Benar-benar mengejutkan, aksi pembakaran pesantren syiah di Sampang,
Madura yang lalu menjadi berita nasional. Berbagai media mengeksposnya
sehingga peristiwa itu menarik simpati, kecaman, keprihatinan, kutukan,
penyesalan dan sebagainya.
Sebenarnya, yang lebih
mengejutkan, bukan aksi pembakaran atau kekerasan itu. Akan tetapi yang
paling mengejutkan adalah mengapa ada syiah di Madura? Padahal, sejak
dahulu kala, agama yang dianut orang di Madura adalah Islam dan Islam
yang dipilih adalah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah. Inilah ajaran Islam
warisan para kiai, ulama dan auliya' dalam pandangan orang Madura yang
diwarisi sejak dulu. Tidak ada yang lain.
Sedangkan Islam
Ahlussunnah yang dimaksud orang Madura, terutama sejak era Indonesia
adalah Islam ala NU (Nahdlatul Ulama) yang mereka anggap sebagai ormas
Islam satu-satunya yang sejak dahulu berpegang pada akidah Islam yang
benar sebagaimana pesan Rasulullah saw. Para kiai dan pengasuh pesantren
di Madura adalah kiai NU dan berakidah Ahlussunnah Wal Jamaah. Inilah
Islam di Madura.
Oleh sebab itu, posisi kiai di Madura
begitu urgen. Mereka sangat dimuliakan karena para kiai atau ulama
adalah pewaris para nabi. Orang Madura lebih takut dan hormat kepada
kiai daripada pemerintah sekalipun. Kiai yang dimaksud adalah kiai
sunni, kiai yang benar-benar teguh berpegang pada akidah Islam
Ahlussunnah Wal Jamaah, beraklaqul karimah dan benar-benar mengayomi
umat.
Secara singkat, bisa dikatakan bahwa Islam di Madura
sejak dulu adalah Islam Sunni. Karena itu, wajar jika orang Madura
sangat alergi dengan berbagai aliran lainnya. Bahkan, dengan ormas Islam
selain NU pun, mereka tidak begitu antusias. Hanya Islam Sunni dan NU
saja yang ada di mata muslim Madura dan ini adalah pilihan mereka yang
teguh dan harus dihormati. Dengan kata lain, "Jangan sebarkan paham lain
di depan orang Madura. Titik!!".
Ada sebuah humor ala
Madura terkait hubungan NU dan Muhammadiyah yang dahulu selalu tidak
akur. Katanya, agama di Madura hanya ada dua saja. Apa itu? Jawabnya,
"Yang pertama, Islam. Yang kedua, Muhammadiyah". Heheee....
Meski
ini hanya sebuah humor, tapi maknanya cukup mendalam, bahwa sikap
fanatik orang Madura dalam beragama, terutama terhadap Islam Aswaja dan
NU adalah sangat kuat, teguh, kokoh dan tidak mudah terpengaruh.
Jangankan beda ormas, beda partai saja di mata orang Madura sudah
dianggap "orang lain".
Karena begitu mengakarnya Islam
Sunni dan ormas Islam NU di Madura, maka yang harus disadari dan
diketahui bagi semua orang adalah bahwa orang Madura tidak mengenal
istilah plin-plan, berubah-ubah atau nyeleneh atasnama leberalisasi
pemikiran dan kebebasan berkeyakinan. Filosofis inilah yang justru
sering tidak dimengerti, dianggap kolot dan orang Madura dinilai tidak
terbuka terhadap perbedaan. Padahal, justru inilah sebuah watak, sebuah
keyakinan dan kekuatan "iman" yang harus pula dihormati.
Dengan
kata lain, jika ada paham berbeda, aliran nyeleneh, sekte di luar
kebiasaan atau apa saja yang terkait agama tapi lain dengan Islam
Ahlussunnah Wal Jamaah, maka jangan salahkan orang Madura, jika paham,
aliran atau sekte itu disebut sesat atau bahkan kufur.
