalamu a'laikum WR WB,
BalasHapusSaya mau tanya adakah hadist ato ayat suci al-qur'an yg melarang
Sebutan sayyid sebelum nama nabi muhammad SAW saat bersalawat,
dan apakah ada yg menganjurkannya.....
Saya yakin rasa cinta kita dan rasa hormat kita kpd Nabi saw tidak sebesar cinta dan hormat para sahabat radliyallahu anhum . Apakah ada hadits atau atsar mengenai hal ini? Lalu mengapa di Syahadat tdk pakai sayyidina? Lalu kita tak ppernah mendengar Sayyidina Musa, Nuh, Sulaeman, dll.? Lalu, Kalau menghormati Nabi kita pakai syyidina, menghormati Allah pakai kata apa? Lalu mengapa dalam hadits bunyinya "Qoola Rasulullah ..." tidak pakai sayyidina,padahal yg menulisnya para Imam ahli hadits? Lalu, kalau boleh pakai kata sayyidina, boleh juga pakai kata yg sepadan?
BalasHapusSaya yakin rasa cinta kita dan rasa hormat kita kpd Nabi saw tidak sebesar cinta dan hormat para sahabat radliyallahu anhum . Apakah ada hadits atau atsar mengenai hal ini? Lalu mengapa di Syahadat tdk pakai sayyidina? Lalu kita tak ppernah mendengar Sayyidina Musa, Nuh, Sulaeman, dll.? Lalu, Kalau menghormati Nabi kita pakai syyidina, menghormati Allah pakai kata apa? Lalu mengapa dalam hadits bunyinya "Qoola Rasulullah ..." tidak pakai sayyidina,padahal yg menulisnya para Imam ahli hadits? Lalu, kalau boleh pakai kata sayyidina, boleh juga pakai kata yg sepadan?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAssalaamu'alaikum wa rahmatUllaahi wa barakaatuhu
BalasHapustrendnya begini kali ya? tapi apa harus begini saudaraku?
Yang Pro sama bacaan sayyidina selalu menanyakan apakah ada dalil yang melarang
Yang Pro sama tahlilan selalu menanyakan apakah ada dalil yang melarang
Yang Pro sama membaca quran di kuburan selalu menanyakan apakah ada dalil yang melarang
TIdak sedikit yang TIDAK PRO pada hal-hal tersebut KADANG-KADANG merasa benar dan berkata kurang pantas kepada yang pro.
Yang Pro sama hal lain yang kebanyakan memang tidak pernah ada dijaman RasulUllaah ShalAllaahu 'alaihi wassalaam selalu menanyakan dalil larangannya...
JAWABANNYA adalah tidak ada dalilnya, karena memang di Zaman RasulUllaah ShalAllaahu 'alaihi wassalaam hidup tidak ada perihal seperti itu, entah yang dilakukan oleh RasulUllaah ShalAllaahu 'alaihi wassalaam ataupun sahabatnya.
Jadi BAGAIMANA para saudara2 kita yang menanyakan dalil larangan suatu hal yang dianggap ibadah sedangkan di zaman RasulUllaah ShalAllaahu 'alaihi wassalaam masih hidup HAL TERSEBUT TIDAK PERNAH ADA.
Kalau ternyata tidak ada lalu diadakan, berarti Bid ah donk ya? (CMIIWW)
Dari Aisyah radhiallahu anha bahwa RasulUllaah ShalAllaahu 'alaihi wassalaam bersabda:
“Siapa saja yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini apa-apa yang bukan darinya maka dia tertolak”.
(HR. Al-Bukhari no. 2550 dan Muslim no. 1717)
Dalam satu riwayat dari Imam Muslim no. 1718,
“Siapa saja yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada tuntunan kami di atasnya maka amalan itu tertolak”.
