Saat berkunjung ke "Islamic Book Fair", pameran buku-buku Islam atau ke toko-toko buku, lalu melihat dan membaca buku-buku
bernuansa Islam, ternyata yang ditemukan di sana adalah lebih banyak buku-buku
bernuansa "wahabi salafi" yang temanya itu itu juga.
Buku-buku Islami yang tampaknya
beraroma pergerakan dan perjuangan itu, ternyata lebih banyak mengajak untuk
menghujat, menghakimi sesat dan merusak akidah Islam Ahlussunah Wal Jamaah,
yakni akidah yang selama ini diyakini oleh mayoritas umat Islam di Indonesia
dan juga di dunia.
Buku-buku itu, banyak yang berupa
hasil terjemahan dari tokoh-tokoh wahabi asal Timur Tengah, ada pula hasil
riset dan interpretasi para agen wahabi di tanah air. Atasnama gerakan
"memurnikan ajaran Islam", buku-buku ini menyerang tradisi
keberagamaan yang telah mengakar di dalam masyarakat. Inilah ajaran baru yang
kini disebut ajaran trans-nasional, yakni ajaran akidah ala luar negeri yang
segaja di-impor ke Indonesia untuk meng-acak-acak pola pikir dan sikap
keberagamaan yang tradisionalis.
Ciri-cirinya, biasanya menyeru
untuk keluar dari bid'ah, memurnikan akidah Islam, berupaya mengentaskan diri
dari kemusyrikan, menolak pendapat para ulama karena hanya ingin kembali kepada
al-Quran dan as-Sunnah, mengajak umat untuk simpati terhadap nasib kaum
muslimin di negara yang tertindas agar umat bergelora dan bergejolak untuk mau
berjihad, dan beberapa karakteristik lainnya yang dari judul maupun sampulnya
sudah tampak "gaya wahabi-salafi".
Tidak tanggung-tanggung,
penerbitan dan penyebaran buku-buku itu hampir merata di berbagai toko buku.
Sehingga, hampir setiap corner atau stand buku-buku Islam, selalu buku-buku itu
selalu nangkring di sana. Selebihnya hanya buku bertema motivasi, kiat dan
tips, doa-doa, panduan ceramah, sejarah, dan buku-buku pelajaran Islam. Sekali
lagi, yang paling banyak tersebar adalah buku-buku ala wahabi.
Dari penyebaran yang hampir
merata itu, tampaknya agen wahabi di Indonesia memang sengaja ingin
mempengaruhi umat melalui media baca. Mereka ingin menggaet pengikut dari
segmen pembaca buku, terutama kaum awam yang hendak belajar Islam secara
otodidak melalui buku. Dana berlimpah, entah dari luar maupun dalam negeri,
sanggup mendominasi "wacana" ala wahabi di bumi pertiwi. Aneka buku
terjemahan dan penerbit buku berkiblat "wahabi" ini telah mengerahkan
banyak tenaga, pikiran dan dana untuk membumikan sebuah "ajaran baru"
di Indonesia, langsung ke kantong-kantong umat Islam.
Bagi umat muslim yang awam, isi
buku-buku itu akan dengan mudah ditelan mentah-mentah. Mereka yang tidak
memahami akidah Islam Ahlussunah, jelas akan merasakan hal baru dari ajaran
wahabi, sekaligus akan melihat banyak ketimpangan dari prilaku keberagamaan
dari orang-orang Islam lain yang ada di sekitarnya yang notabene-nya adalah
berakidah Islam Ahlussunah.
Selain itu, eksistensi buku-buku
wahabi yang nangkring di etalase dan corner buku-buku Islam, jelas akan
membentuk image bahwa Islam yang benar itu ya Islam ala wahabi. Lebih dari itu,
melalui buku, majalah, website dan media massa lainnya, sedikit demi sedikit
mereka memperkenalkan tokoh-tokoh Islam baru, siapa lagi kalau bukan syekh dan
ustadz-ustadz wahabi-salafi, nama-nama baru yang diagung-agungkan hingga
melebihi para ulama terdahulu.
Boleh jadi, buku-buku ini ingin
berjuang dan menggugah kesadaran umat untuk maju, serta mengajak untuk
mengikuti "manhaj" atau cara berpikir, beramal dan berjuang menurut
gaya mereka. Sayangnya, bersamaan dengan itu pula, buku-buku ini juga menghujat
cara keberagamaan umat Islam tradisionalis di Indonesia. Waspadalah!
lawan wahabi dengan intelektualitas tunjukkan aqidah aswaja ala nahdliyyin itu punya dalil kuat!bungkam mulut wahabi!
BalasHapussetuju, selain dengan hujjah/dalil kuat, dengan terus melestarikan tradisi keberagamaan yang telah diajarkan para ulama, terima kasih atas kunjungan dan komentarnya
BalasHapusYang Haq pasti akan dimenangkan oleh Allah..
BalasHapusal-Haq min Rabbika
BalasHapusKalah banyak ya pak? gak ada modal?
BalasHapusTdk usah takut pak sama wahabi semua ada pangsa pasarnya sendiri. Yang menjadi persoalan besar adalah semakin jauhnya generasi muda NU dari agamanya bahkan ada yg meniggalkan sholat karena pengaruh pergaulan. Lihat saja semakin jarang pemuda yg ke masjid. Masjid2 NU banyak yg sepi jamaah (pengalaman saya di kota2 basis NU di Jateng)
BalasHapusBenar, kita patut prihatin dgn ulah & kenakalan remaja darimanapun asalnya. Yg sy tahu, kenakalan itu kian meningkat. Perlu kerja keras bersama untuk mendayagunakan para generasi muda agar lebih positif. Mereka perlu diperhatikan, diakui, dan disinergikan. Trims atas kunjungannya.
BalasHapusKarena budaya NU terutama kaumnya yg cuma ikut2an tdk akrab dengan ilmu, berbeda dengan orang2 yg dituduh sbg Wahabi/Salafi, mereka umumnya orang yg cinta ilmu dan membaca! NU jgn cuma bisa menghujat, introspeksilah jika mau dikatakan maju dan tdk tertinggal oleh Muhammadiyah (yg jg awalnya dulu terinspirasi Wahabi). Maaf sekadar masukan
BalasHapusTerima kasih atas masukannya. Tidak semua orang NU seperti itu, berikan data yg lengkap bila hendak menuduh.
BalasHapusAssalamu'alaikum Pak Haji, saya liat tulisan2 Anda cukup netral, bahkan berani mengakui adanya virus liberal di tubuh NU.
BalasHapusNamun utk yg satu ini saya krg setuju dgn statement "menolak pendapat ulama karena hanya ingin kembali kepada Al-Qur'an & Sunnah".
Saya bukan Muhammadiyah atau so called "Wahabi", tp setau saya mereka tdk menolak pendapat seluruh ulama. Selain Al-Qur'an & Hadits (Dasar/Fundamental), mereka banyak merujuk pd kitab2 karangan Muhammad bin Abdul Wahab, Nasiruddin Al-Albani, Abdul Aziz bin Baz yg memang ulama2 dari daerah asalnya Islam bermula.
Saran saya coba ber-husnudzan dulu thd sesama muslim, telaah buku2 mereka...toh gak ada ruginya kan. Terus terang saya dulu madrasah NU, tp saya terbuka & menerima ajaran2 tauhid yg benar yg sesuai dgn perintah Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW.
Wallahu 'alam...