5 Desember 2011

Tips Menguasai Kelas

 


Guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan segala kemampuannya berusaha untuk mengubah psikis dan pola pikir anak didiknya dari tidak tahu menjadi tahu dan mendewasakan anak didiknya agar dapat mencermati segala fenomena atau persoalan yang ada dengan analisis keilmuannya.

Pendidik atau guru memiliki tanggung jawab yang tidak begitu ringan dalam dunia pendidikan ini. Karena itu, pendidik atau guru berjuang dengan semangat tinggi dan etos kerja yang optimal untuk mewujudkan hasil final yang diinginkan dari tanggung jawab tugasnya agar dapat terlaksana dengan baik

Sebenarnya apa hasil final dari tanggung jawab tugas pendidik atau guru itu? Jawabannya adalah mengantarkan anak didiknya menjadi orang yang berhasil dan sukses dalam keilmuannya serta anak didiknya mampu mengaplikasikan keilmuan yang diberikan padanya dalam masyarakat dan negaranya demi sebuah kemajuan diri.

Untuk mencapai tujuan itu, seorang pendidik atau guru tidak cukup hanya dibekali dengan keilmuan akademik saja, maksudnya pintar di bidang kajian keilmuannya saja, tetapi lebih dari itu pendidik atau guru juga harus dibekali keilmuan lain seperti keilmuan dalam metode dan teknik mengajar yang baik, terutama metode dan teknik menguasai situasi kelas dalam proses belajar mengajar. Karena itu bila saja pendidik atau guru tidak mampu menguasai situasi kelas maka otomatis pendidik atau guru tersebut tidak mampu mentransferkan ilmu pengetahuannya secara maksimal kepada anak didiknya. Dikarenakan anak didiknya tidak benar-benar memperhatikan apa yang diberikannya itu. Oleh karena itu, pendidik atau guru harus mampu menguasai situasi kelas sedini mungkin agar dalam pentransferan ilmu pengetahuan itu dapat diterima anak didiknya dengan baik dan lancar.

Dari itulah menguasai situasi kelas bagi guru sangatlah penting. Untuk dapat menguasai situasi kelas yang baik bukanlah suatu hal yang mudah bagi seorang guru. Perlu berbagai cara dan metode yang harus dilaksanakan. Bahkan ada yang telah menggunakan metode Personal Communication sampai Team Communication. Tetapi ada juga yang menggunakan metode Personal Approach, yaitu metode yang mengadakan pendektan diri pada anak didiknya melalui sikap interaksi langsung antarindividu dan mereka juga harus mengevaluasi dirinya untuk melakukan aktivitas yang sesuai dengan apa yang diinginkan anak didiknya. Hal itu akan berjalan baik tergantung pada interaksi yang dilakukannya.

Namun ada satu metode sederhana yang bisa dilakukan pendidik atau guru dalam menguasai situasi kelas, yaitu Metode Tiga S. Metode Tiga S meliputi:

Pertama, S berarti Serius.

Seorang pendidik atau guru harus mampu menciptakan gaya atau suasana dalam ruangan kelas belajarnya yang dapat menimbulkan perhatian anak didiknya untuk serius memperhatikan dan menerima pelajaran yang disampaikannya secara baik. Keseriusan disini bukanlah membuat anak didiknya tegang dan bertambah ribut, seperti takut melihat wajah gurunya. Tetapi keseriusan di sini membuat anak didiknya energik dan bersemangat. Karena itu, semampunya guru harus menciptakan suasana belajar yang nyaman, segar, mengenakkan, dan fresh untuk anak didiknya dalam proses belajar mengajar dengan tidak mengabaikan keseriusan itu.

Suasana belajar seperti itu bisa diciptakan oleh guru dengan sikapnya seperti perhatian terhadap setiap anak didiknya, murah senyum yang menunjukkan keramahannya, tidak mudah marah, menghormati anak didiknya, menghargai setiap anak didiknya, sabar, dan bersuara lemah lembut dan berirama yang teratur dalam menyampaikan materi pelajaran yang merupakan modal utama yang mahal untuk kesuksesan dalam pentransferan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya.

