Guru adalah seorang pendidik. Pendidik adalah orang dewasa dengan
segala kemampuannya berusaha untuk mengubah psikis dan pola pikir anak
didiknya dari tidak tahu menjadi tahu dan mendewasakan anak didiknya
agar dapat mencermati segala fenomena atau persoalan yang ada dengan
analisis keilmuannya.
Pendidik atau guru memiliki
tanggung jawab yang tidak begitu ringan dalam dunia pendidikan ini.
Karena itu, pendidik atau guru berjuang dengan semangat tinggi dan etos
kerja yang optimal untuk mewujudkan hasil final yang diinginkan dari
tanggung jawab tugasnya agar dapat terlaksana dengan baik
Sebenarnya
apa hasil final dari tanggung jawab tugas pendidik atau guru itu?
Jawabannya adalah mengantarkan anak didiknya menjadi orang yang
berhasil dan sukses dalam keilmuannya serta anak didiknya mampu
mengaplikasikan keilmuan yang diberikan padanya dalam masyarakat dan
negaranya demi sebuah kemajuan diri.
Untuk mencapai
tujuan itu, seorang pendidik atau guru tidak cukup hanya dibekali
dengan keilmuan akademik saja, maksudnya pintar di bidang kajian
keilmuannya saja, tetapi lebih dari itu pendidik atau guru juga harus
dibekali keilmuan lain seperti keilmuan dalam metode dan teknik
mengajar yang baik, terutama metode dan teknik menguasai situasi kelas
dalam proses belajar mengajar. Karena itu bila saja pendidik atau guru
tidak mampu menguasai situasi kelas maka otomatis pendidik atau guru
tersebut tidak mampu mentransferkan ilmu pengetahuannya secara maksimal
kepada anak didiknya. Dikarenakan anak didiknya tidak benar-benar
memperhatikan apa yang diberikannya itu. Oleh karena itu, pendidik atau
guru harus mampu menguasai situasi kelas sedini mungkin agar dalam
pentransferan ilmu pengetahuan itu dapat diterima anak didiknya dengan
baik dan lancar.
Dari itulah menguasai situasi kelas bagi
guru sangatlah penting. Untuk dapat menguasai situasi kelas yang baik
bukanlah suatu hal yang mudah bagi seorang guru. Perlu berbagai cara
dan metode yang harus dilaksanakan. Bahkan ada yang telah menggunakan
metode Personal Communication sampai Team Communication. Tetapi ada
juga yang menggunakan metode Personal Approach, yaitu metode yang
mengadakan pendektan diri pada anak didiknya melalui sikap interaksi
langsung antarindividu dan mereka juga harus mengevaluasi dirinya untuk
melakukan aktivitas yang sesuai dengan apa yang diinginkan anak
didiknya. Hal itu akan berjalan baik tergantung pada interaksi yang
dilakukannya.
Namun ada satu metode sederhana yang bisa dilakukan pendidik atau guru dalam menguasai situasi kelas, yaitu Metode Tiga S. Metode Tiga S meliputi:
Pertama, S berarti Serius.
Seorang
pendidik atau guru harus mampu menciptakan gaya atau suasana dalam
ruangan kelas belajarnya yang dapat menimbulkan perhatian anak didiknya
untuk serius memperhatikan dan menerima pelajaran yang disampaikannya
secara baik. Keseriusan disini bukanlah membuat anak didiknya tegang
dan bertambah ribut, seperti takut melihat wajah gurunya. Tetapi
keseriusan di sini membuat anak didiknya energik dan bersemangat.
Karena itu, semampunya guru harus menciptakan suasana belajar yang
nyaman, segar, mengenakkan, dan fresh untuk anak didiknya dalam proses
belajar mengajar dengan tidak mengabaikan keseriusan itu.
Suasana
belajar seperti itu bisa diciptakan oleh guru dengan sikapnya seperti
perhatian terhadap setiap anak didiknya, murah senyum yang menunjukkan
keramahannya, tidak mudah marah, menghormati anak didiknya, menghargai
setiap anak didiknya, sabar, dan bersuara lemah lembut dan berirama
yang teratur dalam menyampaikan materi pelajaran yang merupakan modal
utama yang mahal untuk kesuksesan dalam pentransferan ilmu pengetahuan
kepada anak didiknya.
Selain itu guru harus mampu
menghindarkan dirinya dari hal-hal berikut ini yang menyebabkan
keharmonisan situasi kelas menjadi terganggu. Hal-hal tersebut yaitu,
guru mudah marah atau lekas marah, suka membentak-bentak, suka menghina
atau mencerca anak didiknya, mengatakannya bodoh selalu, merendahkan
martabat diri anak didiknya, mengkritik anak didiknya terlalu berlebihan
melebihi batas standar norma yang berlaku dalam pembelajaran dan guru
suka sekali membeberkan kesalahan-kesalahan anak didiknya melampaui
batas.
Hal-hal yang baik-baik harus betul-betul disadari
oleh guru dan guru tersebut dapat menerapkannya serta terus berusaha
menghindari hal-hal jelek tersebut dalam pembelajaran demi menciptakan
situasi kelas yang akan disenangi anak didiknya. Hal-hal yang tersebut
di atas merupakan cerminan dari kepribadian guru yang matang dalam
pembelajaran dan tidak ruginya kalau guru memilikinya.
Kedua, S yang berarti Santai.
Santai
di sini bukanlah berarti guru memberikan kebebasan pada anak didiknya
untuk melakukan kegiatan dalam proses belajar mengajar
sesantai-santainya sehingga melupakan tujuan yang telah dirumuskan atau
melanggar batas norma yang telah ditetapkan. Bukan berarti guru
memberikan kebebasan pada anak didiknya untuk melanggar hak asasi
manusia. Bukan itu.
Santai di sini maksudnya adalah guru
mampu membuat anak didiknya menjadi santai dan rileks, tidak takut dan
tegang dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru tersebut. Hal itu
bisa ditunjukkan oleh seorang guru kepada anak didiknya dengan
menunjukkan gaya yang tidak mengekang, tetapi dengan gaya guru yang
santai dan bersahaja, bersahabat, interaktif, simpatik, dan
komunikatif.
Bisa juga santai di sini berarti guru harus
mampu menyelingi kegiatan belajar mengajarnya dengan seloroh atau humor
(sense of humor). Humor ini bisa diciptakan seorang guru lewat
permainan kata-kata atau kata plesetan, dan dari gerak tubuh guru yang
menciptakan kelucuan. Menciptakan humor tidak semua guru mampu
melakukannnya. Tetapi kalau guru mau mencoba, bisa saja humor tersebut
dimilikinya. Bisa dia belajar melalui buku-buku humor atau belajar
sendiri menciptakan humor dan bisa melalui teman sejawat. Menciptakan
humor bagi seorang guru dalam menyelingi pelajaran yang disampaikan
sangatlah perlu. Karena humor dapat dimanfaatkan sebagai penetralisasi
ketegangan urat syaraf berpikir anak didiknya menjadi segar dan normal
seperti sediakala. Jika urat syaraf berpikir anak didiknya normal,
segar, dan fresh maka akan terciptalah keinginan anak didiknya yang
bersemangat dalam menerima pelajaran yang disampaikan guru tersebut.
Ketiga, S yang berarti Selesai.
Rentetan
ini adalah rentetan terakhir dari Metode Tiga S yang sederhana ini.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam pentransferan ilmu pengetahuan
yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar akan menuju pada
suatu stasiun pencapaian terakhirnya, yaitu selesai. Selesai di sini
merupakan hasil yang harus diperoleh dari proses belajar mengajar yang
dilakukannya. Tentu hasil belajar mengajar ini diperolehnya sesuai
dengan apa yang diinginkan atau diharapkan oleh tujuan pembelajaran yang
disampaikan oleh guru tersebut.
Metode Tiga S di atas
memiliki proses penerapannya secara berkesinambungan antara bagian yang
satu dengan bagiannya yang lain. Mereka itu saling berkaitan dengan
tidak bisa dipisah-pisahkan antara satu dengan yang lainnya. Maka dari
itu sekiranya ada guru yang ingin menerapkan Metode Tiga S dalam
lingkungan belajar mengajar demi menciptakan situasi kelas yang nyaman
untuk anak didiknya maka guru itu harus mampu menerapkan Metode Tiga S
secara berurutan dari awal sampai akhirnya dan jangan sampai
menghilangkan salah satu bagian komponen Metode Tiga S itu.
Di
samping itu, dengan adanya Metode Tiga S yang sederhana ini
mudah-mudahan dapat membuka cakrawala berpikir guru agar lebih giat dan
aktif untuk mencari dan menemukan metode dan teknik menguasai situasi
kelas yang lebih baik dari Metode Tiga S ini demi sebuah tujuan, yaitu
memajukan pendidikan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar