Sabtu ini terasa indah di desa Sebanen, Nambaan, Gampengrejo, Kediri. Desa tempat lahir isteriku ini begitu sejuk setelah guyuran hujan. kulihat hijau ranum padi di pematang sawah belakang rumah mertua, tak ada kebisingan, masyarakat desa yang ketemui selalu tersenyum, polos dan ikhlas.
Siang tadi, aku menuju bendungan, tempat rekreasi sederhana bagi masyarakat pinggiran kota. Selain melepas penat, aku senang bisa sekalian silaturrahmi dengan Mbak Yul, kakak iparku yang profesinya jualan sosis keliling di pinggiran bendungan itu.
Dengan sebuah sepeda dan seobrok laci gantung berisi aneka sosis dan kompor elpiji, barang dagangan itu disandarkan di sebuah pohon rindang. Kulihat ia sedang dikelilingi pembeli yang kebanyakan anak-anak. Setusuk sosis yang telah digoreng dijual seharga 500 perak. aku perkirakan semua asetnya hanya sekitar 50 ribuan, cuma seharga voucher yang sering habis hanya untuk sms-an sehari-dua hari.
Saat kulihat wajahnya, tak tampak disana rasa sedih, keluhan, bahkan yang terpancar adalah keikhlasan, kepasrahan dan perjuangan. ia tak ingin bergantung kepada orang lain, sekalipun itu suami/orang tuanya sendiri. Padahal, suaminya saat itu masih ngorok di rumah bersama 2 anaknya dan kerjanya hanya memelihara kambing dan ayam kampung.
Mbak Yul tegar seorang diri menjalankan skenario hidup yang telah ditentukan Allah. Demi kelangsungan sekolah anaknya, cucuran keringat dan kelelahan otot tubuh tak dipedulikan. sejak pagi hingga siang berjualan sosis di tempat rekreasi atau di halaman sekolah anaknya. Tapi, Allah memang Maha Indah. kedua anaknya selalu mendapat rangking satu hingga pada saat pengambilan raport, mbak Yul harus rehat sebentar dalam melayani pembeli sosis di sekolahan. betapa kaget para orang tua siswa saat sang penjual sosis itu maju ke depan kelas menerima hadiah bagi kedua anaknya yang juara kelas.
Kini, aku baru tahu, bahwa Mbak Yul tak tahu apa itu makna feminisme yang sering diperdebatkan di ruang seminar. Ia bahkan tak pernah mendengar jika banyak praktisi dan akademisi yang mengatasnamakan pembela gender sedang memperjuangkan nasibnya di jalanan. ia juga tak tahu betapa banyak anggaran, proposal, riset, program pemberdayaan perempuan telah dicairkan bahkan telah habis untuk membela wanita tegar seperti dirinya dan yng senasib dengannya.
Saat kutanya, tahukah sampeyan tentang makna ayat arrijalu qoyyamuna ala-nisa? tahukah pean tentang hakekat wanita karier? Ia menjawab, maaf sampeyan ini ngomong opo toh?.
Subhanalllah, jika ada perempuan berkalung sorban selain Revalina S.Temat, maka dia itu adalah Mbak Yul yang kini kulihat berjualan sosis.
Tegar, percaya diri, tak pernah bergantung pada orang lain, berani, polos, sederhana, tapi ia punya visi ke depan. Ia sadar bahwa usahanya adalah investasi untuk masa depan generasi bangsa.
Kelak, anak-anaknya kan bernyanyi: Ibuuku sayang, masih terus berjalan, walau tapak kaki penuh darah penuh nanah. ribuan kilo jarak yang kau tempuh, lewati rintangan, demi aku, anakmu.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar