Baru-baru ini, saya pernah mendengar, bahwa para pemuda di Blok Muris Kotalama itu dari dulu hingga sekarang, selalu kompak. Persatuan dan kebersamaan mereka ini selalu menjadi pemadangan yang diinginkan ada di kampung-kampung lainnya.
"Benarkah demikian?", tanya saya dalam hati. Meskipun, otak di bawah alam sadar saya juga mengiyakan kabar tersebut. Jika melihat sejarah, berita itu adalah benar. Sebab, sudah dalam banyak hal, remaja kampung blok Muris telah membuktikan bahwa mereka bisa bersatu. Asalkan membela kebenaran dan tidak melawan aturan agama dan pemerintah, pemuda di sana siap berjuang secara bersama-sama.
Prinsip itulah yang saat ini sedang dinantikan pembuktiannya. Tepatnya nanti pada saat masjid kebanggaan mereka telah dipugar dan memulai proses renovasi yang pastinya akan berlangsung relatif lama. Saat itulah, semua pihak yang mengaku jamaah dan cinta masjid, dituntut menyumbangkan apapun yang dimilikinya. Bisa dengan uang, tenaga, pikiran, waktu dan sebagainya.
Saya ingin membeberkan satu bukti saja agar kabar tentang persatuan para pemuda Kotalama itu telah terbukti. Yakni, sekitar tahun 1993-1994, saat itu masyarakat Kotalama sedang "berperang" melawan kemungkaran dan kemaksiatan yang telah merajalela di jalanan Kebalen Wetan, Yakni, praktek prostitusi yang mulai merambah kampung dan mempengaruhi gaya hidup warga.
Bila penyakit itu tidak segera dibasmi, bisa dipastikan, akan menyebar kemana-mana dan semakin kronis menyerang akhlaq para generasi muda. Atas dasar inilah, para tokoh masyarakat yang dikomando dari masjid, berusaha mengumpulkan semua komponen, terutama para pemuda, untuk bersama-sama melakukan aksi nahi-mungkar. Aksi ini juga didukung para kiai di pesantren dan asatidz setempat sehingga menambah daya juang mereka.
Praktek prostitusi di jalan Kebalen Wetan saat itu memang sudah parah. Tidak lagi sembunyi, tapi lewat tengah malam, pemandangan para WTS dan Germo bisa ditemukan di mana-mana. Ada sekitar tujuh losmen yang dijadikan base-camp bisnis esek-esek. Nasabahnya banyak pula yang datang dari luar kota.
Sampai-sampai, jalan Kebalen malah lebih dikenal dengan "Kabalon" yang dalam bahasa Jawa, "Balon" berarti wanita tuna susila. Sebutan ini membuktikan bahwa daerah itu benar-benar hitam.
Akhirnya, atas saran para sesepuh yang mengkhawatirkan masa depan generasi muda dan juga dukungan para ulama, warga Kotalama yang masih santri tergerak untuk menabuh gendrang perang melawan maksiat. Para pemuda dari Blok Muris tampil di barisan depan yang juga didukung para pemuda Ansor, pendekar Pagar Nusa, kaum Fatayat, para santri dan pelajar juga tak mau kalah untuk ikut dalam perjuangan ini.
Hampir tiap hari dan malam, para pemuda itu berjuang sesuai dengan kapasitasnya. Yang sarjana dan mengerti hukum, berjuang melalui aksi diplomasi di meja pemerintahan kota. Yang santri melalui istighatsah. Ada pula pemuda yang ditugasi mengumpulkan data dan bukti adanya praktek prostitusi sehingga ada yang berperan sebagai mata-mata, wartawan, hingga sweeping yang bikin keder para penjaja seks.
Yang mereka hadapi bukan hanya para wanita tuna susila atau para germo, tapi juga pemilik losmen yang notabene-nya adalah kaum berduit yang sanggup membayar preman dan pejabat untuk mempertahankan sumber pundi-pundi uang mereka.
Sadar akan ancaman tersebut, para pemuda dari blok Muris dan Kotalama umumnya telah siap menghadapi resiko terburuk. Mereka telah menyatukan visi dan misi untuk memberantas kemaksiatan. Bila para ulama dan tokoh masyarakat meneriakkan jihad, maka segalanya akan rela mereka korbankan termasuk juga nyawa.
Kekompakan dan keberanian para pemuda itu akhirnya membuahkan hasil. Tahun 1994, melalui Surat Keputusan Pemerintah Kota Malang berdasarkan instruksi dari Pemerintah Pusat di Jakarta, seluruh losmen yang ada di wilayah Kebalen Wetan dinyatakan bersalah karena melanggar izin usaha dan semua penginapan itu harus ditutup untuk selamanya. Praktek prostitusi dan bisnis esek-esek haram bercolok di bumi Kotalama Malang.
Aksi pemuda itu perlu saya tulis di sini agar terus menjadi inspirasi bagi generasi penerusnya untuk selalu kompak dalam membela kebenaran, ber-amar ma'ruf dan nahi mungkar. Kini, kekompakan dan kesatuan mereka kembali diuji. Masihkah ada semangat persatuan itu?
Pertanyaan ini silahkan dijawab dengan pembuktian. Tepatnya nanti di saat Masjid Muritsul Jannah Kotalama direnovasi. Dukungan dana, pikiran dan tenaga dari para pemuda mutlak diperlukan demi kesuksesan Mega Proyek bernama "Renovasi Masjid Muritsul Jannah".
Now or never? Saat ini atau sama sekali kita akan tidak memiliki kesempatan berbuat kebajikan dengan membuahkan karya monumental yang akan dikenang sepanjang masa. Mari buktikan kembali, Kawan.
Tidak ada komentar:
Tulis komentar