Anda butuh dana cash? Proses cepat, Kurang dari 24 Jam, Jaminan Ringan, Bunga Terjangkau? Hubungi........
Selebaran
 yang memuat iklan seperti di atas, sudah banyak ditemukan di berbagai 
tempat. Ada yang ditempelkan di pohon, jembatan, dalam baliho, 
dibagi-bagikan di perempatan jalan, di pasar, dan sebagainya. Bagaikan 
"Dewa Penyelamat", iklan-iklan itu seakan membantu kesulitan masyarakat 
di tengah himpitan ekonomi. Akan tetapi, disadari atau tidak, pada 
akhirnya iklan itu adalah bisnis. Bisnis berarti mencari keuntungan. 
Keuntungan dibalik slogan bantuan dan pinjaman.
Jika 
dipikir-pikir, kata seorang teman, kok ada ya pihak-pihak yang berbaik 
hati memberikan pertolongan atau bantuan keuangan, padahal semua orang 
tahu bahwa keadaan ekonomi saat ini sedang pas-pasan, bahkan banyak yang
 kekurangan? Selain itu, orang yang jujur, baik hati, kaya dan dermawan 
di zaman sekarang ini juga langka.
Nah, apakah lembaga 
atau pihak yang menawarkan bantuan itu termasuk pihak yang langka dan 
baik hati itu? Ataukah sebaliknya, dia adalah pihak rentenir yang 
berselubung di balik "bantuan atau pinjaman", tapi sebenarnya 
membisniskan uang melalui hutang-piutang.
Bolehkah akad 
hutang-piutang dalam Islam? Jawabnya, jelas boleh. Islam sebagai agama 
universal juga mengatur hubungan transaksional antar sesama manusia. 
Bisa melalui jual-beli, hutang-piutang, jaminan, pesanan dan sebagainya.
 Tapi, syarat yang terpenting adalah bersih dari riba.
Keberadaan
 para pebisnis uang (baca: rentenir) itu, bagi masyarakat yang kurang 
mampu apalagi yang sedang dihimpit kesulitan, jelas dipandang sebagai 
alternatif yang tepat. Dengan memberikan seperangkat jaminan berupa 
surat-surat berharga seperti BPKB, Sertifikat Rumah, dan sebagainya, 
seseorang sudah pulang membawa segepok uang yang ia perlukan. Entah 
untuk modal kerja, biaya hidup, atau malah untuk menutup hutang lain 
alias gali lobang tutup lobang.
Praktik riba yang dilarang
 agama, sudah bisa dipastikan akan mendatangkan kerugian. Mesti ada 
pihak yang menang dan kalah dalam transaksi ribawi itu. Bukan hanya 
kerugian secara finansial karena harus membayar bunga, tapi yang lebih 
daripada itu adalah kerugian spiritual. Inilah sesungguhnya yang lebih 
berbahaya.
Bagi pemilik modal yang merentenkan uangnya 
dengan dalih pinjaman, sama saja berarti menebarkan keharaman. Ia jelas 
menjadi fasilitator bahkan produser bisnis yang berbasis riba yang pada 
hakikatnya rapuh. Bisa saja uang kredit yang dipinjamkan itu menjadi 
modal bagi pelaku usaha yang lalu memberi keuntungan. Tapi sekali lagi, 
memberi pinjaman dengan keharusan membayar riba sama saja dengan 
mencekik kawan yang sedang terbelit kesulitan.
Bahkan, 
ketika uang pinjaman itu telah diterima oleh seorang nasabah, maka pada 
saat itu pula, sebenarnya si nasabah itu telah menjadi karyawan bagi si 
pemberi hutang. Ia akan bekerja untuk membayar hutangnya plus bunganya 
juga.
Dengan kata lain, iklan-iklan penyedia pinjaman 
modal itu sebenarnya mencari karyawan atau pekerja keras yang siap 
membayar bunga atau menghasilkan keuntungan bagi mereka. Padahal, ketika
 seseorang berbisnis dengan modal hasil pinjaman, ia belum tentu untung 
terus. Sementara besaran bunga yang harus ia bayar, nominalnya pasti, 
tidak boleh terlambat bayar dan dikenakan denda meski hanya terlambat 
sehari. Benar-benar kejam bukan?
Bagaimana jika si 
penerima pinjaman itu rela, mengaku ikhlas, bersedia membayar bunga 
sebesar ketentuan yang disepakati dan sama sekali tidak keberatan 
asalkan dapat uang?
Hati nurani tak dapat dipungkiri. 
Boleh jadi, saat ia kesulitan, sedang butuh uang, ia tidak bisa berpikir
 sehat. Yang ada cuma nekat. Tapi, tak sadarkah dia bahwa pada saatnya 
nanti, pasti di dalam hatinya merasa "nelongso dan ngersulo", merasa 
berat dengan bunga, merasa diperlakukan tidak adil, merasa dirugikan, 
dan seterusnya.
Inilah yang dimaksud dengan kerugikan 
spiritual itu. Yakni, kondisi dimana jiwa kita telah dibutakan dalam 
melihat mana yang halal dan mana yang haram, mana yang menguntungkan dan
 mana yang merugikan, mana yang hak dan mana yang batil. Dan, Islam 
telah mengatur sebuah hukum muamalat agar transaksi antar sesama manusia
 berlangsung adil dan tidak merugikan pihak lain.
Iklan-iklan
 beraroma riba yang membungkus bisnis renten dengan slogan pinjaman dan 
bantuan, pada hakikatnya adalah ajakan untuk meraih mimpi kosong yang 
merugikan, bukan hanya secara finansial, tapi juga dalam aspek 
spiritual.
 

 
 




Apakah Anda membutuhkan pinjaman untuk membayar hutang Anda?
BalasHapusAnda membutuhkan pinjaman untuk memulai bisnis,
pinjaman untuk membayar tagihan,
Kami hadir untuk memberikan pinjaman dengan jumlah berapa pun, hubungi kami melalui alamat perusahaan:
Guaranteetrust.loanfirm@hotmail.com