Selain itu guru harus mampu menghindarkan dirinya dari hal-hal berikut ini yang menyebabkan keharmonisan situasi kelas menjadi terganggu. Hal-hal tersebut yaitu, guru mudah marah atau lekas marah, suka membentak-bentak, suka menghina atau mencerca anak didiknya, mengatakannya bodoh selalu, merendahkan martabat diri anak didiknya, mengkritik anak didiknya terlalu berlebihan melebihi batas standar norma yang berlaku dalam pembelajaran dan guru suka sekali membeberkan kesalahan-kesalahan anak didiknya melampaui batas.

Hal-hal yang baik-baik harus betul-betul disadari oleh guru dan guru tersebut dapat menerapkannya serta terus berusaha menghindari hal-hal jelek tersebut dalam pembelajaran demi menciptakan situasi kelas yang akan disenangi anak didiknya. Hal-hal yang tersebut di atas merupakan cerminan dari kepribadian guru yang matang dalam pembelajaran dan tidak ruginya kalau guru memilikinya.

Kedua, S yang berarti Santai.

Santai di sini bukanlah berarti guru memberikan kebebasan pada anak didiknya untuk melakukan kegiatan dalam proses belajar mengajar sesantai-santainya sehingga melupakan tujuan yang telah dirumuskan atau melanggar batas norma yang telah ditetapkan. Bukan berarti guru memberikan kebebasan pada anak didiknya untuk melanggar hak asasi manusia. Bukan itu.

Santai di sini maksudnya adalah guru mampu membuat anak didiknya menjadi santai dan rileks, tidak takut dan tegang dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru tersebut. Hal itu bisa ditunjukkan oleh seorang guru kepada anak didiknya dengan menunjukkan gaya yang tidak mengekang, tetapi dengan gaya guru yang santai dan bersahaja, bersahabat, interaktif, simpatik, dan komunikatif.

Bisa juga santai di sini berarti guru harus mampu menyelingi kegiatan belajar mengajarnya dengan seloroh atau humor (sense of humor). Humor ini bisa diciptakan seorang guru lewat permainan kata-kata atau kata plesetan, dan dari gerak tubuh guru yang menciptakan kelucuan. Menciptakan humor tidak semua guru mampu melakukannnya. Tetapi kalau guru mau mencoba, bisa saja humor tersebut dimilikinya. Bisa dia belajar melalui buku-buku humor atau belajar sendiri menciptakan humor dan bisa melalui teman sejawat. Menciptakan humor bagi seorang guru dalam menyelingi pelajaran yang disampaikan sangatlah perlu. Karena humor dapat dimanfaatkan sebagai penetralisasi ketegangan urat syaraf berpikir anak didiknya menjadi segar dan normal seperti sediakala. Jika urat syaraf berpikir anak didiknya normal, segar, dan fresh maka akan terciptalah keinginan anak didiknya yang bersemangat dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru tersebut.

Ketiga, S yang berarti Selesai.

Rentetan ini adalah rentetan terakhir dari Metode Tiga S yang sederhana ini. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pentransferan ilmu pengetahuan yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar akan menuju pada suatu stasiun pencapaian terakhirnya, yaitu selesai. Selesai di sini merupakan hasil yang harus diperoleh dari proses belajar mengajar yang dilakukannya. Tentu hasil belajar mengajar ini diperolehnya sesuai dengan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut.

Metode Tiga S di atas memiliki proses penerapannya secara berkesinambungan antara bagian yang satu dengan bagiannya yang lain. Mereka itu saling berkaitan dengan tidak bisa dipisah-pisahkan antara satu dengan yang lainnya. Maka dari itu sekiranya ada guru yang ingin menerapkan Metode Tiga S dalam lingkungan belajar mengajar demi menciptakan situasi kelas yang nyaman untuk anak didiknya maka guru itu harus mampu menerapkan Metode Tiga S secara berurutan dari awal sampai akhirnya dan jangan sampai menghilangkan salah satu bagian komponen Metode Tiga S itu.

Di samping itu, dengan adanya Metode Tiga S yang sederhana ini mudah-mudahan dapat membuka cakrawala berpikir guru agar lebih giat dan aktif untuk mencari dan menemukan metode dan teknik menguasai situasi kelas yang lebih baik dari Metode Tiga S ini demi sebuah tujuan, yaitu memajukan pendidikan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Tidak ada komentar:
Tulis komentar