31 Juli 2011

Marhaban Ya Ramadan

 


Marhaban adalah sebuah ungkapan selamat untuk menyambut datangnya tamu istimewa dengan perasaan suka cita. Marhaban berarti kelapangan hati untuk menerima kebaikan dan melupakan segala keburukan. Marhaban merupakan luapan gembira yang terkira indahnya.

Itulah beberapa makna dari "Marhaban Ya Ramadan" yang selalu diungkapkan Nabi saat menjelang Ramadan tiba. Nabi ingin umatnya yang sangat diistimewakan ini, tidak mensia-siakan kesempatan untuk meraih pahala sebanyak-banyak, belajar tentang kebaikan sepuas-puasnya dan menikmati segala keindahan ibadah yang begitu spesial hanya ada di bulan Ramadan.

Paling tidak, ada 3 pelajaran yang bisa dipetik dari ungkapan "Marhaban Ya Ramadan".

Pertama, perasaan suka cita

Apabila seseorang dalam menyambut tibanya bulan suci Ramadan dengan perasaan gembira, itu artinya, di dalam dirinya sudah ada setitik taqwa yang bisa menjadi bekal berharga dalam mengarungi berbagai ibadah dan madrasah rohani di dalam Ramadan.

Oleh karenanya, sangat tidak pantas bagi seorang umat Nabi Muhammad saw mengeluh, merasa berat atau susah saat hendak menghadapi bulan Ramadan. Sangat boleh jadi, ada saja yang justru merasa susah, misalnya, ia merasa warungnya akan sepi, aktivitas bisnisnya menjadi macet, atau pengeluaran keuangannya kian membengkak saat Ramadan, atau merasa kebutuhannya makin besar menghadapi bulan mulia itu.

Perasaan dan anggapan semacam itu, wajib dibuang jauh-jauh bila hendak menikmati keindahan bulan Ramadan yang sejatinya dahulu tidak pernah diberikan kepada umat-umat lain kecuali umat Nabi Muhammad.

Kedua, keinginan bertaubat

Ungkapan "Marbahan" seharusnya memang dibarengi dengan tekad besar untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan yang sering kita perbuat. Dalam sebuah hadis, Nabi bersabda: "Setiap bulan Ramadan tiba, para malaikat berseru: wahai ahli kebaikan bergembiralah, wahai ahli keburukan berhentilah".

Dalam hadis itu, jelas menunjukkan betapa para malaikat sangat menyayangkan bila ada dari umat Nabi yang belum juga "sadar diri" untuk menghentikan aktifitas buruknya sejak bulan Ramadan tiba. Padahal, di bulan mulia itu, pintu taubat terbuka lebar, permintaan ampunan pasti terkabul, doa-doa diijabahi, perbuatan baik dilipatgandakan pahalanya, dan berbagai karunia lain yang tak terkira banyaknya.

Ketiga, berlapang dada

Dalam sebuah hadis, dijelaskan bahwa menjelang Ramadan, malaikat Jibril as. berdoa, "Ya Allah, abaikan puasa umat Nabi Muhammad, bila sebelum masuk Ramadan, tidak memohon maaf kepada orang tuanya, keluarga, teman-teman, sahabat dan orang-orang disekitarnya". Mendengar doa itu, Rasulullah saw mengamini sampai 3 kali.

Untuk itu, sudah seharusnya, hadirnya Ramadan bisa membuka hati untuk meminta maaf dan berlapang dada untuk memaafkan kepada sesama manusia. Jelas, sesama anggota keluarga, sesama teman kerja, satu organisasi, satu instansi, bahkan sesama warga negara, pastilah dalam interaksi sosial itu tidak lepas dari khilaf, salah dan dosa, baik disengaja maupun tidak. Gesekan dan perselisihan dalam hubungan horisontal sesama hamba Allah inilah yang harus diluruskan dan dibersihkan dengan saling maaf-memaafkan supaya ketika berinteraksi dengan Allah dalam perspektif hubungan vertikal, bisa lancar, tembus dan mudah tanpa tirai atau hijab dosa yang menghambat perjalanan menuju taqwa yang sebenar-benarnya.

Semoga "Marhaban Ya Ramadan" tidak sekedar menjadi slogan semata atau ucapan selamat tanpa makna. Tapi, kalimat itu benar-benar menjadi spirit perubahan bagi semua insan untuk berbuat dan memberi yang terbaik bagi sesama dan bagi semuanya.

Marhaban Ya Ramadan. Selamat menunaikan ibadah puasa. Jika terselip khilaf dalam canda, tergores luka dalam tawa, terbelit pilu dalam tingkah, tersinggung rasa dalam bicara, tersakiti goresan pena....... Mohon Maaf Lahir-Batin.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar