14 Oktober 2011

Nikah Dini, Kenapa Takut?

 


Orang tua yang melihat anaknya menginjak usia remaja, sedikit banyak mengkhawatirkan adanya pergaulan bebas, terutama ketika si anak duduk di bangku SMA atau kuliah. Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri lagi. Mengingat, merebaknya kasus LKMD alias Lamaran Kari Meteng Disek, Hamil Dulu Baru Nikah!

Berpacaran, bagi kawula muda, mungkin sudah biasa. Bahkan, di mata siswa sekolah atau mahasiswa, sekolah tanpa punya pacar bagaikan makan tanpa krupuk "Cinta". Hambar, kurang gentle, kuper, ngak gaul, pecundang dan istilah-istilah yang menggugah nafsu birahi atau keberanian untuk "melahap" anak gadis orang lain.

Sebenarnya, pria atau wanita yang cuma berani pacaran, tapi tatkala salah satu pihak diminta serius untuk menikahi pacarnya lalu masih pikir-pikir adalah pecundang! Biasanya muncul berbagai alasan mengapa mereka cuma mau pacaran tapi tidak berani segera melanjutkan ke jenjang pernikahan.

Ada yang beralasan "masih penjajakan", "sebagai langkah awal pengenalan", "perlu persiapan lahir-batin", "belum kerja", "masih terlalu muda", "tidak direstui orang tua", "belum serius ke arah situ", dan alasan-alasan lain yang itu menunjukkan bahwa dia, sekali lagi, adalah pecundang sebenarnya, penakut dan tidak serius untuk hidup bahagia.

Seharusnya, kalau sudah tahu bahwa pernikahan itu memang membutuhkan berbagai macam kesiapan; jasmani, rohani, tingkat ekonomi, pekerjaan tetap, kemandirian, persetujuan keluarga kedua belah pihak, dan lain sebagainya, maka pacaran itu tidak perlu dilalui. Berpacaran, apalagi saat masih studi di tingkat menengah, pada hakikatnya hanya membuang-buang waktu produktif.

Seorang siswa SMA yang seharusnya bisa belajar dengan serius, memperdalam berbagai ilmu pengetahuan serta keterampilan, pada akhirnya menjadi terbengkalai hanya gara-gara mikirin kekasih yang hakikatnya tidak ingin dimilikinya karena cuma sekedar berpacaran, bukan serius menuju ke jenjang pernikahan.

Ada juga yang berkata, "Dengan punya pacar, sekolah tambah rajin". Ya, benar. Tambah rajin pacaran dan menambah dosa. Dia masih belum tahu akibat perbuatannya itu yang pastinya akan disesali di masa yang akan datang.

Ada juga yang berkata, "Sejak punya pacar, prestasi saya makin bagus". Oke, prestasi baik adalah pencapaian di bidang studi, tapi tidak dalam hidup. Sebab, sebenarnya ia masihlah seorang pecundang dan tidak cerdas. Seandainya ia pemberani dan mengaku sebagai ilmuwan yang bertanggung jawab, maka pasti ia akan mengajak pacarnya untuk menikah. Sebab, menikah bagi orang yang cerdas, dilihat sebagai ibadah.

Ada yang bilang, "Kami berdua pacaran demi persiapan masa depan. Toh, orang tua kami sudah saling mengetahui". Inilah tanda kiamat. Orang tua yang semestinya khawatir terhadap pergaulan bebas dan menghindarkan anak-anaknya terjerumus dalam perzinaan. Anehnya, orang tua yang kejam justru menjadi "imam" bagi anak-anaknya menuju ke neraka!

Sesungguhnya yang dipersiapkan oleh mereka yang mengotori ibadah atasnama cinta adalah jalan menuju kehancuran, bukan kebahagian. Kelak, ketika benar-benar menikah, persoalan rumah tangganya akan jauh lebih berat dari yang mereka bayangkan. Percayalah!

Jika Anda punya pacar dan serius untuk menuju kebahagian di masa depan, segeralah menikah, sebab pernikahan adalah ibadah dan jenjang untuk mencapai derajat kemuliaan. Jika Anda belum siap menerima derajat mulia itu, segera katakan: "Sayonara kekasihku, aku akan tetap mencintaimu sebagai saudara sebagaimana aku mencintai diriku sendiri".

Tidak ada komentar:
Tulis komentar