Dari Irbadh bin Sariah radhiallahu anhu dia berkata: RasulUllaah ShalAllaahu 'alaihi wassalaam berwasiat:
“Saya berwasiat kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar, dan taat (kepada pemerintah) walaupun (pemerintah tersebut) seorang budak Habasyi. Karena sesungguhnya barangsiapa yang tetap hidup di antara kalian, maka dia akan melihat perselisihan yang sangat banyak. Maka wajib atas kalian (untuk mengikuti) sunnahku dan sunnah khulafa` yang mendapatkan hidayah dan petunjuk. Berpegangteguhlah kalian dengannya serta gigitlah ia dengan gigi geraham kalian”.
(HR. Abu Daud no. 4607, At-Tirmidzi no.2676, dan Ibnu Majah no. 43, 44 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` no.2455)
Lanjut ke postingan berikutnya...
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma dari RasulUllaah ShalAllaahu 'alaihi wassalaam beliau bersabda:
BalasHapus“Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitab Allah, dan sebaik-baik tuntunan adalah tuntunan Muhammad, dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah kesesatan”.
(HR. Muslim: 6/242)
Dalam satu riwayat, “Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah”.
Dan dalam riwayat An-Nasa`i no. 1578, “Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan dan semua kesesatan berada dalam neraka”.
jadi menurut hemat saya, kita jangan hanya menganggap kalau salah satu atau beberapa dari kita PALING BENAR dari pada yang lain, apa lagi jika tanpa dalil, sampai sampai kita bisa seenaknya bicara.
RasulUllaah ShalAllaahu 'alaihi wassalaam bersabda:
"Bicaralah yang baik atau diam"
(HR Muslim)
Jadi... Pahami, pelajari dengan tekun segala sesuatu dan saling nasehat-menasehatilah dalam kebaikan dan dengan cara yang baik pula...
seharusnya sebagai Ummat Islam dan inshaa Allaah ummat Nabi Muhammad kita tidak seperti ini, kita bisa bersatu, dengan memeluk Islam secara kaffah, secara menyeluruh, jangan sepotong sepotong. yang secara Kaffah itu bagaimana? yaitu dengan mematuhi Al Quran ulkariim dan mengikuti apa yang diajarkan oleh RasulUllaah ShalAllaahu 'alaihi wassalaam sebagai applikasi dari AlQuran atas petunjuk Allaah Subhaanahu wa Ta'ala.
JANGANlah memluk Islam HANYA karena orang tua kita Islaam, karena saudara-saudara ki Islam, TAPI KARENA ISLAAM ADALAH SATU SATUNYA AGAMA YANG DIAKUI OLEH ALLAAH.
“Maka demi Rabbmu, mereka tidaklah beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.
(QS. An-Nisa`: 65)
dari ayat tersebut bisa dijelaskan, suka ga suka, mau ga mau kalau kita mengaku beriman ya ikutilah ajaran ALLAAH melalui Rasul yang diutus-Nya kepada kita, Muhammad ShalAllaahu 'alaihi wassalaam. HABIS PERKARA
jadi marilah saudaraku,
jangalah membuat tulusan-tulisan yang tanpa dasar KEBAIKAN yang pada akhirnya tidak bisa kita pertanggungjawabkan dan hanya menimbulkan kekisruhan diantara kita bahkan kesesatan, na'uudzubIllaahi minzaalik.
Berhati-hatilah dalam berkata-kata, bijaklah dalam merangkainya, sehingga kebaikan dan ke ridhoan ALLAAH lah yang akan kita dapat... Atau "...lebih baik diam" (Al Hadist)
mudah2an bermanfaat
inshaa Allaah amiiin
Mohon maaf jika ada kekurangan dan kesalahan (CMIIWW)
karena kekurangan dan kesalahan pasti dari saya
sedangkan semua kebenaran dan kebaikan hanyalah dari ALLAAH subhaanahu wa ta'ala
wsssalaamu'alaikum wa rahmatUllaahi wa barakaatuhu
Terima kasih atas segala nasehat dan masukannya.
BalasHapusKita sering mendengar orang memberi kata sambutan, dalam sambutannya dia berkata:
".....Yang kedua, marilah kita sampaikan sholawat serta salam kepada JUNJUNGAN KITA, Nabi Muhammad saw.......dst..."
