26 Agustus 2009

Melawan Nafsu, Sakti

 


Konon, ada seorang kafir yang dikenal sakti mandraguna. Kehebatannya tak bisa tertandingi oleh siapapun di masanya. Bahkan, oleh para petapa dan wali Allah sekalipun. Selain mampu terbang di udara, berjalan di air, dan masih banyak lagi yang lain, si kafir juga mempunyai senjata pamungkas berupa Sabdopandito Ratu. Artinya, semua yang diucapkan dan diinginkan, langsung menjadi kenyataan. Bukankah ini sebuah ilmu super hebat hingga para aulia, ulama, biksu, ahli sihir, para pendekar, semuanya angkat tangan? Akhirnya, Dzun-Nun --salah seorang sufi masyhur yang juga wali Allah-- tergerak hatinya untuk mengajak si kafir masuk Islam.

Lama sekali, Dzun-Nun berdakwah, mengajak dan merayu si kafir untuk memeluk agama Islam. Mulai dari nasehat hingga debat telah ditempuh Dzun-Nun. Berbagai dalil dan hujjah telah disampaikan, tapi hati si kafir tetap tidak mau mengikuti ajakan untuk bersyahadat. Akhirnya, kesabaran Dzun-Nun telah mencapai batas. Tanpa sadar, tangan kanan Dzun-Nun melayang, menampar pipi kanan si kafir.

Atas perlakuan keras itu, muka si kafir memerah, lalu ia marah besar. Tapi setelah itu, keajaiban benar-benar terjadi. Tiba-tiba, si kafir mengucapkan dua kalimat syahadat dan menyatakan dirinya sebagai muslim. Melihat peristiwa itu, Dzun-Nun seperti tak percaya dengan sikap si kafir hingga ia berkali-kali bertanya, "Benarkah Anda masuk Islam?". "Ya, aslamtu li Rabbil-alamin", jawab si kafir, mantap.

"Kenapa Anda langsung tergerak masuk Islam setelah saya tampar?, Apakah Anda takut, tertekan dan terpaksa masuk Islam?", tanya Dzun-Nun masih tak percaya. "Demi Tuhan Yang Maha Esa, saya masuk Islam tanpa terpaksa. Saya masuk Islam justru karena saya kagum dengan cara Anda menaklukkan saya", jawab si kafir yang kini telah menjadi muallaf. Dzun-Nun bertanya lagi, "Anda bilang, saya telah menaklukkan Anda? Padahal, sejak lama saya kagum dengan kesaktian Anda. Mengapa Anda begitu sakti hingga tak satupun orang yang bisa mengalahkan Anda? Apa rahasia kesaktian yang super dahsyat ini?".

Pria itu menjawab, "Wahai Dzan-Nun, tahukah Anda kenapa saya memiliki kelebihan semacam ini? Kesaktian ini saya miliki sebab saya sejak muda hingga kini, tidak pernah sekalipun menuruti keinginan hawa nafsu. Jika nafsuku menyuruhku dengki, aku tolak. Jika nafsuku mengajakku membenci orang, aku tak mau. Jika nafsuku membimbingku untuk mencaci teman, berbohong, berkhianat, tak pernah kuturuti. Itu telah kulatih dan kujalankan sejak kecil. Intinya, bila nafsu ke Barat, aku justru ke Timur. Bila ia berjalan ke Utara, aku ke Selatan. Semua keinginan nafsu, aku lawan. Seumur hidup aku tak pernah marah karena nafsu, kecuali satu kali, yaitu saat Anda --Wahai Dzan-Nun yang tadi menamparku. Sebab itu, saya kagum bahwa Anda sanggup menaklukkan diriku. Atas dasar itu, saya kini menyatakan diri sebagai muslim".

Rupanya, dibalik upaya perlawanan dan penolakan terhadap ajakan nafsu yang negatif, terdapat sebuah kekuatan yang sanggup mengangkat derajat seseorang ke maqam mulia. Nafsu atau keinginan manusia, sebagaimana dalam al-Quran, selalu dihadapkan pada 2 pilihan (ilham); taqwa (positif) dan fujur (negatif). Manusia yang mampu melawan, menaklukkan lalu mengendalikan nafsunya lalu mendorongnya untuk mengikuti keinginan Allah, maka seperti dalam hadis qudsi, Allah akan menjadi matanya saat memandang, telinganya saat mendengar, tangannya saat memegang dan kakinya saat melangkah.

Bisa dibayangkan, jika manusia telah memiliki kelebihan seperti itu. Ia akan memiliki mata setajam rajawali, telinga sepeka radar, tangan dan kaki sekuat bionik. Bahkan lebih dari itu!

Jika demikian dahsyatnya, sangat disayangkan bila puasa di bulan Ramadan ini tidak serius dijalankan untuk menaklukkan nafsu dan meraih kekuatan taqwa. Tak salah, jika Nabi saw menegaskan, bahwa betapa banyak orang yang berpuasa, tapi ia tidak memperoleh apapun dari puasanya selain rasa lapar dan haus belaka.

Wallahu A'lam.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar