Ada saja peristiwa yang menggemparkan penduduk negeri ini.Bom bunuh
diri yang meledak di sebuah gereja di Solo, pada 25 September 2011,
Minggu lalu, menambah daftar terorisme yang terjadi di Indonesia.
Akibatnya, semua mata tertuju ke sana. Semua mengutuk aksi itu. Dan,
seperti biasa, pengawasan diperketat, razia ada dimana-mana.
Sesungguhnya, siapa sih yang dirugikan dari peristiwa pengeboman seperti dan siapa pula yang merasa diuntungkan?
Dilihat
dari dampak langsung serpihan bom, yang pasti dirugikan adalah yang
menjadi korban, baik korban meninggal dunia atau luka-luka. Setelah itu,
kelompok atau komunitas para korban, juga dirugikan yang dalam hal ini
pihak keluarga korban, pihak Geraja, dan sebagainya.
Berikutnya,
yang jelas dirugikan adalah seluruh umat beragama di Indonesia.
Kehidupan harmonis dan toleransi yang selama berpuluh-puluh tahun
dibina, kini kembali diuji, dicederai dan dipancing untuk saling emosi.
Jika ada pihak yang gegabah dan melakukan pembalasan, maka itulah sebuah
kerugian yang memang diinginkan oleh pelaku dan kelompok teroris di
Indonesia.
Lalu, yang cukup dirugikan adalah negara atau
pemerintah Indonesia. Yang jelas, dengan peristiwa ini, bukan hanya
"muka pemerintah" yang tersoreng di mata dunia internasional, tapi juga
uang negara harus dikeluarkan lagi untuk membiayai pengobatan korban,
perbaikan lokasi pemboman, biaya razia, ongkos intelejen, dana untuk
rapat-rapat dan diskusi yang bertema mencegah aksi terorisme, dan lain
sebagainya.
Intinya, ketika negara secara finansial
dirugikan akan ulah terorisme dan konsentrasi penegakan hukum kembali
"hanya" terfokus pada pengeboman, maka rakyat Indonesia secara
keseluruhan juga dirugikan.
Lantas, adakah pihak-pihak
yang diuntungkan dari peristiwa ini? Jawabnya, jelas ada. Untung dan
rugi selalu berjalan seiring. Bila di satu pihak rugi, maka logikanya,
di pihak lain mesti ada yang merasa diuntungkan. Jadi, siapa saja mereka
yang untung dari peristiwa Bom Bunuh Diri ini?
Bagi
pelaku pemboman dan kelompok yang telah mencuci otaknya, merekrut dan
mendidiknya menjadi teroris, bom bisa meledak dan melukai orang lain
dianggap sebagai keberhasilan. Sebelum bunuh diri, pelakunya pasti
meyakini akan bertemu "bidadari" karena dalam ajaran yang ia terima,
membunuh orang yang berbeda agama dinilainya sebagai kebaikan.
Inilah
keuntungan pertama menurut perspektif para teroris. Meskipun, mereka
sendiri tidak bisa memastikan apakah pelaku pemboman tersebut telah
berhasil mendapat bidadari atau malah bertemu malaikat Zabaniyah akan
membom-bardir dirinya di dalam api neraka untuk selama-lamanya.
Keuntungan
lainnya adalah beralihnya isu penegakan hukum terhadap para koruptor.
Yah, berita-berita di media massa telah beralih kiblat ke kasus
terorisme. Masyarakat sudah mulai lupa dengan kasus besar yang merugikan
negara dan menyengsarakan rakyat.
Berita "Bom Solo" telah
menggantikan tema kasus Suap Wisma Atlet, kasus Bank Century, Suap di
Kementrian Transmigrasi, Mafia Anggaran di DPR, dan masih banyak lagi.
Ingat masyarakat telah dialihkan ke nama pelaku pemboman di Solo.
Nama-nama beken seperti Nazaruddin, Angelina Sondakh, Gayus Tambunan,
Muhaimin Iskandar, Anas Urbaningrum, Neneng Nur Baiti, Nunung, dan
tokoh-tokoh bermasalah lainnya mulai turun popularitasnya.
Terlepas
dari sengaja atau tidak, langsung maupun tak langsung, peristiwa "Bom
Solo" ini seakan memberi "hikmah" atau tepatnya memberi "nafas" bagi
para pesakitan dan para terduga maupun saksi yang terlibat dalam kasus
korupsi untuk beristirahat sejenak sembari memikirkan cara lain untuk
bisa terbebas dari jeratan hukum.
Begitu banyaknya
peristiwa yang merugikan negara sehingga rakyat semakin bertanya-tanya,
"Ada apa sebenarnya ini? Mengapa ini bisa terus terjadi? Kapan negara
ini bersih dari kasus korupsi dan terorisme?" Sebab, keduanya (korupsi
dan terorisme) sama-sama berbahaya.
Mungkin, ada baiknya
-menurut orang awam- agar bom-bom yang dirancang kaum teroris tidak
"mubadzir" dan tidak salah sasaran karena memakan korban yang tidak
bersalah, bom-bom itu diledakkan tepat di kepala para koruptor. Atau
sebaliknya, jika mau korupsi, cobalah merampok harta para teroris,
jangan harta negara.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar