David Beckham benar-benar memiliki daya magic yang sanggup menyedot
jutaan pemirsa dan pecinta sepak bola untuk menyaksikan aksi-aksinya.
Meski harga tiket di gedung Gelora Bung Karno meroket hingga 500% dari
biasanya, namun antusias para penggila bola dan fans berat sang idola
tetap tak surut. Mereka berduyun-duyun hadir demi melihat Beckham.
Yah,
Beckham bukan sekedar pesepakbola biasa, tapi ia adalah seniman bola,
ikon bagi klubnya, idola para supporter dan juga idola para pemain bola.
Kesuksesan Beckham bukan hanya di dalam lapangan hijau, tapi di luar
itu, suami Victoria tersebut juga laris manis membintangi iklan berbagai
produk berkelas dunia. Ia juga kerap ditunjuk sebagai duta dalam
berbagai event. Walhasil, Beckham adalah ikon dan brand dunia yang layak
jual.
Ada banyak pelajaran memang yang bisa dirasakan
para pemain Timnas Indonesia saat berlaga melawan LA Galaxy, tadi malam,
30 Nopember 2011. Kolektivitas, sportivitas dan akselerasi bermain bola
yang akurat telah ditunjukkan para seniman bola kelas dunia. Laga 2x45
menit sanggup memuaskan hati para penonton. Ini yang penting, sebab
sepokbola di era industri saat ini, tidak sekedar permainan olahraga,
tapi juga sportainment yang wajib menyuguhkan hiburan.
Memang,
Beckham tidak mencetak gol. Tendangan bebas ala Beckham yang terkenal
ampuh itu, tidak mengoyak jala gawang Timnas Indonesia. Tapi Beckham
tetaplah Beckham. Di dalam dan di luar lapangan, ia adalah sosok yang
tercipta sebagai bintang. Yang antiklimaks dari penampilan Beckham,
justru tersaji saat ia mentackling keras Andik Firmansyah yang tadi
malam tampil luar biasa. Akibat pelanggaran itu, lalu sepanjang
pertandingan berlangsung, setiap Beckham menguasai bola, ia diteriaki
"hu...hu...." oleh para penonton yang memadati GBK.
Bukan
bintang namanya, kalau tidak sanggup mengambil hati para idolanya.
Beckham seakan ingin para supporter Indonesia tidak sekedar melihat raut
wajahnya yang tampan, tapi lihatlah bagaimana atlit bermain fair play.
Beckham seakan ingin mengalihkan dukungan para pemirsa tertuju kepada
Timnas, bukan kepada dirinya. Terakhir, yang menarik dari Beckham adalah
saat ia hanya mau bertukar kaos dengan Andik Firmansyah karena merasa
bersalah.
Peristiwa inilah yang membuat Beckham berhasil
mengambil hati penonton. Meski ia tidak mencetak gol, mentackling keras,
tapi ia berhasil membalikkan keadaan. Penonton yang sebelumnya
meneriakkan hu..hu...., diubahnya menjadi standing aplaus untuk sang
bintang.
Benar-benar sikap yang luar biasa dari Beckham.
Itulah takdir sang maestro. Beda dengan takdir Timnas Indonesia. Sebagai
bangsa yang besar, ternyata kita masih di kelas "penonton" yang katanya
ingin terus belajar dan mengambil pelajaran. Tapi, keinginan hanya
sekedar keinginan. Pertandingan hanya selesai sebagai permainan.
Tontonan hanya bermuara pada keinginan meraih pendapatan
sebesar-besarnya dan memuaskan hati para bolamania.
Akan
tetapi, di luar itu, Timnas kita tetap jauh dari prestasi. Meski
kualitas permainan meningkat, namun kekalahan seakan menjadi teman akrab
bangsa Indonesia. Bukan hanya di sepak bola, tapi hampir di semua
bidang, kita sebagai bangsa selalu menjadi pecundang.
Semua
yang disaksikan dan disuguhkan kepada bangsa ini, hanya sekedar
tontonan, bukan tuntutan. Fenomena yang tampak di depan mata, tidak
membekas dalam tindakan dan kenyataan, tapi dianggap sebagai hiburan
yang berlalu.
Setelah nanti Beckham dan LA Galaxy pulang,
PSSI kita tetap saja bertengkar antara kompetisi ISL atau IPL. Atau,
kabar pro-kontra penunjukan Syahrini yang dinilai oleh beberapa kalangan
sebagai wakil wanita Indonesia yang genit di mata ikon dunia. Dengan
pede-nya, mantan pasangan Anang itu berkata, "Beckham curi-curi pandang
melihat aku". Benar-benar memalukan!!
Yah, beginilah
Indonesia. Semua dikembalikan ke nafsu dan syahwat. Sayang sekali
memang. Meski menghadirkan Sang Maestro, David Bechkam, kita masih tetap
asyik dalam konflik dan tidak pernah bisa belajar dan meraih prestasi
ke level yang lebih tinggi hingga kegagalan dan kekalahan menjadi teman
akrab kita.
Bravo Timnas Indonesia
BalasHapus