Kasus dua sekolah (SMP Al-Irsyad Tawangmangu dan SD Al-Albani Matesih Karanganyar di Jawa Tengah) yang muridnya dilarang hormat kepada bendera merah putih, Benar-benar menarik perhatian publik. Mengapa ada sekolah yang justru berani secara terang-terangan menolak penghormatan terhadap lambang negara dan malah murid-murid dilarang gurunya untuk upacara bendera. Ada apa sebenarnya ini?
Kasus ini seakan menghentak perasaan nasionalisme bangsa. Pengkaburan identitas dan jatidiri sebagai bagian dari NKRI, rupanya telah dikikis secara sistemik melalui dunia pendidikan dini. Jika hal semacam ini diteruskan, maka ke depan, anak-anak kita tidak akan memiliki rasa peduli terhadap sesama, rasa hormat kepada pahlawan, dan rasa kebersamaan dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Terlebih lagi, larangan upacara bendera itu dikait-kaitkan dengan dalih agama. Menurut gurunya, hormat terhadap bendera adalah syirik. Keyakinan semacam ini, selain sesat dan menyesatkan, juga membahayakan integritas bangsa. Jelas, larangan itu akan masuk ke relung-relung jiwa anak-anak yang masih polos. Sebab, dari awal, mereka telah didesain menjadi pemberontak. Otak mereka dicuci habis hingga yang tersisa hanya kebencian demi kebencian terhadap negara Indonesia.
Dari kasus itu, kian menguatkan rencana kementerian pendidikan nasional untuk kembali memasukkan pelajaran Pancasila ke dalam kurikulum pendidikan. Rencana ini, tampaknya, tidak perlu ditunda-tunda dan dipikir-pikir lagi. Pemerintah sebagai penyelenggara kehidupan berbangsa dan bernegara, harus bersikap otoriter dan berani mendoktrinasi nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan.
Selain sekolah, ormas, parpol, yayasan, pergerakan aktivis, lembaga publik, perusahaan milik negara maupun perusahaan investasi asing yang ditanam di negara ini, semuanya harus dipaksa untuk menjadikan "Pancasila" sebab asas. Sebagai dasar negara, Pancasila harus menjadi asas tunggal. Penghakiman dan pelecehan terhadap dasar negara di negeri ini, atasnama apapun, tidak bisa dibenarkan!!
Pancasila sebagai kristalisasi hasil perjuangan seluruh bangsa merupakan poin final yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pancasila tidak boleh dibenturkan dengan agama atau kepentingan lainnya. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kemanusiaan dan keadilan yang terangkum dalam Pancasila, sama sekali tidak berlawanan dengan dalil apapun.
Jika pun ada hujjah atau dalih yang dikemukakan oleh sekelompok orang dan dalil itu dinilai berseberangan dengan Pancasila, maka itu hanyalah interpretasi atau penafsiran yang salah kaprah. Bahkan, bila perlu, hujjah dan dalil mereka itu yang perlu dikaji ulang. Penolakan terhadap dasar negara dalam bentuk apapun, patut dinilai sebagai makar terhadap kedaulatan. Oleh karenanya, kelompok-kelompok yang menafikan dan menentang Pancasila, wajib dibekukan dan diberangus dari bumi pertiwi. Sebab, sejatinya mereka adalah kolonialisme gaya baru.
Bendera sebagai sebuah lambang, jelas sarat makna. Ia bukan memuat makna filosofis belaka, namun lebih daripada itu, bendera adalah sebuah identitas yang harus dipertahankan. Ada banyak muatan nilai emosional dalam bendera. Setiap lambang apapun, pasti mengandung pesan atau makna. Pengingkaran terhadap simbol/lambang, tak ubahnya sama dengan melawan pesan dan makna yang ada di dalamnya. Dari sinilah mengapa posisi bendera itu amat urgen dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Anak-anak bangsa harus disadarkan tentang sulitnya mengibarkan bendera di tengah masa penjajahan. Derai air mata, cucuran keringat dan genengan darah turut menyertai pengibaran bendera oleh para pahlawan dan orang tua terdahulu. Jadi, bila kini masih ada orang atau kelompok yang merasa berat mengangkat tangan sebagai bentuk penghormatan terhadap bendera, maka sebaiknya, orang-orang itu segera angkat kaki dari bumi pertiwi ini.
Visit my web
www.taufiq.net
Tidak ada komentar:
Tulis komentar