Dalam
menjaga kemurnian agama yang diyakini dan akan diwariskan kepada
generasi mendatang, maka orang Madura akan membela mati-matian. Mereka
bahkan siap berpisah dengan orang tua, anak-anak dan sanak saudara yang
dianggap keluar dari garis Islam Ahlussunnah Wal Jamaah. Bagi orang
Madura, hidup menderita dalam kemiskinan atau terlunta-lunta di dunia
bukanlah masalah berat. Sebab, orang Madura dengan wataknya yang keras
dan pengaruh letak geografisnya yang panas telah mendidik mereka hidup
tabah, memiliki semangat juang dan tidak kenal menyerah.
Lain
halnya dengan kondisi beda akidah, beda madzhab, beda aliran, apalagi
yang menyimpang dari keyakinan Islam Ahlussunnah Wal Jamaah. Bagi orang
Madura, siapa saja yang memilih jalan berbeda dan menyimpang dari Islam
Sunni yang telah lama diwariskan para kiai dan ulama, maka jalan itu
sangat tepat disebut "Sesat atau Kafir". Sekali lagi, inilah keyakinan
orang Madura sejak dahulu hingga sekarang yang harus dihormati.
Karenanya,
upaya-upaya kristenisasi di Madura sejaka dulu, selalu tidak pernah
berhasil. Selain NU yang berpijak pada Aswaja, ormas-ormas lainnya di
Madura, juga tidak laku. Nah, kalau sekarang muncul paham Syiah di pulau
Madura, apalagi memakai nama pesantren yang lalu di mata orang Madura,
kaum Syiah itu dinilai sesat, maka siapa lagi yang disalahkan kalau
bukan yang menyimpang itu?
Boleh jadi, kaum Syiah di Omben
Madura telah diperingatkan berkali-kali atau mereka telah memahami
watak orang Madura yang fanatik terhadap Islam Ahlussunnah, tapi mereka
sendiri yang pura-pura tidak mengerti dan mencari sensasi hingga
berujung pada aksi pembakaran. Jadi, harap dimaklumi, bahwa inilah
Madura.
Karena itu, justru seharusnya paling mengejutkan
adalah mengapa Syiah atau paham-paham nyeleneh itu masuk ke Madura,
padahal sedari awal diketahui bahwa orang Madura telah antipati terhadap
apapun selain Islam Ahlussunnah Wal Jamaah. Bukankah jika ada Syiah
masuk Madura sama saja dengan pepatah: "Ulo marani gepuk" artinya "Ular
kok menghampiri pentungan". Nantang kan?
Fanatik dalam
beragama, keras dan kokoh dalam memegang prinsip, siap berjihad demi
menjaga tradisi keberagamaan adalah bagian dari karakteristik orang
Madura. Islam Ahlussunnah Wal Jammah pilihan orang Madura. Sebab itu,
jangan salahkan mereka jika ada paham baru yang masuk ke sana lalu orang
Madura bertindak dengan caranya sendiri.
Saya yakin,
orang Madura di Sampang itu telah melewati tahap demi tahap dalam
ber-amar makruf nahi munkar. Mulai dari menasehati, memberi peringatan,
mengajak dialog hingga berdebat. Jika pada akhirnya meletus aksi
penganiayaan dan pembakaran, maka semua pihak harus introspeksi diri.
Bagi
orang Madura, perlu terus disosialisasikan kepada mereka bahwa tindakan
anarkhi adalah tidak benar di mata hukum. Main hakim sendiri di negara
Indonesia adalah tindakan yang melawan hukum dan bahkan menyalahi agama,
sebab agama Islam sangat tidak menyukai kekerasan atasnama apapun.
Sedangkan
bagi kaum Syiah, atau mungkin paham lain yang hendak menyebar di
Madura, atau paham sesat lain yang boleh jadi telah ada di Madura tapi
sembunyi, maka paham-paham baru, aneh dan menyimpang dari Islam
Ahlussunnah Wal Jamaah itu, supaya tahu diri bahwa pulau Madura mulai
dari ujung Kamal di Bangkalan hingga Sumenep adalah tanah air warga
muslim yang berakidah Ahlussunnah Wal Jamaah!!
Tidak ada komentar:
Tulis komentar