Nah, bukankah kata "JUNJUNGAN KITA" dalam sambutannya itu adalah sama dengan "SAYYIDINA". Padahal, orang itu tidak suka bershalawat dengan memakai tambahan "Sayyidina Muhammad", tapi la kok dalam sambutannya memakai kata JUNJUNGAN KITA, PIMPINAN KITA, dst......? Lucu juga ya....
Intinya dari semua itu, kita harus lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. karena umur kita semakin ke sini semakin habis, dan apa daya kita yang mengucapkan kata "sayyidina" ditambahkan safa'at atau tidak oleh rasulullah,jawabannya ialah Allahualam,hanya Allah SWT. lah yang tau, maka sodaraku, janganlah engkau meributkan masalah yang ujungnya memutuskan tali silaturahmi, karena barangsiapa yang memutuskan silaturahmi tidak akan masuk surga
BalasHapusDr. H. R. Taufiqurrochman, MA betul juga,tetapi kita kembali ke diri masing-masing bagaimana cara mengartikan kata "junjungan,pimpinan" dengan "sayyidina" dan ingat,kata pimpinan bisa berarti khalifah
BalasHapusKalau dengan makhukNya ( Muhammad), kita mengagungkan dengan SAYYIDINA, lalu dengan yang menciptakan Muhammad, kok malah "njangkar", hanya menyebut Allah saja, misal ALLOOHUMMA Akbar ( Allah besar(, sami'allooh ( Allah mendengar, Alloohumma ( hai Alloh)
BalasHapusAda yang lebih Mulya untuk mengagungkan Muhammad melebihi Sayidina yaitu NABIYUNAA, ROSULINA
Kalau dengan makhukNya ( Muhammad), kita mengagungkan dengan SAYYIDINA, lalu dengan yang menciptakan Muhammad, kok malah "njangkar", hanya menyebut Allah saja, misal ALLOOhu Akbar ( Allah besar(, sami'allooh ( Allah mendengar, Alloohumma ( hai Alloh)
BalasHapusAda yang lebih Mulya untuk mengagungkan Muhammad melebihi Sayidina yaitu NABIYUNAA, ROSULINA
Kalau dengan makhukNya ( Muhammad), kita mengagungkan dengan SAYYIDINA, lalu dengan yang menciptakan Muhammad, kok malah "njangkar", hanya menyebut Allah saja, misal ALLOOhu Akbar ( Allah besar(, sami'allooh ( Allah mendengar, Alloohumma ( hai Alloh)
BalasHapusAda yang lebih Mulya untuk mengagungkan Muhammad melebihi Sayidina yaitu NABIYUNAA, ROSULINA
Masyaa allah
BalasHapusAssalamualaikum.
BalasHapusBismillah aja teman"
Jangan debat berkepanjangan.
"Berkata yg baik atau Diam"
(HR.MUSLIM)
klo ad yg ngerasa paling benar.
Mending koment nya begini
"Pendapat dan ilmu yang saya punya lebih benar dn paling benar". Coba hayo..ga beres" ampe akhir zaman. Mending saling mendoakan dan memohon ilmu yg bermanfaat kepada ALLAH SWT..
Assalamualaikum,saya cma ingin menyampaikan, jangan lah kita saling berdebat hanya gara2 sepele, mari kita bersatu jangan berpecah belah,ingat, orang2 diluar islam sedang berusaha menghancurkan islam, sedang kita disini masih ribut satu sama ya lain...
BalasHapusMari kita bersatu...
Assalamualaikum,saya cma ingin menyampaikan, jangan lah kita saling berdebat hanya gara2 sepele, mari kita bersatu jangan berpecah belah,ingat, orang2 diluar islam sedang berusaha menghancurkan islam, sedang kita disini masih ribut satu sama ya lain...
BalasHapusMari kita bersatu...
Mengutip dari Cak Nun kalau di Arab pangilan nama itu sopan kalau di Indonesia baru tidak sopan, jadi gak pakai sayyidina juga sudah sopan kalau di arab. Wallahu'alam.
BalasHapus